Mengenal Ijtihad Salah Satu Sumber Hukum dalam Islam, Ketahui Yuk!

Mengenal Ijtihad Salah Satu Sumber Hukum dalam Islam, Ketahui Yuk!

Cicin Yulianti - detikHikmah
Senin, 28 Nov 2022 11:30 WIB
4 Hukum Berpuasa bagi Musafir dalam Islam
Ilustrasi ijtihad, sumber hukum Islam (Foto: iStock)
Jakarta -

Kata ijtihad sudah tidak asing di telinga, terlebih ketika kita mempelajari hukum Islam. Ijtihad adalah pencurahan segenap kemampuan untuk menetapkan hukum-hukum syara' yang bersifat 'amaliyah melalui upaya penetapan hukum.

Sederhananya, ijtihad adalah sebuah usaha untuk mengetahui hukum dengan mengerahkan kemampuan secara maksimal. Ijtihad sendiri perlu dibedakan dengan kegiatan mencari hukum dengan cara biasanya.

Contohnya, ketika kita ingin mencari tahu tentang bagian waris anak laki-laki adalah dua kali lipat bagian waris anak perempuan, maka kita akan mencoba membuka al-quran dan bertemu surat An-Nisaa ayat 11 yang berbunyi, "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian bagian waris untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usaha di atas tidak bisa disebut sebagai sebuah ijtihad karena hanya mengerahkan kekuatan serta kemampuan minimal dalam mencari dalilnya. Oleh karena itu, menurut ahli fiqih, kegiatan tersebut tidak bisa disebut ijtihad.

ADVERTISEMENT

Lalu, apa sebenarnya ijtihad itu?

Pengertian Ijtihad

Mengutip buku Maqashid Al-Quran: Studi dalam Menyingkap Spirit dan Nilai-Nilai Luhur Al-Quran oleh Ainol Yaqin (2017), dijelaskan bahwa ijtihad adalah kerja intelektual yang bernilai luhur dan diperlukan sepanjang masa karena kasus baru atau problem hukum terus serah progres peradaban manusia. Ijtihad menjadi jawaban bagi para ahli di bidang ilmu Islam dalam menghadapi perubahan sikap manusia seiring berkembangnya zaman.

Secara etimologi, kata ijtihad berasal dari akar kata al-jahd yang berarti thaqah (kemampuan atau kekuatan). Menurut Ibn al-Asir, kata al-jahd berarti al-masyaqqah yang artinya kesukaran atau kesulitan dan ada juga yang memberikan arti al-mubalaghah yakni sungguh-sungguh, serta al-ghayah yang artinya tujuan akhir.

Di sisi lain ada juga yang berpendapat bahwa akar kata ijtihad adalah al-juhd yang artinya al-wus'u (kemampuan, kesanggupan atau kesungguhan). Namun sebagian besar ulama tidak mempermasalahkan arti dari al-jahd atau al-juhd karena sama-sama memiliki arti al-thaqah dan al-wus'u.

Menurut Imam Al-Ghazali, kata ijtihad hanya dapat digunakan untuk merujuk pada perbuatan yang memiliki kesulitan atau kesukaran saja. Arti bahwa ijtihad adalah kesungguhan, dapat dilihat dalam dua hadits berikut ini:

"Dan pada waktu sujud, bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdoa, karena dengan doa kalian layak untuk dikabulkan." (H.R. Muslim)

Dari Aisyah R.A beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), tidak sebagaimana biasanya pada hari-hari lainnya." (H.R. Tirmidzi)

Klasifikasi Hukum Ijtihad

Menurut al-Khudhari Bek dan Wahbah al-Zuhailli, klasifikasi dari hukum ijtihad adalah sebagai berikut:

1. Ijtihad dikatakan fardu'ain jika seorang mujtahid bertemu sebuah peristiwa baru yang sudah dia ketahui hukumnya. Selain itu juga dikatakan fardu 'ain jika tidak ada mujtahid lainnya, sehingga ketetapan tentang peristiwa baru itu hukumnya harus segera diputuskan untuk menghindari ketidakjelasan hukumnya apa. Akan tetapi, status hukumnya masih dapat ditangguhkan apabila suatu saat ditemukan kerancuan.

2. Ijtihad dikatakan fardu kifayah saat ditemukan peristiwa namun di sana terdapat lebih dari satu orang mujtahid. Hal ini memiliki arti, jika sudah ada satu mujtahid yang memberikan status hukumnya, maka kewajiban mujtahid lain gugur. Namun, jika dari beberapa mujtahid tersebut tidak ada yang memberikan kepastian hukumnya, maka semua mujtahid itu bisa berdosa akan hal tersebut.

3. Ijtihad dikatakan sunnah ketika berhadapan dengan peristiwa yang belum benar-benar terjadi.

4. Ijtihad dikatakan haram apabila hasil ijtihad tersebut bertentangan dengan nas qath'i atau memiliki kebalikan dengan ijma.

Jenis-Jenis Ijtihad

Dalam buku Ushul Fiqh Kontemporer: Koridor Dalam Memahami Konstruksi Hukum Islam karya Aldi Candra dkk (2017), disebutkan bahwa terdapat beberapa jenis ijtihad berdasarkan segi dalilnya, yakni antara lain:

1. Ijtihad Bayani atau ijtihad yang berusaha untuk menemukan hukum yang terdapat dalam nash atau Al-Qur'an dan hadits. Ijtihad ini dilakukan ketika ditemukan adanya arti tersirat yang memiliki perbedaan dengan nash.

2. Ijtihad Qiyasi atau ijtihad yang memiliki tujuan untuk menggali serta menetapkan hukum ketika terdapat kejadian yang ketentuannya tidak ada dalam dalil nash atau ijma. Ijtihad ini dilakukan dengan cara melihat terlebih dahulu peristiwa serupa yang dalilnya sudah ada dalam nash.

3. Ijtihad Istilahi atau ijtihad yang bertujuan untuk menggali, merumuskan, serta menemukan hukum yang dalilnya tidak ada dalam nash. Berbeda dengan qiyas, ijtihad ini menjadi pegangan untuk jiwa hukum syara' yang berperan dalam mencapai kemaslahatan umat.




(erd/erd)

Hide Ads