Habib Ja'far menuturkan, ada dua risiko besar yang mungkin akan dialaminya. Pertama, kedekatannya dengan setiap pihak mendorong orang untuk berpikir bahwa dirinya kurang berpendirian kokoh. Artinya, pada titik tertentu, ia akan dijauhi oleh suatu kelompok karena dinilai dekat oleh kelompok lain. Kedua, toleransi yang berlebihan akan suatu hal menurutnya dianggap kurang Islam oleh beberapa pihak.
Ia menuturkan bahwa targetnya adalah mendorong umat muslim memperoleh nilai-nilai keislaman dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami. Oleh sebab itu, menurutnya, kreativitas dalam berdakwah perlu ia kedepankan. Sehingga, ia perlu dekat dan memahami ilmu serta budaya baru yang tengah berkembang di masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Habib Ja'far, Keturunan Nabi Generasi ke-38 |
"Saya berhadapan dengan segmen yang berbeda karena itu saya harus memiliki kreativitas dalam berdakwah dengan memilih pendapat pendapat yang memudahkan orang lain agar orang lain bisa masuk ke dalam nilai nilai Islam secara berangsur-angsur, secara enjoy. Tapi untuk diri saya sendiri saya menerapkan hukum yang keras karena begitulah ajaran spiritual dalam islam atau tasawuf, sufi-sufi. Keras ke dalam, lembut ke luar,"
Soal suara-suara nyinyir yang sering ia dengar, Habib Ja'far tidak terlalu menghiraukannya. Sebab, ia selalu berpegang teguh dengan ucapan ayahnya tentang bagaimana menghadapi situasi semacam ini.
"Intinya 'habib kok begini' tapi kan ayah saya pernah bilang 'kamu itu tidak wajib baik di mata orang lain tapi wajib baik di mata Allah'. Jadi saya nggak pernah peduli dengan pandangan orang lain jika memang pandangan itu tidak valid dan tidak berbasis kepada fakta," katanya.
(vys/fuf)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah