Membayar Dam, Denda Pelanggaran dalam Ibadah Haji atau Umrah

Membayar Dam, Denda Pelanggaran dalam Ibadah Haji atau Umrah

Nilam Isneni - detikHikmah
Rabu, 10 Mei 2023 14:00 WIB
Mecca Kaaba
Ilustrasi membayar dam dalam ibadah haji atau umrah. Foto: Getty Images/iStockphoto/prmustafa
Jakarta -

Haji dan umrah adalah ibadah yang pelaksanaannya telah diatur dalam syariat. Apabila melanggar salah satu ketentuan yang berkenaan dengan ibadah tersebut, maka akan dikenakan denda.

Denda karena melanggar salah satu ketentuan yang berkenaan dengan ibadah haji atau umrah disebut dam.

Mengutip Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu Juz 3 karya Wahbah az-Zuhaili, dam dapat juga disebut sebagai nusuk, namun dalam istilah dapat juga disebut sebagai hadyu. Hadyu ini merupakan hewan yang disembelih, seperti kambing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu dikarenakan kaum muslimin berijtimak bahwa kambing sah sebagai fidyah mencukur rambut, memotong kuku, dan sejenisnya.

Dalam hal ini semua mazhab juga sepakat bahwa yang sah untuk dijadikan hadyu adalah hewan yang sah untuk kurban.

ADVERTISEMENT

Menurut mazhab Syafi'i hadyu ini dinaskan ada empat macam yaitu dam tamattu', denda hewan buruan, fidyah menyingkirkan gangguan (misalnya bercukur), dan fidyah ihshar.

Sebab Membayar Dam

Merangkum detikHikmah, seseorang yang melanggar larangan dalam haji dan umrah wajib membayar dam.

Berdasarkan Mukhtashar Ihya' Ulumuddin karya Imam Ghazali dan diterjemahkan oleh Irwan Kurniawan, berikut adalah larangan dalam ibadah haji dan umrah beserta dendanya:

  1. Mengenakan kemeja, celana, sepatu, dan serban. Melainkan menggunakan sarung, selendang, dan sandal.
  2. Memakai wewangian. Jemaah haji dan umrah hendaknya menghindari segala jenis wewangian. Jika mengenakan wewangian dan pakaian yang dilarang, maka denda atau dam yang dikenai adalah seekor kambing.
  3. Mencukur rambut dan memotong kuku. Keduanya dikenakan fidyah yaitu dam seekor kambing.
  4. Tidak diperbolehkan bercampur dengan istri. Hal ini membatalkan sebelum tahallul pertama. Dam atau dendanya adalah seekor unta betina, atau seekor sapi, atau tujuh ekor kambing. Namun apabila dilakukan setelah tahallul, maka dam yang dikenai adalah seekor unta betina dan tidak membatalkan haji.
  5. Diharamkan juga segala hal yang merupakan pendahuluan berhubungan dengan istri atau bersentuhan dengan yang membatalkan wudhu. Damnya adalah seekor kambing.
  6. Membunuh binatang darat juga diharamkan. Maksudnya adalah binatang yang dimakan dagingnya atau hasil kawin silang antara binatang yang halal dan haram. Jika membunuh buruan maka dikenai dam dengan binatang serupa dengan memperhatikan lebih kurang dalam bentuknya.

Ketentuan Dam bagi Badal Haji

Dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu Juz 3 karya Wahbah az-Zuhaili, jika orang yang disuruh mewakili berhaji melakukan suatu perbuatan yang mengharuskan pembayaran dam (misalnya dengan menyembelih kambing) atau lainnya, maka dia yang menanggungnya.

Jika dia melakukan haji qiran atas nama si penyuruh dan pelaksanaannya sesuai dengan perintah orang ini, maka dam qiran ditanggung olehnya. Kesimpulannya, semua dam yang terkait dengan ihram ditanggung oleh harta si pelaksana haji, kecuali dam ihshar.

Dam ihshar ditanggung oleh harta orang yang diwakili berhaji sebab dialah yang memasukkan si pelaksana haji dalam tanggungan ini, maka dalam ihshar ini terhitung sejenis dengan biaya haji, dan ini ditanggung oleh harta orang yang diwakili berhaji.

Jika si pelaksana haji, yang mewakili orang lain berhaji, melakukan jimak sebelum wukuf di Arafah, hajinya rusak; tapi dia masih harus meneruskan hajinya dan nafkah diambil dari hartanya sendiri, serta dia harus mengganti harta orang yang diwakilinya yang sudah dipakainya sebelum kejadian itu, dan dia pun harus mengqadha haji ini dengan memakai hartanya sendiri.

Menurut mazhab Syafi'i apabila tidak ada kambing pada waktu pembayaran dam, maka dia wajib membayar penggantinya sama seperti dam tamattu' dan lainnya, yaitu makanan pokok yang senilai dengan harga kambing.

Jika dia tidak sanggup membeli makanan, dia boleh berpuasa sehari untuk setiap mudd, dan ini diibaratkan dengan dam yang wajib lantaran meninggalkan suatu perkara yang diperintahkan.

Secara ringkas, syarat-syarat wajibnya dam atas pelaksana haji tamattu' ada lima, yaitu:

1. Berihram umrah dalam bulan-bulan haji. Jika dia berihram umrah di luar bulan-bulan haji, dia bukan pelaksana haji tamattu'.

2. Melaksanakan haji pada tahun yang sama. Jika dia berumrah pada bulan-bulan haji tapi tidak berhaji pada tahun yang sama melainkan pada tahun berikutnya, dia bukan pelaksana haji tamattu'.

3. Tidak melakukan perjalanan jauh dalam tempo antara umrah dan hajinya sejauh jarak qashar salat. Menurut mazhab Syafi'i dan Ahmad, jika dia kembali ke miqat, dia tidak wajib membayar dam.

4. Bertahallul dari ihram umrah sebelum memulai ihram haji.

5. Dia bukan penduduk yang tinggal di sekitar Masjidil Haram.

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Kitab Zadul Ma'ad menjelaskan mengenai fungsi dam dalam haji tamattu'. Ia menjelaskan, menyembelihan kurban pada haji tamattu' merupakan ibadah tersendiri yang disengaja, dan merupakan kesempurnaan manasik. Fungsinya sebagai dam kesyukuran bukan untuk penyempurnaan.

Dalam hal ini, kata Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, kedudukannya sama dengan penyembelihan hewan kurban bagi yang tidak menunaikan ibadah haji.




(kri/kri)

Hide Ads