Islam bukanlah agama yang sulit dan tidak pula membebankan umatnya. Syariat sendiri menetapkan sejumlah keringanan (rukhsah) terhadap kaum muslim atas ibadah yang diperintah oleh Allah SWT. Seperti adanya pemberlakuan salat jamak.
Salat jamak dalam Buku Pintar Salat oleh M. Khalilurrahman Al-Mahfani, adalah salat fardhu yang dikumpulkan atau dua waktu salat yang dikerjakan dalam satu waktu.
Mengutip buku 125 Masalah Salat oleh Muhammad Anis Sumaji, salat jamak adalah penggabungan dua salat fardhu dalam satu waktu. Bila salat jamak dilaksanakan pada waktu salat yang pertama, disebut jamak taqdim. Sementara yang ditunaikan pada waktu salat yang kedua, dikenal dengan jamak ta'khir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaksanaan salat jamak ini dicontohkan oleh Nabi SAW ketika dalam perjalanan dari sebuah hadits riwayat Ibnu Abbas, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سيررٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
Artinya: 'Rasulullah menggabungkan antara salat Zuhur dan Ashar jika beliau dalam perjalanan dan menggabungkan antara Magrib dan Isya'. (HR Bukhari & Muslim)
Dari hadits di atas bisa diketahui, salat wajib yang dapat dijamak adalah salat Dzuhur dengan Ashar, dan salat Maghrib dengan Isya.
Alasan Apa yang Membolehkan Seseorang untuk salat Jamak?
Dikatakan bahwa salat jamak lebih umum dari salat qasar dalam buku 125 Masalah Salat. Di mana salat qasar hanya bisa dilakukan bagi orang yang dalam perjalanan (musafir), sementara salat jamak bisa dikerjakan oleh umat Islam dalam sejumlah kondisi.
Melansir Panduan Sholat rasulullah 2 oleh Imam Abu Wafa, dan buku 125 Masalah Salat. Ada beberapa sebab yang membolehkan kaum muslim untuk menjamak salatnya. Berikut penjelasannya:
1. Musafir
Mereka yang berada dalam perjalanan atau yang hendak bepergian dengan batas jarak tertentu dibolehkan untuk salat wajib dengan dijamak, baik di waktu salat pertama maupun waktu salat kedua.
Imam Syafi'i mengemukakan minimal jarak bagi musafir yang bisa menjamak salat, yakni paling tidak perjalanannya sekitar 89 km atau lebih.
2. Hujan deras dan ketakutan
Ukuran hujan deras di sini dijelaskan oleh madzhab Maliki ketika malam hari, sehingga waktu salat Maghrib dan Isya boleh dijamak. Adapun bila hujan lebat turun di siang hari, tidak menjadikan jamak pada salat Dzuhur dan Ashar.
Sementara tiga madzhab lainnya tidak memberi batasan kapan hujan itu turun. Melainkan bila hujan turun sangat deras, maka bisa menjadi alasan seseorang muslim untuk menjamak salatnya.
Ulama al-Bahuti dalam kitab Kasyaful Qana' berpendapat bahwa ketetapan hujan ini juga berlaku bagi turunnya salju dan ketika udara sangat dingin melanda, lantaran keduanya dikatakan memiliki unsur kesamaan.
3. Kondisi sakit yang membuat seseorang kesulitan untuk mendirikan salat
Dalam kalam Allah SWT pada Surah Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ
Arab Latin: Lā yukallifullāhu nafsan illā wus'ahā, lahā mā kasabat wa 'alaihā maktasabat
Artinya: "Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya."
4. Adanya keperluan mendesak
Ibnu Taimiyah memberikan contoh, ketika seseorang yang tengah bekerja kemudian di lokasinya susah untuk mendapatkan air dan jauhnya tempat salat, maka dibolehkan dalam kondisi tersebut untuk menjamak salat.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi