Kemenag Soroti Kebijakan Haji Arab Saudi yang Kian Dinamis, Indonesia Dituntut Gercep!

Kemenag Soroti Kebijakan Haji Arab Saudi yang Kian Dinamis, Indonesia Dituntut Gercep!

Hanif Hawari - detikHikmah
Rabu, 30 Jul 2025 10:15 WIB
Dirjen Penyelengaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief.
Dirjen PHU Kemenag, Hilman Latief (Foto: Dwi Rahmawati/detikcom)
Jakarta -

Pelaksanaan ibadah haji tak hanya soal kesiapan jemaah dan panitia di Tanah Air. Lebih dari itu, Indonesia wajib "satu frekuensi" dengan Arab Saudi.

Demikian penekanan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1446 H/2025 M di Tangerang, Selasa (29/7/2025).

"Isu penting yang ingin saya soroti adalah inter-state regulation, bahwa penyelenggaraan haji tidak cukup hanya mengacu pada regulasi nasional, tapi juga harus selaras dengan kebijakan yang berlaku di Arab Saudi," kata Hilman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Hilman, kebijakan haji dan umrah yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi pasca-pandemi COVID-19 mengalami perubahan signifikan. Perubahan ini secara langsung berdampak pada tata kelola haji di negara-negara pengirim jemaah, termasuk Indonesia. Hal ini terlihat dari layanan haji yang semakin melibatkan sektor swasta dengan campur tangan kebijakan pemerintah Saudi.

ADVERTISEMENT

Hilman menjelaskan, sejak 2022, Arab Saudi memperkenalkan sistem layanan berbasis Muassasah. Setahun berselang, muncul nomenklatur baru Syarikah, yang kala itu karakternya masih mirip Muassasah.

Aturan baru tentang Syarikah ini mulai diterapkan penuh pada 2024. Di mana satu perusahaan hanya boleh melayani maksimal 100.000 jemaah.

"Tahun ini, Saudi membuka lebih banyak syarikah, termasuk yang non-muassasah, untuk melayani jemaah dari berbagai negara," terang Hilman.

Tak hanya itu, kejutan lain menanti di 2026. Hilman membeberkan kemungkinan diberlakukannya sistem multisyarikah terbatas. Artinya, misi haji dengan jumlah jemaah di atas 100.000 bisa dilayani oleh lebih dari dua syarikah, tentunya dengan izin khusus dari Kementerian Haji Arab Saudi (Kemenhaj).

Dinamika kebijakan yang terus bergulir ini menuntut kesiapan dan sinergi yang kuat, baik di dalam maupun luar negeri. Di dalam negeri, Hilman menekankan pentingnya kolaborasi erat antara Kemenag dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Pemda, TNI/Polri, maskapai penerbangan, otoritas bandara, perguruan tinggi, pondok pesantren, penyedia katering, hingga ormas Islam.

Sementara itu, di kancah internasional, koordinasi dengan pihak-pihak di Arab Saudi juga harus diperkuat. Sebut saja GACA (General Authority of Civil Aviation), rumah sakit, rumah pemotongan hewan, SFDA (Saudi Food and Drug Authority), serta para penyedia layanan (syarikah) di Arab Saudi.

Rakernas Evaluasi Haji 2025 yang berlangsung empat hari (28-31 Juli 2025) ini menjadi forum strategis. Dihadiri oleh Badan Penyelenggara (BP) Haji, Komisi VIII DPR RI, Kedutaan Besar Arab Saudi, Kementerian/Lembaga terkait, BPKH, serta Kanwil Kemenag se-Indonesia, forum ini diharapkan mampu merumuskan arah kebijakan penyelenggaraan haji yang lebih sinergis dan berkelanjutan di masa mendatang.




(hnh/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads