Di tengah isu kenaikan biaya haji 2024, Kementerian Agama (Kemenag) menggelar kajian Istitha'ah keuangan di Ciledug, Tangerang, Banten. Acara berjalan selama tiga hari mulai dari tanggal 15-17 November 2023.
Mengutip laman Kemenag, Kamis (16/11/2023), Direktur Bina Haji, Arsad Hidayat mengumpulkan beberapa tokoh organisasi Islam untuk mendiskusikan masalah istithaah keuangan bagi jemaah haji. Mulai dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Al-Washliyah, Persatuan Islam, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), serta Asosiasi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus.
Arsad Hidayat menyebut, istitha'ah keuangan (maliyah) memiliki peran yang sangat krusial dalam pelaksanaan Ibadah Haji. Menurutnya, tidak mampunya jemaah secara finansial dapat menggugurkan kewajiban ibadah hajinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan sampai jemaah memaksakan diri melalui dana talangan padahal dia tidak mampu. Ini juga menjadi salah satu penyebab tambah panjangnya antrian jemaah haji," ujar Arsad saat diskusi.
Arsad menganggap penting untuk memperhatikan hal ini. Sebab ia menduga masih ada praktik pemberian dana talangan yang dilakukan oleh lembaga keuangan dengan alasan membantu jemaah mendaftar haji.
Padahal, mungkin saja jemaah tersebut tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai. Model pemberian dana talangan ini juga akhirnya menyebabkan daftar antrian haji menjadi semakin panjang.
Maka dari itu, merumuskan istitha'ah finansial juga memiliki kepentingan. Sebagai pertimbangan untuk menciptakan komposisi yang lebih adil antara biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang dibayarkan langsung oleh jemaah dan biaya haji yang berasal dari nilai manfaat.
"Sebagaimana kesehatan, kemampuan secara finansial juga menjadi syarat penting bagi jemaah haji. Ini perlu dirumuskan agar bisa dipahami jemaah. Sehingga bagi jemaah yang tidak mampu secara finansial tidak perlu memaksakan," lanjutnya.
Seperti yang diketahui, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) berasal dari beberapa sumber, termasuk Bipih yang dibayar oleh jemaah dan nilai manfaat dari setoran awal. Contohnya, BPIH tahun 2023 memiliki rata-rata sebesar Rp90.050.637,26. Angka ini terdiri dari Bipih yang harus dibayar langsung oleh jemaah sebesar Rp49.812.700,26 (55,3%), sementara sisanya sebesar Rp40.237.937 (44,7%) diambil dari nilai manfaat.
"Komposisi antara Bipih dan Nilai Manfaat harus dirumuskan secara lebih berkeadilan. Sebab, nilai manfaat setoran awal juga menjadi hak jemaah yang masih dalam antrean. Rumusan istitha'ah keuangan ini penting sebagai pertimbangan dalam menetapkan komposisi tersebut," imbuh Arsad.
Arsad melanjutkan, bahwa pemerintah sangat memperhatikan formulasi komposisi pembiayaan haji yang adil. Perhitungan komposisi Bipih dan nilai manfaat harus mempertimbangkan aspek keadilan.
Dengan kata lain, setiap jemaah haji harus mendapatkan bagian yang adil dari nilai manfaat setoran awalnya. Tindakan ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan nilai manfaat yang merupakan hak setiap jemaah yang masih berada dalam antrian.
Melalui diskusi ini, Arsad berharap dapat terbentuk sebuah perspektif Fiqh tentang Istithaah Finansial sekaligus melakukan kajian terhadap komposisi pembiayaan haji yang lebih adil.
"Penghitungan komposisi BPIH harus dihitung betul dan secermat mungkin, agar dapat memberikan kemanfaatan tidak hanya buat jemaah haji yang berangkat saat ini tapi juga mereka yang akan berangkat di tahun-tahun ke depan," tukasnya.
Kasubdit Bimbingan Jemaah Khalilurrahman menambahkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengkategorisasi istitha'ah dari segi keuangan, dengan tujuan menjaga stabilitas nilai manfaat keuangan haji agar lebih adil dan berkelanjutan.
"Saya berharap kegiatan ini melahirkan rekomendasi untuk membuat kebijakan terkait keberlangsungan nilai manfaat," tuturnya dalam kesempatan yang sama.
(hnh/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Guru Madin Dituntut Rp 25 Juta, FKDT Sayangkan Sikap Wali Murid