Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menjelaskan konsep kepemimpinan menjelang Muktamar ke-48 Muhammadiyah-'Aisyiyah. Haedar menggambarkan struktur kepemimpinan Muhammadiyah layaknya kesebelasan sepakbola.
Kepemimpinan Muhammadiyah disebut memiliki sistem yang kokoh dalam menjalankan organisasi.
"Muhammadiyah ini perpaduan dari orang-orang, para pemimpin, para kader yang berada di dalam kolektif kolegial. Jadi seperti kesebelasan (sepakbola)," ungkap Haedar dalam keterangan tertulis yang diterima detikHikmah, Rabu (16/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepemimpinan Muhammadiyah Mirip Filosofi Sepakbola
![]() |
Haedar menjelaskan bahwa setiap Ketua PP Muhammadiyah memiliki peran masing-masing. Sistem seperti ini tampak seperti strategi dalam sepakbola, di mana setiap pemain memiliki peran penting di posisinya masing-masing.
Haedar juga menyebut istilah kolektif kolegial dalam kepemimpinan ini ditunjuk panglima yang mengatur jalannya permainan.
"Yang kedua di atas yang kolegial itu ada sistem, jadi siapapun dia ke depan sampai seterusnya itu kekuatannya pada sistem. Insyaallah akan ada perpaduan dari semuanya ini," jelas Haedar.
Bursa Calon Pimpinan Muhammadiyah
Pada Muktamar ke-48 Muhammadiyah ini juga turut digelar bursa calon Ketua PP Muhammadiyah periode terbaru. Terkait siapa calon pimpinan yang terpilih, Haedar mengatakan hal tersebut masih rahasia Panitia Pemilihan (Panlih).
Nama-nama yang terpilih ini diajukan oleh tiap Wilayah Muhammadiyah, nantinya setiap calon pimpinan diberikan blanko kesediaan diri.
"Nah yang sedia-sedia itu diseleksi lagi, sejak seleksi itu kita sudah tidak tahu mana yang masuk dan yang tidak. Tetapi prinsip di Muhammadiyah itu ketika amanat itu diberikan lewat muktamar, kita tidak boleh menolak, kita tunaikan dengan baik. Tapi jangan sekali-kali kita ngejar amanat, ngejar jabatan, itu (prinsip) sudah menjadi darah daging kami," tuturnya.
Untuk pemilihan pada bursa calon Muhammadiyah ini merupakan hak penuh para pemegang hak pilih. Siapapun yang terpilih sebagai pimpinan Muhammadiyah nantinya, Haedar percaya para pimpinan ini bisa menjalankan amanat sesuai garis haluan organisasi.
Indonesia Membutuhkan Sosok Kharismatik pada Pemilu 2024
Selain membahas kepemimpinan Muhammadiyah, Haedar juga menyinggung terkait pola kepemimpinan nasional jelang pemilu 2024. Menurut Haedar, Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang kharismatik.
Kharismatik yang disebutkan Haedar bukanlah kharismatik tokoh, melainkan sosok yang memiliki kharisma nilai atau value. Para pimpinan nasional nantinya harus rela menjadi milik rakyat, bangsa dan negara.
"Kita harus mengontrol itu, kenapa? karena jika kepemimpinan berbasis pada primordialisme, itu nanti yang terjadi bukan lagi kepemimpinan kenegarawanan, tetapi kepemimpinan per kauman," ungkapnya.
Hal yang tidak kalah penting setelah Muktamar ke-48 Muhammadiyah adalah menciptakan Pemilu 2024 yang jauh lebih baik dari sebelumnya, dengan menyuarakan hal-hal yang benar, baik dan positif bagi proses Pemilu 2024.
"Untuk menciptakan prakondisi menuju 2024 yang lebih baik, bisa dengan dibukanya ruang-ruang dialog.Maka tugas kita lebih berat setelah muktamar, yakni mengawal proses itu agar satu tahun punya waktu menciptakan prakondisi," pungkas Haedar.
(dvs/erd)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana