Makkah-Madinah Dinilai Zona Illahiah, Ini Alasannya

Kabar Haji 2024

Makkah-Madinah Dinilai Zona Illahiah, Ini Alasannya

Sudrajat - detikHikmah
Kamis, 16 Mei 2024 14:01 WIB
General view of muslims performing evening prayers at the Grand Mosque during the holy month of Ramadan, in the holy city of Mecca, Saudi Arabia, March 31, 2024. Saudi Press Agency/Handout via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS PICTURE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY
Masjidil Haram, Makkah. Foto: via REUTERS/SAUDI PRESS AGENCY
Jakarta -

Kota Makkah dan Madinah merupakan zona Illahiah yang memiliki aura spiritual paling nyata. Dua kota utama itu hanya dapat dijangkau oleh mereka yang memiliki kekuatan iman. Oleh mereka yang yakin kepada Allah SWT bahwa kehidupan di akhirat kelak itu nyata.

Mereka yang menginjakkan kaki di Makkah dan Madinah adalah orang-orang terpilih karena mampu melawan ego dari godaan iblis. Sebab iblis tidak pernah ridho bila ada muslim yang mendekat kepada Allah SWT.

"Dia menjadi penjegal utama bagi setiap muslim yang berniat untuk haji atau umrah. Dibisikkannya berbagai perasaan was-was. Cemas bisnis atau karirnya akan terganggu bila ditinggalkan lama untuk menunaikan ibadah haji," tutur Ustaz Ismail Marzuki saat berbincang dengan detikHikmah di Wisma Maktour, Selasa (14/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama di sana, ia melanjutkan, setiap jemaah akan merasakan langsung campur tangan Allah SWT. Jangankan terkait sikap dan perbuatan, hal-hal yang cuma terlintas di dalam batin pun sering kali langsung terjadi.

Biasanya, kata Ismail, para jemaah yang bersikap rendah hati, sadrah kepada Illahi Robbi, menjalani segenap tahapan ibadah haji dengan lancar dan ringan. Sebaliknya mereka yang kritis, dan lebih suka mempersoalkan hal-hal yang tak perlu justru akan menjumpai berbagai hambatan. "Jadi mereka yang bersikap nrimo, ikhlas, sadrah itu yang dimudahkan Allah SWT," ujarnya.

ADVERTISEMENT
Manasik Haji MaktourMuthowif Maktour Ustaz Ismail Marzuki. Foto: Ardhi Suryadi

Alumnus King Fahd University of Petroleum & Minerals itu memiliki kesimpulan tersebut dari pengalamannya selama lebih dari 20 tahun berkecimpung melayani urusan haji dan umrah. Selama menjadi mahasiswa di Arab Saudi, 2000-2007, lelaki kelahiran Bandung pada 10 April 1982 itu telah ikut membantu melayani para jemaah haji dan umrah melalui Biro Maktour.

Ibadah haji, kata Ismail, sepenuhnya merupakan prerogatif Allah SWT. Jemaah yang mampu menunaikannya bukan diukur dari banyaknya materi, tingginya jabatan, atau banyaknya relasi dengan penguasa melainkan semata karena Allah SWT menghendakinya, mengundangnya.

Dia menjumpai banyak contoh, seperti pengusaha kaya raya yang batal berhaji meski sudah tiba di Madinah karena tiba-tiba sakit dan harus kembali ke Jakarta. Ada pula pensiunan jenderal yang pada hari keberangkatan memutuskan batal berangkat karena sakit. Atau kejadian yang menimpa seorang atlet nasional bola volley yang tiba-tiba merasa tak berdaya setelah melaksanakan tawaf. "Rupanya dia sempat membatin, sebagai atlet dirinya akan sangat mampu tujuh kali mengelilingi Ka'bah," tutur Ismail.




(jat/kri)

Hide Ads