Pergi haji menjadi ibadah yang selalu dinanti setiap umat muslim. Bagaimana hukumnya jika panggilan haji datang kepada seorang ibu yang tengah hamil?
Dalam hal beribadah, Allah SWT tidak membeda-bedakan kewajiban manusia entah itu laki-laki maupun perempuan. Selama hamba-Nya mampu melaksanakan ibadah dan memenuhi syarat, maka hal tersebut diperbolehkan.
Namun, bagi seorang perempuan apalagi yang tengah hamil mendapatkan persoalan lain yang akan membuat dirinya gugur dari kewajiban beribadah, misalnya saat haid dan nifas setelah melahirkan. Keadaan tersebut membuat ibu hamil dilanda dilema apakah boleh mengerjakan ibadah haji atau tidak. Bagaimana penjelasannya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Ibu Hamil Melaksanakan Haji
Pada dasarnya hamil adalah fitrah perempuan muslim sebagai pengemban tugas reproduksi. Secara aturan syar'i, tidak ada larangan bagi perempuan hamil untuk melaksanakan ibadah haji maupun umrah. Namun, karena beratnya ibadah haji, ibu hamil tidak dianjurkan untuk berhaji selama masa kehamilan.
Komplikasi seperti keguguran (pendarahan), kelelahan, tertular penyakit, dan hal-hal rentan lainnya dapat membuat ibadah tidak optimal dan dikhawatirkan akan merepotkan baik bagi ibu hamil tersebut maupun orang lain.
Dikutip dari buku Kiat Sehat Berhaji dan Umroh yang ditulis oleh Dr. Hj. Sintha U dan Dr. H. Wawan, beberapa maskapai penerbangan tidak mengizinkan penumpang ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 36 minggu dan mengharuskan adanya surat dokter untuk usia kehamilan 28-36 minggu. Pelarangan tersebut dilakukan bukan karena penerbangan berbahaya bagi janin, tetapi untuk menghindari terjadinya risiko seperti persalinan di dalam pesawat.
Menunda Haji karena Kehamilan
Melansir buku Fikih Wanita Hamil yang disusun oleh Yahya Abdurrahman al-Khatib, definisi kemampuan seseorang dalam berhaji adalah kemampuan untuk sampai ke Makkah. Al-Mawardi beranggapan bahwa orang yang tidak dapat sampai ke Baitullah kecuali dengan kesulitan yang besar, maka dia adalah orang yang diberi keringanan oleh Allah.
Lebih lanjut, dia juga tidak wajib melaksanakan haji, kecuali dengan syarat yang disebutkan dalam penjelasan Rasulullah SAW, yaitu dengan syarat adanya sabil (kesehatan). Bahkan, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 185 terkait kemudahan dalam beribadah,
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
Sementara itu, dari Ibnu Zaid, dia berkata, "Orang yang mempunyai kekuatan dalam nafkah, fisik, dan biaya kendaraan." Dia berkata, "Jika di dalam tubuhnya terdapat sesuatu yang membuatnya tidak mampu berhaji, maka dia tidak wajib berhaji."
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, seorang ibu hamil yang membawa anaknya di dalam perutnya tentu tidak memiliki kewajiban untuk berhaji. Apabila sudah berniat melaksanakan haji tetapi ternyata tidak mampu disebabkan kondisi kehamilannya, tidak ada salahnya untuk menunda haji.
Namun, apabila ibu hamil tersebut berada dalam kondisi badan yang prima, maka hukumnya menjadi mubah atau boleh. Dengan catatan, sudah berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga medis, mendapatkan izin dari suami, dan mampu untuk menjaga dirinya dan bayi di dalam kandungannya selama beribadah haji.
Aturan Berhaji Bagi Ibu Hamil
Merangkum buku Paling Lengkap & Praktis Fiqih Wanita yang disusun oleh Atiqah Hamid, terdapat aturan-aturan khusus yang perlu dipenuhi bagi seorang ibu hamil agar dapat melaksanakan ibadah haji dengan tenang.
Kriteria-kriteria berikut harus terpenuhi agar tidak membahayakan ibu dan janinnya. Beberapa hal di antaranya:
1. Wanita yang akan menunaikan ibadah haji dan umrah dikatakan hamil setelah melalui proses pemeriksaan dokter sesuai dengan tahapannya
2. Wanita hamil boleh menunaikan ibadah haji dan umrah melalui persyaratan, yakni:
a. Sebelum berangkat, wanita hamil maupun yang belum diketahui hamil harus divaksinasi meningitis. Masa berlakunya adalah sampai dengan 2 tahun
b. Umur kehamilan yang diperbolehkan untuk menunaikan ibadah haji dan umrah ialah pada usia 14-26 minggu, hal ini berkaitan dengan kesehatan dalam penerbangan
c. Wanita hamil tidak memiliki risiko tinggi, baik ibunya maupun anaknya, dan menyertakan surat keterangan pemeriksaan oleh dokter kandungan maupun ahli kebidanan
d. Wanita hamil harus mengisi surat pernyataan terkait kemungkinan apabila melahirkan di sana, seperti bersedia menanggung biaya persalinan dan biaya perjalanan pulang sendiri
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ibu hamil boleh melaksanakan ibadah haji atau umrah jika mampu, sebagaimana halnya perempuan muslim lain yang tidak hamil. Apabila tidak ada hal-hal yang menghalanginya, mampu, berhaji tanpa ada masyaqah (kegelisahan) yang serius, maka haji atau umrah tersebut tetap sah sesuai dengan kesanggupannya.
Itulah penjelasan hukum haji bagi ibu hamil. Adapun pada implementasi aturan yang berlaku masing-masing negara dalam memberangkatkan jemaahnya berbeda-beda. Di Indonesia sendiri, ibu hamil sebaiknya tidak berhaji sebab risiko yang ditanggung sangatlah besar.
(dvs/dvs)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi