Pada 2019 lalu, seorang kawan mendapat undangan dari Pemerintah Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Bersama sejumlah kolega yang juga mendapat undangan kawan tersebut berangkat memenuhi undangan sang Raja.
Namun berbeda dengan jamaah lain, rombongan kawan tersebut tidak disertai oleh pembimbing haji yang akan menuntun selama menunaikan ibadah. Wal hasil saat berada di tanah suci mereka kebingungan terkait tahapan rukun haji juga bacaan yang akan dibaca ketika menunaikan rukun haji tersebut.
"Saya bingung, tidak tahu bacaan apa yang harus dibaca misalnya setelah ihram itu bagaimana. Setelah Sa'i itu melakukan apa," kata kawan tersebut suatu ketika setelah pulang ibadah haji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu-satunya cara yang dia lakukan ketika itu adalah berselancar di dunia maya. Siapa tahu menemukan materi tentang rukun dan bacaan saat ibadah haji. Dia kemudian memang menemukan konten-konten tersebut di dunia maya. Namun itu tak banyak, dan itu pun dia ragu untuk mengamalkannya. Walhasil dia merasa ibadah hajinya pada 2019 banyak kekurangannya.
Setiba di tanah air, dia kemudian menantang kami untuk membuat konten-konten Islami yang tidak hanya berisi tentang tuntutan haji tapi juga ibadah-ibadah lainnya. Sebuah ide yang menarik tapi juga menantang.
Menarik, karena memang harus diakui bahwa tingkat pencarian di internet tentang konten-konten ibadah cukup tinggi. Masyarakat yang kini berada di zaman digital merasa tidak perlu lagi membawa buku atau kitab-kitab tebal ke mana-mana untuk sekadar menghapal atau membaca doa tertentu, mengetahui rukun sebuah ibadah atau sekadar mengetahui kabar tentang situasi ibadah haji di tanah suci. Cukup dengan satu gawai di tangan dengan kuota paket internet atau menyambungkan ke WiFi di Hotel semua bisa terpenuhi.
Menantang, sebab kami adalah jurnalis. Setiap karya tulisan harus memegang teguh prinsip jurnalisme, baik ketika proses pencarian bahan maupun dalam penulisan artikel. Memadupadankan konten religi yang dicari oleh masyarakat melalui dunia maya dengan teknik penulisan jurnalisme tentu bukan perkara mudah. Tapi kami tak boleh menyerah.
Gagasan kawan yang mendapat inspirasi usai menunaikan ibadah haji di tanah suci itu harus kami tindaklanjuti. Maka sejak 2019 itu kami secara internal terus melakukan diskusi. Kami juga berdiskusi dengan sejumlah tokoh agama, juga jurnalis senior. Koleksi buku keagamaan di perpustakaan pun kami tambah. Akhirnya pada pertengahan 2019 kami tak hanya memproduksi konten-konten religi selama bulan Ramadan, tapi mulai rutin setiap hari. Konten-konten religi tersebut kami kumpulkan dalam satu tagsite "Hikmah" untuk memudahkan pembaca.
Hasilnya, tentu tak langsung sesuai yang diharapkan. Ada beberapa kendala dan kekurangan. Seperti terbatasnya koneksi kami terkait narasumber yang ahli di bidang fikih dan ibadah. Juga terbatasnya tokoh yang bersedia mengisi kolom hikmah. Kami kemudian menghubungi Kementerian Agama, juga Majelis Ulama Indonesia untuk meminta rekomendasi narasumber-narasumber yang redaksi butuhkan. Banyak kritik, saran dan masukan dari pembaca detikcom, baik melalui kolom komentar ataupun yang langsung ke email redaksi.
Sambil terus memproduksi konten religi, semua kritik, saran dan masukan dari pembaca detikcom tersebut kami tampung serta seleksi untuk ditindaklanjuti. Sebab kami percaya kritik, saran dan masukan tersebut sepedas dan sepahit apapun rasanya adalah obat bagi kami untuk memperbaiki diri.
Akhirnya setelah hampir tiga tahun dalam bentuk tagsite, mulai hari ini kami berikhtiar menjadikan Hikmah sebagai kanal tersendiri di detikcom, detikHikmah. Kami tentu jauh dari sempurna, tapi izinkan kami berikhtiar menyajikan semua yang terbaik buat Anda.
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Acara Habib Rizieq di Pemalang Ricuh, 9 Orang Luka-1 Kritis