Contoh Khutbah Idul Adha: dari Arafah ke Mina, dari Pengorbanan ke Ketakwaan

Contoh Khutbah Idul Adha: dari Arafah ke Mina, dari Pengorbanan ke Ketakwaan

Indah Fitrah - detikHikmah
Jumat, 06 Jun 2025 05:00 WIB
Ilustrasi Khutbah.
Ilustrasi khutbah Idul Adha. Foto: Raka Dwi Wicaksana/Unsplash
Jakarta -

Hari Raya Idul Adha adalah momen penuh makna yang mengajak kita untuk merenungkan nilai pengorbanan, keikhlasan, dan kepedulian terhadap sesama. Di tengah suasana kebersamaan dan kegembiraan, umat Islam diingatkan kembali akan pentingnya meneladani sikap taat dan berbagi. Semua pesan dan hikmah tersebut disampaikan secara khusus dalam khutbah Idul Adha.

Berikut beberapa khutbah Idul Adha yang dapat menjadi inspirasi dan pengingat bagi kita semua yang disusun oleh Drs. H. Tarsi, S.H., M.H.I., Ketua Pengadilan Agama Pelaihari.

Contoh Khutbah Idul Adha

1. Khutbah Idul Adha: Makna Pengorbanan di Hari Raya Idul Adha

السلام علیكم ورحمة االله وبركاتھ االله أكبر (X9 (االله أكبر كبیرا والحمد كثیرا وسبحان االله بكرة وأصیلا الحمد الله الحمد الله صدق وحده ونصر عبده وأعز جنده وھزم الأحزاب وحده أشھد أ ن لا إلھ إلا االله وحده لا شریك لھ و أشھد أ ن محمدا عبده ورسولھ الذى لانبي بعده ه اللھم صل وسلم على سیدنا محمد وعلى الھ واصحا بھ ومن تبعھ الى یوم القیامة امابعد فیاعباداالله اتقوااالله حق تقاتھ ولاتموتن الا وانتم مسلمون

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

االله أكبر االله أكبر االله أكبر لا إلھ إلا االله واالله أكبر، االله أكبروالله الحمد

Hari ini adalah hari yang penuh berkah, 10 Dzulhijjah 1434 Hijriah, hari yang dimuliakan Allah sebagai Hari Raya Idul Adha. Kita berkumpul dalam naungan kasih sayang-Nya, bersama mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, serta mendirikan shalat dua rakaat Idul Adha .

ADVERTISEMENT

Takbir, tahmid, dan tahlil yang kita lantunkan bukan sekadar suara di lisan, melainkan getaran dalam jiwa. Ia menyentuh relung hati terdalam, menggetarkan kalbu, menyusup ke tulang sumsum, dan mengalir bersama darah ke seluruh tubuh kita. Bahkan jin, malaikat, dan semua makhluk menjadi saksi bahwa tiada yang lebih agung selain Allah, tiada yang lebih sempurna selain Dia.

Mari kita merenungkan kembali makna besar dari ibadah kurban yang kita laksanakan pada hari ini. Ibadah ini tidak dapat dilepaskan dari kisah pengorbanan besar Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Kisah ini bukan hanya bagian dari sejarah, melainkan pelajaran dan teladan nyata dalam kehidupan kita.

Keteladanan ini juga terpantul dalam rangkaian ibadah haji di tanah suci. Kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia bertawaf mengelilingi Ka'bah, bangunan yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail sebagai simbol peradaban tauhid. Ibadah tawaf yang dilakukan dengan mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh putaran dimulai dari Hajar Aswad dengan ucapan "Bismillahi Allahu Akbar", diiringi doa-doa yang berbeda dalam tiap putaran.

Dalam suasana penuh kekhusyukan itu, air mata mengalir dan hati luluh oleh kesadaran bahwa hanya Allah-lah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang mengatur segala liku-liku kehidupan manusia.

Kemudian para jamaah haji melaksanakan sa'i, berlari-lari kecil dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Ini meneladani perjuangan Siti Hajar saat mencari air untuk putranya, Ismail, di tengah panasnya gurun.

Dengan penuh kesungguhan, Siti Hajar bolak-balik antara dua bukit itu, hingga Allah memancarkan air dari bawah kaki Ismail, yang kini dikenal sebagai Air Zamzam. Kisah ini mengajarkan kita bahwa dalam kehidupan, rezeki harus diperjuangkan dengan kerja keras dan usaha maksimal.

Jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Wukuf di Arafah adalah puncak dari ibadah haji. Di sana, umat Islam berkumpul dengan pakaian ihram yang seragam, tanpa membedakan antara kaya dan miskin, pejabat dan rakyat. Pakaian putih itu menjadi pengingat bahwa kita semua akan kembali kepada Allah dengan hanya berbalut kain kafan. Semua harta, jabatan, dan keluarga akan kita tinggalkan.

Wukuf mengajarkan kerendahan hati, keikhlasan, dan kesadaran akan akhir kehidupan.
Dari Arafah, jamaah bergerak ke Muzdalifah untuk mengambil batu dan melanjutkan ke Mina untuk melontar jumrah, simbol perlawanan terhadap godaan setan. Ini menjadi pengingat bagi kita bahwa setan senantiasa menggoda manusia dan kita wajib melawannya dengan keteguhan hati dan iman yang kuat.

Puncak dari semangat pengorbanan adalah ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya sendiri, Nabi Ismail. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Ash-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Arab latin: Falammā balaga ma'ahus-sa'ya qāla yā bunayya innī arā fil-manāmi annī ażbaḥuka fanẓur māżā tarā, qāla yā abatif'al mā tu'mar(u), satajidunī in syā'allāhu minaṣ-ṣābirīn(a).

Artinya: Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar."

Setan datang menggoda mereka, namun tidak satupun dari mereka yang tergoda. Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail tetap teguh dalam ketaatan. Ibrahim pun mengayunkan pisau ke leher putranya, namun tidak sedikit pun darah keluar. Allah pun menggantikan Ismail dengan seekor domba dari surga. Peristiwa ini menjadi dasar dari syariat kurban yang kita laksanakan setiap Idul Adha.

Allah berfirman dalam surat Al-Kautsar:

﴿إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ۝ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ۝ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ﴾


"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus."

Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Dan dalam riwayat lain disebutkan:

"Barang siapa yang mampu berkurban namun tidak melaksanakannya, maka ia boleh memilih mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani."

Betapa banyak orang yang mampu, bahkan sangat mampu, tetapi enggan mengeluarkan hartanya untuk berkurban. Padahal kurban adalah bentuk pembebasan diri dari belenggu harta. Harta bukan untuk dipuja, tetapi untuk digunakan sebagai sarana ibadah.

Allah berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 37:

﴿لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ﴾

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya."

Rasulullah SAW bersabda:

"Setiap helai bulu dari hewan kurban akan dicatat sebagai satu kebaikan bagi orang yang melaksanakannya."

Kurban mendidik kita untuk peduli terhadap sesama, membangun ukhuwah, serta menegakkan keadilan sosial. Daging kurban dibagikan kepada fakir miskin, dan ini mempererat hubungan sosial dalam masyarakat.

Pengorbanan juga dapat kita lihat dari para pemimpin yang adil, para orang tua yang bekerja keras demi anak-anaknya, serta para dermawan yang membantu kaum dhuafa. Segala bentuk pengorbanan yang diniatkan demi kebaikan umat akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT.

Semoga khutbah ini menjadi pengingat bagi kita semua agar senantiasa ikhlas dan rela berkorban demi agama, bangsa, dan kemanusiaan. Marilah kita panjatkan doa:

Ya Allah, bukakanlah bagi kami dan saudara-saudara kami pintu rezeki yang halal dan berkah, agar kami mampu melaksanakan ibadah kurban. Lapangkanlah hati kami untuk saling berbagi dan saling menolong dalam kebaikan.

2. Idul Adha sebagai Momentum Membangun Empati dan Ketakwaan

Khutbah 1

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِذَبْحِ الْأُضْحِيَّةِ. وَبَلَغَنَا إِلَى هٰذَا الْيَوْمِ مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ ذُوْ رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ تُرْجَى مِنْهُ الشَّفَاعَةُ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِي الْعُقُوْلِ السَّلِيْمَةِ، صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الرَّحْمَنِ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْانِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengan penuh rasa syukur, kita mengucap alhamdulillâhilladzî bi ni'matihi tatimmusshâlihât atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang mempertemukan kita dengan salah satu hari besar yang mulia dalam Islam: Hari Raya Idul Adha.

Semoga momen penuh berkah ini menjadi jalan bagi kita semua untuk meraih ampunan, membersihkan diri dari dosa, serta menggapai ridha Allah melalui amal ibadah yang diterima.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita tercinta, Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Allâhumma shalli 'alâ Sayyidinâ Muhammad wa 'alâ âlihi wa shahbihi ajma'în. Berkat perjuangan dan pengorbanan beliau dalam menyampaikan risalah Islam, kita semua bisa menikmati nikmat iman dan Islam hari ini. Semoga kelak kita digolongkan sebagai umat beliau dan mendapatkan syafaatnya di hari kiamat. Âmîn Yâ Rabbal 'Âlamîn.

Ma'asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah,

Melalui kesempatan khutbah Idul Adha ini, izinkan saya mengajak diri pribadi dan seluruh jamaah sekalian untuk terus meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Salah satu wujud nyatanya adalah dengan memperkuat rasa kepedulian sosial dan empati terhadap sesama.

Meningkatkan kepedulian sosial bukan hanya bagian dari etika bermasyarakat, tetapi juga bentuk pengamalan iman. Dengan memupuk rasa empati, kita sedang menanam benih-benih kebaikan dan kemanusiaan dalam kehidupan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama." (HR ad-Daru Quthni dan al-Baihaqi)

Hadits ini sangat relevan dengan semangat Idul Adha. Melalui ibadah kurban, kita diberi kesempatan untuk menyalurkan manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya mereka yang kurang mampu. Kurban bukan hanya sekadar ritual penyembelihan hewan, melainkan juga media untuk mengasah kepekaan sosial.

Allah Ta'ala berfirman dalam surat Al-Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."

Ayat ini menegaskan bahwa berkurban adalah bentuk ibadah yang memiliki dimensi vertikal dan horizontal: mengabdi kepada Allah sekaligus berbagi dengan manusia.

Jamaah Idul Adha Rahimakumullah,

Nilai-nilai dalam ibadah kurban tidak berhenti pada prosesi penyembelihan. Ia menuntut ketulusan, kepedulian, serta niat yang ikhlas. Allah menegaskan dalam surat Al-Hajj ayat 37:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu."

Itulah hakikat kurban: bukan semata-mata hewan atau darah, tetapi ketakwaan dan keikhlasan hati.

Ma'asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah,

Islam mengajarkan umatnya untuk hidup dalam semangat berbagi dan memperhatikan sekitar. Dalam QS An-Nisa' ayat 36, Allah menyebutkan secara rinci pihak-pihak yang wajib kita perhatikan dan bantu:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا...

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki."

Tak hanya itu, Rasulullah saw juga memperingatkan bahwa keimanan seseorang akan tergugat bila ia hidup tanpa memperhatikan kebutuhan tetangganya. Dalam sebuah hadits disebutkan:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ

"Tidaklah beriman, orang yang selalu kenyang, sementara tetangganya lapar sampai ke lumbungnya." (HR Al-Baihaqi)

Hadits ini mengajarkan bahwa kepedulian terhadap tetangga dan lingkungan sekitar adalah bagian tak terpisahkan dari keimanan.

Jamaah yang berbahagia,

Oleh karena itu, mari kita jadikan Hari Raya Idul Adha ini bukan hanya sebagai perayaan ibadah, tetapi juga momen membangun kebersamaan. Mari kita hidupkan semangat empati dan solidaritas dengan berkurban, berbagi rezeki, dan mempererat hubungan sosial.

Semoga kurban yang kita laksanakan tahun ini diterima oleh Allah, menjadi pemberat amal kita, dan mendekatkan kita kepada ridha-Nya. Semoga juga, melalui kurban ini, tumbuh kesadaran sosial yang lebih kuat dalam diri kita semua.

Demikian khutbah singkat ini. Semoga menjadi pengingat dan motivasi untuk lebih peduli terhadap sesama melalui ibadah kurban dan amal sosial lainnya. Mari kita tutup dengan doa agar Allah senantiasa membimbing langkah kita, menerima amal ibadah kita, dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang dicintai.

Amin, Ya Rabbal 'Alamin.

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ




(inf/kri)

Hide Ads