Dalam beribadah, Allah SWT tidak pernah membebani hamba-Nya. Sejumlah keringanan diterapkan agar kaum muslimin tetap bisa beribadah dan menghadap Allah, termasuk bagi jemaah lanjut usia atau lansia dalam melakukan ibadah haji.
Keringanan beribadah itu disebut dengan rukhsah. Dasar mengenai adanya rukhsah tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 185,
... يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ...
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "... Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran ..."
Begitu pula ketika mengerjakan ibadah haji, khususnya bagi jemaah lansia. Mereka dapat mengerjakan ibadah sesuai kemampuan dan kesanggupannya. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata Nabi SAW bersabda:
"Tinggalkanlah aku apa yang seharusnya kalian tinggalkan, sungguh terjadinya kebinasaan orang-orang sebelum kamu karena mereka banyak pertanyaan dan perselisihan mereka atas para Nabi mereka. Maka ketika aku perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu laksanakanlah sesuai kesanggupannya, dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu maka tinggalkanlah." (HR Muslim)
Lantas, apa saja keringanan atau rukhsah yang diberikan bagi para jemaah haji lansia? Berikut pembahasannya sebagaimana dinukil dari Solusi Hukum Manasik Jamaah Udzur susunan Ahmad Kartono.
9 Keringanan bagi Jemaah Haji Lansia
1. Niat Ihram Bersyarat
Sebagai langkah antisipasi terjadinya halangan dalam perjalanan haji, terutama bagi para jemaah yang lansia, risiko tinggi dan mereka yang fisiknya lemah dianjurkan ketika niat ihram dengan bersyarat.
Menukil dari buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah untuk Lansia terbitan Kementerian Agama (Kemenag RI), niat ihram bersyarat atau isytirat adalah niat yang disertai dengan syarat akan membatalkan ihram haji atau umrah ketika terhalang suatu kesulitan. Menurut Ibn Qudamah dalam kitab al-Mughni, ihram bersyarat memiliki sejumlah manfaat.
Pertama, jika jemaah yang sedang ihram terhalang karena ada musuh, sakit, kehilangan perbekalan dan harta atau sejenisnya, jemaah bisa melakukan tahallul. Kedua, ketika dia tahallul dalam kondisi ihram bersyarat, maka baginya tidak dikenakan dam dan puasa.
Dalil mengenai ihram bersyarat didasarkan pada perintah Nabi Muhammad SAW kepada Dhuba'ah binti Zubair dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Dari Aisyah, dia berkata Nabi SAW datang ke rumah Dhuba'ah binti Zubair bin Abdul Muthalib.
Lalu, Dhuba'ah pun berkata, "Ya Rasulullah, aku bermaksud hendak menunaikan ibadah haji, tetapi aku sakit, bagaimana itu?"
Maka Rasulullah SAW pun bersabda, "Berhajilah dan syaratkan dalam niatmu akan tahallul (berhenti) jika tak sanggup meneruskannya karena sakit."
2. Boleh Thawaf saat Najis
Thawaf yang dikerjakan oleh jemaah haji lansia yang terkena najis, seperti menderita sakit wasir, beser, istihadhah atau darah keluar terus di luar masa haid bagi wanita, buang angin terus-menerus, tetap dianggap sah dan tidak dikenakan sanksi.
3. Thawaf dengan Kursi Elektrik atau Skuter
Hukum thawaf menggunakan kursi elektrik atau skuter bagi jemaah haji yang uzur termasuk lansia dibolehkan oleh tiga ulama mazhab. Namun, bagi jemaah haji tanpa uzur, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama fuqaha.
Mazhab Syafi'i menyebut tidak dilarang orang yang tanpa uzur melaksanakan thawaf dengan naik kendaraan, sekalipun dipandang kurang utama.
Sementara mazhab Hanafi menuturkan bahwa thawaf wajib dengan berjalan kaki kecuali dalam keadaan uzur, jika dilakukan tanpa ada uzur tentu harus mengulang tawaf selagi masih di Makkah. Namun, jika sudah kembali di Tanah Air, ia harus membayar dam, begitupun dengan orang yang tawafnya ditandu, didorong, atau digendong.
Adapun, mazhab Maliki memandang tidak boleh thawaf dengan menaiki kendaraan, kursi atau skuter kecuali karena uzur.
4. Tidak Perlu Salat Tiap Waktu di Masjidil Haram
Keringanan lainnya bagi jemaah haji lansia, risiko tinggi, dan difabel ialah tidak memaksakan diri salat setiap waktu di Masjidil Haram. Ini dimaksudkan agar mereka bisa tetap menjaga kesehatan untuk menghadapi puncak ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, dan melontar jumrah.
Jemaah lansia boleh mengerjakan salat di hotel atau masjid terdekat dengan hotel. Sebab, pahala salat di seluruh tanah haram Makkah sama dengan pahala salat di Masjidil Haram. Melalui kitab Akhbaru Makkah, Ibnu Abbas menjelaskan, "Seluruh tanah haram Makkah adalah Masjidil Haram."
Dr Wahbah az Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami mengemukakan, para ulama seperti Imam Nawawi dan Zarkasyi menyatakan bahwa tanah haram Makkah sama seperti Masjidil Haram dalam pelipatgandaan pahala salat bahkan seluruh ketaatan kepada Allah.
5. Keringanan Sa'i
Bagi jemaah haji yang mengalami halangan atau kesulitan karena kondisi fisiknya sehingga tidak dapat menyelesaikan sa'i sebanyak 7 kali perjalanan, maka ada sebuah solusi yang dikemukakan oleh Imam Hanafi. Menurutnya, jika sa'i hanya 4 perjalanan atau lebih, maka hajinya sah namun wajib membayar Dam.
Namun, apabila sa'i hanya 3 perjalanan atau kurang dari itu, ia diwajibkan membayar denda setiap satu perjalanan sebesar 1,2 kg beras.
6. Tidak Diwajibkan Mabit di Muzdalifah
Bagi lansia, kewajiban mabit di Muzdalifah bisa gugur. Meski termasuk ke dalam wajib haji, dalam pengerjaannya, sering kali ada berbagai halangan yang tidak dapat dihindari, seperti seluruh jalan menuju Muzdalifah dalam keadaan macet total, dampaknya menyebabkan jemaah tersesat atau terpisah rombongan, hingga sakit.
Karenanya, jemaah lansia dan risiko tinggi yang mengalami kesulitan untuk mabit di Muzdalifah menjadi gugur kewajibannya. Dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, dia menceritakan Rasulullah mengizinkan dirinya tidak mabit,
"Saudah adalah seorang wanita yang gemuk, lamban, dan susah bergerak, lalu dia minta izin kepada Rasulullah SAW untuk bertolak meninggalkan mabit di Muzdalifah, kemudian beliau mengizinkan kepadanya, dan saya (Aisyah) sangat senang permintaan izin Saudah untuk tidak mabit dipenuhi oleh Nabi SAW, lalu beliau pun mengizinkan kepada saya." (HR As-Syaikhoni dan Ahmad).
7. Tidak Diwajibkan Mabit di Mina
Bagi jemaah yang uzur, sakit, lansia, berisiko tinggi, demensia, dan difabel diberi keringanan untuk tidak mabit di Mina. Kewajiban mabit di Mina menjadi gugur seperti mabit di Muzdalifah, ini dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab al Kafi Jilid 1.
8. Diwakili saat Melontar Jumrah
Melontar jumrah hukumnya wajib. Bagi jemaah haji lansia, maka lontar jumrah dapat diwakilkan kepada orang lain, baik keluarganya, ketua rombongan, atau dengan mengupah kepada orang yang mau membadalkannya.
9. Tidak Diwajibkan Thawaf Wada'
Kewajiban thawaf wada atau thawaf perpisahan bagi jemaah haji lansia dapat gugur. Dalam Kitab al-Ifshah 'ala Mashail al-Idhah dijelaskan tentang sabda Rasulullah SAW dari Ibnu Abbas RA, yaitu:
"Mereka yang termasuk mendapat keringanan seperti orang yang sedang dalam keadaan haid yaitu: wanita yang nifas, wanita yang istihadhah (keluar darah penyakit), orang yang kencing terus-menerus (beser), anak kecil, orang yang dalam keadaan lemah, orang yang kena luka darahnya keluar terus menerus yang tidak mungkin dia masuk ke dalam masjid, orang yang dalam tekanan/paksaan, orang yang takut dari perbuatan orang dzalim, dan orang yang tertinggal dari rombongannya. Mereka itulah orang-orang yang tergolong berhalangan (udzur syar'i) sehingga tidak wajib melaksanakan tawaf wada' dan gugur dari kewajiban membayar Dam dan mereka tidak berdosa." (HR Bukhari dan Muslim)
Demikian pembahasan mengenai keringanan bagi jemaah haji lansia. Semoga membantu.
(aeb/rah)
Komentar Terbanyak
Ketum PBNU Gus Yahya Minta Maaf Undang Peter Berkowitz Akademisi Pro-Israel
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal