Jika Allah SWT berkehendak, di musim haji tahun ini Prof Ahmad Thib Raya akan menunaikan ibadah haji untuk yang ke-24 kalinya. Dari jumlah itu, cuma yang pertama dan kedua (1993 - 1994) dia ke tanah suci dengan merogoh biaya dari koceknya sendiri. Selebihnya dia ke Baitullah secara gratis karena sekaligus bertindak sebagai muthowif (pemandu Jemaah).
"Saya semula di Tiga Utama milik H. Ande Abdul Latif. Ketika Tiga Utama tutup di awal reformasi karena krisis ekonomi, saya diajak Prof Umar Shihab bergabung ke Maktour," ungkap Prof Thib saat berbincangn dengan detikHikmah beberapa waktu lalu.
Kala itu, dosen Bahasa Arab di UIN Syarif Hidayatullah itu masih menjadi asisten Prof Umar. Kakak kandung ahli tafsir, Prof Quraish Shihab itu dikenal sebagai pemikir Islam yang menulis sejumlah buku. Umar antara lain menulis buku bertajuk "Beda Mazhab - Satu Islam" dan "Kapita Selekta Mozaik Islam: Ijtihad, Tafsir dan Isu isu Kontemporer".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Umar dan Quraish, kata Thib, kala itu turut aktif sebagai muthowif di Maktour kala itu adalah 'Dai Sejuta Umat' KH Zainudin MZ. "Sejak beberapa tahun lalu Pak Quraish tak aktif lagi dan Kiai Zainudin dilanjutkan putra sulungnya, Fikri Haikal," kata lelaki kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat pada 21 April 1955 itu.
Hubungan di antara mereka selama bertugas terjalin layaknya keluarga. Begitu juga dengan para Jemaah. Namun sebagai senior, Prof Umar Shihab yang paling disegani oleh semua muthowif. Thib mencontohkan, ketika rehat usai wukuf di Arafah para ustaz seperti biasa duduk meriung sambil bercengkerama. Tiba-tiba Kiai Zainudin melontarkan jokes yang membuat para muthowif yang mendengarnya tertawa-tawa.
"Beliau katakan, setiap lelaki dewasa boleh beristri satu, tak boleh lebih. Tapi satu di Jakarta, satu Tangerang, satu di Depok, satu di Bogor. Tentu kami para ustaz yang mendengar sontak tertawa dibuatnya," kenang Thib. Sejurus kemudian Prof Umar Shihab dengan penuh wibawa mengingatkan agar setiap ustaz berhati-hati menyampaikan kata-kata. "Otomatis kami semua pun langsung terdiam," imbuhnya.
Di momen lain, Prof Thib mengaku sempat berbeda pendapat dengan seniornya itu. Alkisah, ada Jemaah perempuan yang hamil muda dan keguguran menjelang wukuf di Arafah. Agar hajinya sah, si ibu akhirnya menuju Arafah dengan bantuan ambulans. Saat akan kembali diketahui bila si ibu ini belum melakukan sa'i dan tawaf ifada yang juga merupakan rukun haji.
Prof Umar Shihab berpendapat si Ibu sebaiknya mengulangi hajinya tahun depan atau di kesempatan lain, karena tawaf dan sa'I masuk rukun haji. Sedangkan dia tak mungkin melakukan kedua rukun tersebut karena dalam kondisi tidak suci sehingga haram memasuki Masjidil Haram. "Saya yang mendengar hal tersebut sempat membatin, 'apa iya hukumnya sekeras dan sekaku itu,".
Akhirnya Thib berkeliling toko buku mencari kitab rujukan soal haji. Dia kemudian menemukan sebuah buku yang berisi pendapat Imam Hanafi bahwa orang yang nifas atau haid ketika mendesak dia pulang, boleh melakukan tawaf. Caranya, dia harus mandi suci seperti nifas dan haidnya telah selesai. Tempat keluarnya darah harus ditutup dengan pembalut agar darahnya tidak menetes di pelataran Ka'bah. Setelah selesai lalu membayar dam atau denda berupa unta. Prof Umar lalu menugaskan Thib untuk menyampaikan hal itu kepada si ibu.
Si ibu senang bukan main, tapi terkait dam dia mengaku sudah kehabisan uang. Prof Umar pun menyarankan agar manajemen Tiga Utama memberikan pinjaman.
"Saya tidak tahu apakah si ibu sudah melunasi utangnya atau belum, karena Tiga Utama juga sudah lama bubar," tutur Prof Thib.
Sebagai muthowif senior menilai reputasi yang kini diraih Maktour terkait erat dengan manajemen pelayanan yang sangat prima. Selama perjalanan mulai dari Jakarta ke bandara hingga tiba di tujuan, seperti Jeddah, Mekkah, Madinah para staf Maktour melayani Jemaah dengan sangat baik. Untuk urusan imigrasi di bandara, misalnya, bila yang lain bisa menunggu antrean cukup lama tapi tidak demikian dengan Maktour.
Manajeman pengaturan ibadah dan mobilisasi jemaah diatur sedemikian rupa. Para petugas dan staf selalu hadir di tengah jemaah dalam setiap kondisi, terutama saat umrah wajib dan ibadah wajib lainnya.
"Saat tawaf (mengelilingi Ka'bah 7 kali), misalnya, ada 3-5 petugas dalam setiap rombongan, sebagai pembimbing doa, pendamping di kiri-kanan dan depan-belakang sehingga Jemaah dapat mudah berkoordinasi bila ada keperluan mendesak seperti berwudhu karena batal di tengah jalan," tutur Prof Thib.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
PBNU Kritik PPATK, Anggap Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Serampangan