Haji Wada adalah peristiwa penting dalam sejarah Islam karena menjadi haji terakhir yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW sebelum wafat. Pada momen ini, beliau menyampaikan pesan-pesan besar yang menjadi pedoman hidup bagi umat hingga akhir zaman.
Untuk memahami makna dan sejarahnya secara lebih jelas, berikut penjelasan lengkap tentang apa yang dimaksud dengan Haji Wada serta pesan terakhir Rasulullah SAW di dalamnya.
Pengertian Haji Wada dalam Islam
Dalam buku Dua Pedang Pembela Nabi SAW disebutkan bahwa sekitar 90.000 jemaah dari berbagai daerah turut melaksanakan Haji Wada. Mereka sengaja datang ke Madinah karena Rasulullah SAW telah menyampaikan bahwa beliau berniat menunaikan haji yang mabrur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perjalanan menuju Makkah, tidak sedikit juga kaum muslim yang bergabung. Bahkan, total Jemaah haji yang ikut melaksanakan Haji Wada mencapai 114.000 orang.
Haji Wada juga dikenal sebagai "haji perpisahan". Alasannya karena Rasulullah SAW menyampaikan pesan-pesan terakhirnya dalam khutbah yang sangat bermakna dan menjadi pedoman bagi umat Islam sampai saat ini. Kemudian, beberapa bulan setelahnya beliau wafat.
Sejarah Perjalanan Haji Wada dan Wafatnya Rasulullah SAW
Menjelang wafat, Nabi Muhammad SAW meluangkan waktu untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memberikan bimbingan mengenai tata cara dan ketentuannya kepada umat Islam. Peristiwa ini dikenal sebagai Haji Wada, yaitu haji terakhir yang dilakukan Rasulullah SAW.
Mengutip sumber sebelumnya, perjalanan Haji Wada dimulai pada Sabtu, 25 Dzulqa'dah 10 Hijriyah atau bertepatan dengan 22 Februari 632 Masehi. Ketika tiba di Padang Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khutbah di hadapan kaum muslimin dari atas untanya. Khutbah ini kemudian dikenal sebagai khutbah terakhir Rasulullah SAW.
Sebelum berangkat, Nabi Muhammad SAW menyerahkan urusan pemerintahan Madinah kepada seorang sahabat. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa tugas tersebut dipercayakan kepada Abu Dujanah As-Sa'idi atau Siba' bin Urfujah Al-Ghifari. Perjalanan Haji Wada' ini menjadi penutup misi kenabian beliau di dunia.
Setelah sampai di Padang Arafah dalam proses pelaksanaan Haji Wada, Rasulullah SAW berpidato atau berpesan kepada umat Islam.
Dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Ibtidaiyah Kelas V karya Yusak Burhanudin, Ahmad Fida', dijelaskan bahwa setelah melakukan Haji Wada, kesehatan Nabi Muhammad SAW berangsur-angsur menurun. Beliau menderita demam sampai tubuhnya menggigil. Sebelum meninggal dunia, Nabi Muhammad SAW sempat mengikuti salat Subuh berjamaah.
Saat itu, beliau dipapah oleh Ali dan Fadil bin Abbas menuju masjid. Selesai salat berjamaah, demamnya bertambah tinggi. Tidak lama kemudian, beliau meninggal dunia di pangkuan istrinya, Aisyah. Rasulullah SAW meninggal pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah di Madinah. Hari itu bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632 Masehi.
Isi Pesan Terakhir Nabi Muhammad SAW saat Haji Wada
Haji Wada bukan sekadar ibadah haji terakhir Nabi Muhammad SAW, tetapi juga kesempatan beliau untuk menyampaikan pesan besar kepada umat Islam. Di Padang Arafah, Rasulullah SAW menyampaikan khutbah yang menegaskan pentingnya persatuan, kesetaraan, dan ketakwaan.
"Wahai umat Islam, dengarkanlah baik-baik perkataanku ini. Aku tidak tahu apakah aku masih akan bertemu dengan kalian di tempat ini pada masa yang akan datang."
"Wahai umat Islam, Tuhan kalian satu, dan asal-usul kalian juga satu. Kalian semua berasal dari Adam, dan Adam diciptakan dari tanah. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa."
Selain itu, melansir dari buku Sirah Nabawiyah: Menelusuri Jejak Kehidupan dan Perjuangan Nabi Muhammad SAW karya Abdul Hasan `Ali Al-Hasani An-Nadwi, Rasulullah SAW menyampaikan khutbah ini pada hari Arafah dan pada hari-hari Tasyrik. Khutbah tersebut berisi ajaran yang tegas dan penuh manfaat, dengan pokok-pokok penting sebagai berikut:
"Sesungguhnya darahmu dan hartamu adalah haram bagi kamu sekalian, sebagaimana haramnya harimu ini, bulanmu ini, dan negerimu ini."
"Setiap apa saja dari perkara-perkara jahiliyah telah berada di bawah kedua telapak kakiku. Darah (balas dendam) pada masa jahiliyah dihapuskan. Darah pertama yang aku hapuskan dari darah kita adalah darah Rabi'ah bin al-Harits bin 'Abdul Muthalib. la disusui di Bani Laits, dan dibunuh oleh Hudzail."
"Adapun riba jahiliyah dihapuskan. Riba pertama yang aku hapuskan dari riba-riba adalah riba al-'Abbas bin 'Abdul Muthalib."
"Bertaqwalah kepada Allah dalam urusan perempuan, karena kalian telah mengambilnya dengan amanat Allah. Dihalalkan untuk kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Janganlah mereka memasukkan seseorang di tempat kalian (rumah kalian) sedang kalian membencinya. Jika mereka (perempuan) melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak merendahkan diri kalian. Bagi mereka kewajiban kalian untuk memberikan nafkah dan pakaian dengan baik."
"Aku telah tinggalkan kepada kalian sesuatu yang kalian tidak akan tersesat apabila berpegang padanya, yaitu kitabullah. Kalian akan ditanya tentang aku maka apa yang akan kalian katakan?"
Mereka berkata: "Kami menyaksikan bahwa engkau telah menyampaikan, melaksanakan, dan menasehati." Rasulullah berkata dengan jari telunjuk diacungkan ke langit dan menunjuk kepada orang-orang sambil berucap: "Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah."
Setelah selesai mengerjakan Haji Wada, beliau menerima wahyu terakhir. Wahyu tersebut adalah surah Al-Maidah ayat 3,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Ḥurrimat 'alaikumul-maitatu wad-damu wa laḥmul-khinzīri wa mā uhilla ligairillāhi bihī wal-munkhaniqatu wal-mauqūżatu wal-mutaraddiyatu wan-naṭīḥatu wa mā akalas-sabu'u illā mā żakkaitum, wa mā żubiḥa 'alan-nuṣubi wa an tastaqsimū bil-azlām(i), żālikum fisq(un), al-yauma ya'isal-lażīna kafarū min dīnikum falā takhsyauhum wakhsyaun(i), al-yauma akmaltu lakum dīnakum wa atmamtu 'alaikum ni'matī wa raḍītu lakumul-islāma dīnā(n), fa maniḍṭurra fī makhmaṣatin gaira mutajānifil li'iṡm(in), fa innallāha gafūrur raḥīm(un).
Artinya: "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu sembelih. (Diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala. (Demikian pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Oleh sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(inf/inf)












































Komentar Terbanyak
MUI: Nikah Siri Sah tapi Haram
Daftar Besaran Biaya Haji Reguler 2026 Tiap Embarkasi Daerah
Menag: Orang Arab Harus Belajar Islam di Indonesia