Dalam akad pernikahan Islam, seorang pengantin wanita bukanlah yang mengucapkan ijab, melainkan dilakukan oleh wali dari perempuan tersebut. Akan hal ini, adanya wali dalam pernikahan termasuk rukun dan persyaratan akad nikah. Lantas apa itu wali nikah?
Kata wali menurut bahasa dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia oleh Ahmad Sarwat, bermakna; al-qurbu (kedekatan), an-nushrah (pembelaan), al-mahabbah (kecintaan), dan ad-dunuw (condong atau mendekat).
Definisi istilah dari wali nikah adalah orang yang memiliki wilayah atau melaksanakan akad atas orang lain dengan seizinnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun syarat orang yang menjadi wali bagi wanita dalam Panduan Lengkap Muamalah oleh Muhammad Bagir, adalah; laki-laki merdeka, berakal, baligh, dan juga beragama Islam. Sebagaimana Allah SWT dalam Surah An-Nisa ayat 141 menyatakan bahwa perwalian orang non-muslim atas seorang muslim itu tidak sah.
Surah An-Nisa ayat 141 Arab, Latin dan Artinya
وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا
Arab Latin: wa lay yaj'alallāhu lil-kāfirīna 'alal-mu`minīna sabīlā
Artinya: Maka Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk mengalahkan orang-orang mukmin.
Pendapat Ulama Mengenai Wali Nikah
Jumhur ulama dalam Panduan Lengkap Muamalah, berpandangan bahwa seorang perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri atau orang lain, tetapi harus ada seorang laki-laki yang menjadi walinya.
Bagi mereka, perwalian merupakan rukun dan syarat yang mesti dipenuhi agar tercapainya kesahan akad nikah. Yang menjadi dasar kewajiban adanya seorang wali nikah dalam Surah An-Nur ayat 32:
Surah An-Nur ayat 32 Arab, Latin dan Artinya
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ
Arab Latin: Wa angkihul-ayāmā mingkum
Artinya: Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu.
Juga dalil dari sebuah hadits yang diriwayatkan Ma'qil bin Yasar, ia berkata:
"Aku pernah menikahkan adik perempuanku dengan seorang laki-laki yang tidak lama kemudian menceraikannya. Lalu ketika telah lewat masa iddahnya, laki-laki itu datang lagi untuk meminangnya kembali. Maka kukatakan kepadanya, 'Aku telah menikahkanmu dan memuliakanmu, tetapi kamu menceraikan istrimu itu. Dan kini kamu datang lagi untuk meminangnya!? Tidak! Demi Allah, kamu takkan menikahinya kembali!" (laki-laki itu sebetulnya cukup memadai, sementara si mantan istri masih ingin dia kembali lagi kepadanya). Maka Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi SAW, "... janganlah kamu (para wali), menghalangi mereka (yakni, para perempuan yang pernah diceraikan) untuk kawin lagi... " (QS Al-Baqarah: 232). Mendengar itu, Ma'qil segera berkata, 'Sekarang aku akan mengawinkannya, ya Rasulullah!' (HR Bukhari)
Ulama Ibnu Hajar berpendapat mengenai hadits tersebut yang merupakan sebab turunnya Surah Al-Baqarah ayat 232, baginya firman Allah itu adalah dalil paling jelas akan wajibnya ada wali dalam pernikahan.
Menurutnya, jika wali tidak diwajibkan, maka penolakan Ma'qil dalam hadits tidak berarti apa-apa. Tetapi sebaliknya, justru Allah mewahyukan ayat ini kepada Rasulullah agar Ma'qil tidak menghalangi adiknya untuk menikah kembali.
Orang yang Berhak Menjadi Wali Nikah
Masih dari Panduan Lengkap Muamalah, ulama fikih madzhab Syafi'i dan Maliki berpaham bila wali nikah adalah orang-orang yang termasuk ashabah, yaitu kerabat terdekat dari pihak ayah. Adapun paman atau saudara dari pihak ibu, tidak memiliki hak dalam perwalian nikah.
Berikut ini urutan orang yang paling berhak menjadi wali nikah bagi seorang wanita:
1. Ayah kandung, kemudian kakek (bapak dari ayah), dan terus ke atasnya.
2. Saudara kandung laki-laki, lalu saudara laki-laki seayah, kemudian keponakan laki-laki (putra dari saudara laki-laki sekandung, lalu putra dari saudara laki-laki seayah).
3. Paman (saudara laki-laki ayah), lalu sepupu laki-laki (putra paman dari pihak ayah).
Madzhab Syafi'i menambahkan bahwa urutan di atas tidak boleh diacak. Karena bersumber dari syariat, bila orang paling dekat dengan si perempuan masih ada, kerabat lain tidak benar untuk mendahuluinya. Seperti halnya ketentuan dalam hal pewarisan harta peninggalan.
Dikatakan pula jika mereka yang telah disebutkan tidak ada, maka hak mengenai wali nikah berpindah kepada hakim, atau pejabat negara yang memiliki wewenang untuk keperluan tersebut.
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!