Kemandirian Ekonomi untuk Kedaulatan Bangsa

Khutbah Jumat

Kemandirian Ekonomi untuk Kedaulatan Bangsa

Dr. Ahmad Afif, M.EI, Penulis Kolom - detikHikmah
Jumat, 24 Okt 2025 08:45 WIB
Kemandirian Ekonomi untuk Kedaulatan Bangsa
Foto: Ilustrasi khutbah Jumat (Edward Ridwan/detikSulsel)
Jakarta -

Salah satu indikator penentu kesejahteraan bangsa agar bisa mengatur kedaulatannya sendiri adalah mandiri secara ekonomi untuk kemakmuran bangsa dan negara. Berikut ini adalah khutbah Jumat tentang, Kemandirian Ekonomi untuk Kedaulatan Bangsa.

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. فَاطِرِ الْأَرْضِ وَالسَّمَوَاتِ، وَبَاعِثِ الْخَلْقِ بَعْدَ الْبِلَى وَالْمَمَاتِ؛ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى وَالَّذِينَ أَسَاءُوا بِالسَّيِّئَاتِ، أَشْهَدُ أَن لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ يُبَاهِي أَهْلَ السَّمَاءِ بِأَهْلِ عَرَفَاتٍ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ وَيَهَبُ مُسِيئَهُمْ لِمُحْسِنِهِمْ وَيَغْفِرُ لَهُمُ التَّبِعَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، الْعَلِيُّ شَأْنُهُ بَيْنَ الْكَائِنَاتِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ.. أَمَّا بَعْدُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اِتَّقُوْ اللهَ، وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا الْمُنْكَرَاتِ وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَتٍ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَى وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ.
صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ وَبَلَّغَ رَسُولُهُ الكَرِيمُ وَنَحْنُ عَلىٰ ذٰلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ، وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

ADVERTISEMENT

Maasyiral hadirin Rahimakumullah...


Untuk kesekian kalinya, yang paling utama kita panjatkan dalam mimbar Jumat ini adalah ungkapan rasa syukur yang tiada hentinya kepada sang ilahi rabbi, karena rahmat-Nya tiada henti diberikan kepada kita semua; walaupun kita sering berbuat salah serta tak menutup kemungkinan berulang kali dikerjakan. Memang itulah yang kita nantikan bukan?para jamaah sekalian yang berbahagia. Hadits Rasulullah saw. berikut ini: لا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ Artinya, "Tidak ada amalan seorang pun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelematkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah" (HR Muslim), telah memberikan gambaran nyata bahwa rahmat/kasih sayang dari Allah adalah segalanya.

Selanjutnya, shalawat dan salam semoga selalu tertuju kepada baginda nabi Muhammad saw. yang berhasil membawa kedaulatan umat Islam untuk menjelma sebagai umat terbaik serta dapat memberikan efek peradaban dikarenakan agama ini adalah rahmat bagi seluruh alam. Rasul tidak segan untuk tampil sebagai penggagas untuk keadaan yang beringas, inisiator untuk lingkungan perdamaian yang kotor, dan pemecah kebuntuan kerukunan yang sedang tak karuan. Oleh karenanya, tema kita kali ini akan mengulas tentang kedaulatan iqtishadi dengan judul "Kemandirian Ekonomi Untuk Kedaulatan Bangsa".

Akhinal kiraam...

Di sini, khatib berwasiat kepada jamaah sekalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah swt. dengan sebaik-baiknya ketakwaan. Tafsir al-Mishbah karya monumental Prof. Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa kata takwa memiliki makna takut kepada Allah, takut akan siksa-Nya, dan makna yang kedua adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan -larangan-Nya sampai batas akhir kemampuan. Takut bukan sembarang takut sampai sembunyi dari dzat yang kita takuti, namun yang perlu kita kerjakan adalah kita takut atas segala yang dilarang dan menjauhi apa-apa yang membuat murka Allah swt. Melalui ketakwaan yang baik, maka kita akan mendapatkan anugerah yang berlipat kebaikannya dari sang maha pemberi.

Tidak bisa, sebuah wilayah negara hanya berpangku tangan terhadap bangsa lain jikalau ingin bebas melakukan dan mempertahankan keimanan rakyatnya di tengah krisis ekonomi yang sedang melanda. Hal ini telah menyulut kobaran semangat mandiri dalam bernegara dari maqalah Syeikh Musthafa Al Ghalayin dalam Idhatun Nasyiin:


القومية الحقيقية هي حب السعي للخيرالدولة والعمل لمصالحها بينما الإنسان القومي الحقيقي هو الشخص الذي يرغب في الموت في سبيل إقامة الدولة وعلى استعداد للمرض من أجل خير شعبه. تذكر، تلك البلاد لها عدة حقوق يجب على سكانها الوفاء بها. ألا يعتبر الطفل طفلاً حقيقياً إلا إذا كان لديه طفل القيام بالتزاماته تجاه والده. هكذا ابن الأمة، لا يمكن أن يسمى ابنا صالحا، إلا إذا أراد ذلك انهضوا، قادرين على تحمل العبء ومسؤولية الخدمة للدولة، والدفاع عن الدولة من التقويض المحرضين ووقف جهود الخونة أو مقاتلين مزيفين

Artinya: Nasionalisme yang sejati adalah kecintaan berusaha untuk kebaikan Negara dan bekerja demi kepentingannya, sedangkan seorang nasionalis tulen adalah orang yang rela mati demi tegaknya Negara dan rela sakit demi kebaikan rakyatnya. Ingatlah! bahwa Negara itu memiliki beberapa hak yang harus dipenuhi penduduknya. Seorang anak, baru dianggap sebagai anak yang sebenarnya, apabila dia telah melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap ayahnya. Begitu pula putra bangsa, tidak bisa disebut putra yang baik, kecuali dia mau bangkit, sanggup memikul beban dan tanggung jawab untuk mengabdi pada Negara, mempertahankan Negara dari rongrongan para provokator dan membendung usaha-usaha para pengkhianat atau pejuang-pejuang palsu.

Mau tidak mau, salah satu indikator penentu kesejahteraan bangsa agar bisa mengatur kedaulatannya sendiri adalah mandiri secara ekonomi untuk kemakmuran bangsa dan negara.

Hadirin yang berbahagia..

Islam juga memandang bahwa kemandirian ekonomi merupakan hal yang sangat urgen untuk mencapai ketakwaan yang sesungguhnya, bahkan menjadi parameter untuk istikamah beribadah. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Na'im: كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا Artinya: "Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran." Begitu juga banyak bukti lain yang menggambarkan bahwa Islam sangat menganjurkan untuk mandiri berekonomi.

Rasulullah saw. pernah memberikan pandangan terkait mekanisme harga pasar sebagai faktor penting menciptakan kemakmuran rakyat:


غَلَا السِّعْرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَوْ سَعَّرْتَ؟ فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ الْمُسَعِّرُ، وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا يَطْلُبَنِي أَحَدٌ بِمَظْلِمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ، فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ".رَوَاهُ الْخُمَسَةُ إِلَّا
النَّسَائِيَّ، وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ.

Artinya: "Suatu ketika terjadi krisis di zaman Rasulullah SAW, kemudian para sahabat meminta kepada beliau menetapkan harga-harga barang: "Andaikan tuan mau menetapkan harga barang?" Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah SWT. Dzat Yang Maha Mengendalikan, Maha membeber rezeki, Maha Pemberi Rezeki dan Maha Penentu Harga. Sesungguhnya aku juga berharap jika Allah SWT. memberi perkenan aku untuk menurunkan harga dan tidak ada seorang pun yang menuntutku dengan suatu kezaliman yang aku perbuat atas dirinya, terhadap darah dan juga hartanya." (HR. Imam lima selain al Nasai dan dishahihkan oleh al Tirmidzi).
Jikalau ingin mandiri ekonominya, maka pasar perlu diintervensi manakala terjadi kegaduhan yang menyebabkan ketidakseimbangan. Ibnu Khaldun dalam maha karyanya "Muqaddimah" menyebutkan bahwa Pemerintah perlu melakukan intervensi pasar untuk mengendalikan harga agar supaya terjalin kesinambungan antara permintaan dan penawaran.

Pentingnya faktor ekonomi untuk membangun negeri yang sejahtera juga telah termaktub pada Shahifah Madinah (Piagam Madinah). Pasal 2-11 telah menjelaskan dengan detail tentang 'uang tebusan' oleh masing-masing kabilah dan kaum dari golongan mereka masing-masing agar bisa dibebaskan dari tawanan kabilah lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan bangsa akan tercipta apabila ada kedaulatan ekonomi.

Hadirin yang saya hormati...

Relevansi kemandirian ekonomi dalam Islam dengan butir dasar-dasar negara Republik Indonesia juga sangat erat dikaitkan sehingga rekomendasinya adalah Mandatory.

Piagam Jakarta adalah sebuah dokumen historis hasil dari kompromi antara pihak Islam dengan pihak nasionalis/kebangsaan untuk menjembatani perbedaan antara agama dan negara dan disusun oleh Panitia Sembilan BPUPKI pada 22 Juni 1945. Piagam Jakarta disebut juga sebagai Jakarta Charter dalam bahasa Inggris. Salah satu isinya memberikan ulasan tentang pentingnya kedaulatan ekonomi Indonesia sebagai brikut:

"Kemudian dari pada itu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia jang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesejahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan,....."
Sedangkan Pasal 33 Tahun 1945 menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Jadi, sudah jelaslah bahwa negara kita yang sangat kaya dan besar ini mau tidak mau harus mandiri dalam ekonomi untuk menciptakan kadaulatan negara yang GEMAH RIPAH LOH JINAWI TOTO TENTREM KERTO RAHARJO.

Hadirin yang dimulyakan oleh Allah...

Kemandirian berekonomi dapat kita laksanakan dengan cara apa-apa diproduksi sendiri dengan memanfaatkan hasil karya anak negeri. Kalau ditanya, kalau kita tidak mampu bagaimana? Melalui poin kerjasama bilateral, multilateral, dan bentuk kerjasama lainnya akan membuat sisi mutualisme antar negara. Hal ini senada dengan apa yang termaktub dalam poin Islam Wasathiyah dalam poin Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) dan Tahadhdhur (berkeadaban) dalam proses pengejawantahan peran seorang Muslim untuk kedaulatan bernegara. Apabila ekonomi kuat, maka bangsa dan negara akan menjadi tuan di negeri sendiri dan agen perubahan dalam kemashlahatan percaturan kesejahteraan global.

Akhinal kiraam...

Natijah pada mimbar Jumat edisi kali ini adalah keharusan segenap tumpah darah untuk kembali mereminder jati diri bangsa dalam poin kemandirian ekonomi. Terutama bagi segenap penduduk yang Islam di bumi pertiwi.

Di Indonesia, Muslim menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas kemandirian ekonomi bangsa. Mengapa demikian? Populasi 86 % lebih menjadi bukti sahih atas dominasi muslim di negeri ini. Apabila ingin mewujudkannya, kita harus menjadi pelopor bukan pengekor, perintis bukan pengais, dan inisiator bukan provokator. Melalui semangat mencintai produk dalam negeri, memberikan rekomendasi kepada pemerintah, serta ikut memperhatikan keadaan ekonomi rakyat yang sekarang sedang tidak baik-baik saja; merupakan kewajiban kita sebagai muslim yang diidamkan oleh Alquran dan hadits Nabi.

مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا
اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Khutbah Jumat ini disusun oleh Dr. Ahmad Afif, M.EI, Wakil Sekretaris Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Pusat.

Seluruh isi artikel khutbah Jumat ini menjadi tanggung jawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)




(erd/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads