Tahun ini, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan menerapkan skema murur untuk mabit di Muzdalifah. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kepadatan saat puncak haji 2024.
"Tahun ini kita akan terapkan skema murur untuk mabit di Muzdalifah. Kebijakan ini kita terapkan setelah menimbang kondisi spesifik terkait potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah," ujar Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kemenag Subhan Cholid di Makkah, dalam keterangan persnya, dikutip Kamis (6/6/2024).
Skema murur diterapkan sebagai upaya menjaga keselamatan jemaah haji dari potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah. Dengan cara murur, mabit di Muzdalifah tetap bisa terlaksana meskipun hanya di atas mobil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Skema murur ini menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia," lanjut Subhan.
Murur adalah mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah setelah menjalani wukuf di Arafah. Saat melewati kawasan Muzdalifah, jemaah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda di Mina.
Skema murur diterapkan karena area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia hanya seluas 82.350 m². Pada tahun 2023, area ini ditempati oleh sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab.
Sementara itu, sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) menempati area Mina Jadid. Untuk itu, setiap jemaah hanya mendapatkan ruang atau tempat sekitar 0,45 m² di Muzdalifah.
"Ini saja sudah sangat sempit dan padat," jelas Subhan.
Pada 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati oleh jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah.
Padahal, tahun ini ada pembangunan toilet yang mengambil ruang seluas 20.000 m² di Muzdalifah. Dengan demikian, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah, jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, adalah 82.350 m² - 20.000 m² = 62.350 m²/213.320 = 0,29 m² per jemaah.
"Tempat atau space di Muzdalifah menjadi semakin sempit dan ini berpotensi kepadatan luar biasa yang jika dibiarkan akan dapat membahayakan jemaah. Sebab itulah kita akan menerapkan skema murur saat mabit di Muzdalifah," terang Subhan.
Hal ini tidak hanya dialami oleh jemaah haji Indonesia. Jemaah dari berbagai negara pun juga mengalami hal demikian.
Sebab, tempat yang tersedia di Muzdalifah memang dibagi rata sesuai jumlah jemaah di tiap negara. Oleh sebab itu, skema murur juga diterapkan oleh sebagian besar jemaah haji asal Turki dan Afrika.
Keputusan ini sejalan dengan hasil musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama. Mereka berpendapat bahwa Kepadatan jemaah di area Muzdalifah dapat dijadikan alasan kuat sebagai uzur untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah.
Artinya, haji tetap sah dan tidak terkena kewajiban membayar dam. Sebab, kondisi jemaah yang berdesakan berpotensi menimbulkan mudharat/masyaqqah dan mengancam keselamatan jiwa jemaah.
"Menjaga keselamatan jiwa (hifdu an-nafs) pada saat jemaah haji saling berdesakan termasuk uzur untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah," tukas Subhan mengutip salah satu kesimpulan musyawarah Syuriah PBNU.
(hnh/rah)
Komentar Terbanyak
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Daftar 50 SMA Terbaik di Indonesia, 9 di Antaranya Madrasah Aliyah Negeri
Laki-laki yang Tidak Sholat Jumat, Bagaimana Hukumnya?