Ego biasa dijadikan sebagai sebuah kata acuan untuk mengarah pada sifat atau hasrat ingin menang sendiri. Ego berasal dari kata "Egois" yang berarti selalu tentang saya, saya, dan saya.
Sifat tersebut merupakan sifat yang berbahaya bagi seorang manusia apabila dia memilikinya. Sesuai yang difirmankan Allah SWT dalam surah al-Mu'minun ayat 71 yang terjemahannya, "Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu."
Makna ayat di atas adalah: Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa kalau Al-Qur'an mengikuti kemauan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, yang menyekutukan-Nya dan mengatakan bahwa Dia mempunyai anak, serta membenarkan segala perbuatan dosa dan munkar, tentulah dunia ini akan rusak binasa sebagaimana tersebut dalam firman-Nya dalam surah al-Anbiya' ayat 22 yang terjemahannya, "Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki 'Arsy, dari apa yang mereka sifatkan."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Egois merupakan sifat yang amat besar pengaruhnya, dan jarang seseorang mampu melepaskan diri dari kekuasaannya. Sifat inilah menjadikan manusia berebut keuntungan dan kekayaan, sampai menimbulkan pertentangan dan permusuhan. Ingatlah jika sudah pada kondisi demikian, mengambil dan merampas hak orang lain, mengingkari hak orang lain atas dirinya, semua itu niscaya akan terjadi.
Ketahuilah iman dapat menciptakan perdamaian dan ketentraman di tengah-tengah medan perjuangan hidup. Di dalam kondisi itu sedang menyala api permusuhan dan perhelatan yang seru. Adapun nafsu mementingkan diri sendiri akan berubah menjadi gemar memberi dan mengutamakan kepentingan sahabatnya.
Iman yang kuat pada Allah SWT dapat mendorong seseorang menjadi gemar memberi atau bersedekah. Dalil-dalilnya meliputi firman Allah SWT dalam Al-Qur'an dan hadis-hadis Rasulullah SAW yang menunjukkan keutamaan sedekah dan janji pahala bagi mereka yang gemar bersedekah.
Memberikan sedekah kepada fakir miskin tidak akan mengurangi harta, tetapi justru akan melipatgandakannya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Baqarah ayat 261 yang terjemahannya, "Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui."
Makna ayat di atas adalah: Perumpamaan keadaan yang sangat mengagumkan dari orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT dengan tulus untuk ketaatan dan kebaikan, seperti keadaan seorang petani yang menabur benih. Sebutir biji yang ditanam di tanah yang subur menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji sehingga jumlah keseluruhannya menjadi tujuh ratus.
Bahkan Allah SWT terus melipatgandakan pahala kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat atau lebih bagi siapa yang Dia kehendaki sesuai tingkat keimanan dan keikhlasan hati yang berinfak. Dan jangan menduga Allah SWT tidak mampu memberi sebanyak mungkin, sebab Allah Mahaluas karunia-Nya. Dan jangan menduga Dia tidak tahu siapa yang berinfak di jalan-Nya dengan tulus, sebab Dia Maha Mengetahui siapa yang berhak menerima karunia tersebut, dan Maha Mengetahui atas segala niat hamba-Nya.
Keimanan itu mampu memberikan perasaan kebenaran ke dalam hati, menimbulkan keputusan yang adil dan memuaskan semua pihak, yang tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan hukum buatan manusia, selama pihak yang berselisih tidak bisa mengajukan dalil yang pasti.
Rasulullah SAW pernah bercerita kepada para sahabat mengenai kisah dua orang mukmin yang dapat dijadikan contoh dalam hal kejujuran, mengutamakan sahabat, tidak terpengaruh oleh harta benda dan bebas dari sifat egois:
Dikisahkan, ada seorang laki-laki membeli sebidang tanah, dan di dalam tanah tersebut ditemukan sebuah emas. Kemudian ia mengatakan kepada orang yang menjual tanah tersebut, "Ambillah emasmu, karena aku hanya membeli tanah dan tidak membeli emasnya!" Si penjual tanah menjawab, "Aku menjual tanah berikut apa yang ada di dalamnya."
Karena pendirian masing-masing sama kuatnya, maka mereka meminta putusan pada seorang hakim. Oleh hakim ditanyakan kepada keduanya, adakah masing-masing mempunyai anak? Yang seorang menjawab, "Dia mempunyai seorang anak laki-laki." Jawab yang satunya lagi, "Dia mempunyai seorang anak perempuan."
Maka hakim memutuskan, "Kawinkan kedua anak itu dan pergunakan emas ini untuk pembelajaannya."
Keduanya menerima keputusan itu dengan senang hati.
Inilah kejadian dalam kehidupan, karena pengaruh iman akan memberikan warna ke dalam jiwa manusia. Dua orang yang di hadapannya ada emas, mereka tidak saling membunuh untuk menguasainya, mereka masing-masing mengatakan, "Ambillah, karena itu kepunyaanmu !" Akan beda jika mereka kosong iman akan berkata, "Ini adalah milikku. Kau tak berhak atasnya!"
Ya Allah, jagalah hati kami dan khususnya para pemimpin agar terbebas dari mementingkan diri sendiri, keluarga, kelompok dan lebih mendahulukan kepentingan orang lain.
Aunur Rofiq
Penulis adalah Pendiri Himpunan Pengusaha Santri Indonesia
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Gencatan Senjata Israel-Hamas Tercapai, Takbir Menggema di Gaza
Ini yang Disepakati Israel dan Hamas untuk Akhiri Perang Gaza
2 Tahun Perang Gaza: 67 Ribu Warga Tewas, Rumah-Tempat Ibadah Hancur