Belajar dari kisah Luqmanul Hakim, seorang yang saleh yang namanya diabadikan sebagai sebuah surah dalam Al-Qur'an. Luqman memiliki seorang anak remaja dan seekor himar, hewan tunggangan sejenis kuda tapi ukurannya lebih kecil.
Pada suatu perjalanan, Luqman menaiki himarnya sementara anaknya berjalan menuntun di sampingnya. Saat mereka melewati sekelompok orang, terdengar komentar, "Masyaallah, orang tua ini tidak tahu malu. Masa anaknya yang masih kecil dibiarkan berjalan kaki sementara ia duduk nyaman di atas himar?"
Mendengar hal itu, Luqman pun turun dan membiarkan anaknya yang naik ke atas tunggangan, sementara ia sendiri berjalan menuntun di sampingnya. Tak lama kemudian, mereka kembali melewati kerumunan lain. Kali ini terdengar komentar,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa anaknya yang naik sementara bapaknya yang sudah tua malah berjalan kaki? Seharusnya anak yang lebih muda yang berjalan, bukan sebaliknya."
Agar tak terus menjadi bahan pembicaraan, Luqman lalu ikut naik ke atas himar bersama anaknya. Namun, saat melewati sekelompok orang lain, terdengar komentar lagi,
"Masyaallah, bapak dan anak ini tidak punya belas kasihan. Kendaraan sekecil itu ditunggangi oleh dua orang! Mereka sama sekali tidak menghargai binatang."
Akhirnya, Luqman dan anaknya turun dari himar dan memilih berjalan kaki sambil menuntun hewan tersebut. Namun, saat melewati orang-orang lagi, tetap saja muncul komentar,
"Betapa bodohnya mereka! Kenapa tidak menaiki himar yang mereka miliki? Untuk apa punya tunggangan kalau tidak digunakan?"
Terkait kisah tersebut, Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, mengatakan, kisah Luqman mengajarkan hikmah yang berharga bahwa pendapat manusia selalu subjektif dan tidak akan pernah bisa memuaskan semua orang. Oleh karena itu, yang terpenting adalah melakukan apa yang benar dan tidak terlalu bergantung pada penilaian orang lain.
"Kita memang tidak akan bisa memuaskan semua orang di sepanjang hidup kita," kata Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum, Senin (17/3/2025).
Baca juga: Makna Unconditional Love dalam Ibadah |
Prof Nasaruddin Umar mengingatkan bahwa dalam menjalani kehidupan, kita akan selalu berhadapan dengan berbagai pandangan dan opini. Satu orang yang sama bisa mendapatkan pujian setinggi langit, tetapi juga bisa dijelekkan dengan berbagai tuduhan. Maka, di manakah seharusnya kita berdiri?
Sikap terbaik yang bisa kita ambil, kata Prof Nasaruddin Umar, adalah memahami arti kehidupan dan tidak terjebak dalam ekspektasi orang lain. Jika kita hanya menerima pujian dan menolak kritik, kita tidak akan berkembang.
Sebaliknya, jika kita terlalu fokus pada kritik dan takut berbuat salah, kita juga bisa terjebak dalam ketakutan untuk bertindak. Oleh karena itu, menjadi diri sendiri adalah pilihan terbaik.
"Maka dari itu, jadilah diri kita sendiri," ungkap Menteri Agama itu.
Kehidupan ini perlu kita maknai dengan bijak. Berusaha untuk memuaskan semua orang hanya akan membawa kita pada kelelahan dan kekecewaan, karena hal itu mustahil dilakukan.
Bahkan, mencoba menyenangkan semua orang justru bisa menjadi awal dari kegagalan. Kita perlu memiliki keberanian untuk berpikir mandiri dan tidak mudah goyah oleh opini orang lain.
"Karena tidak apa-apa jika orang-orang tidak sependapat dengan kita. Go ahead," tambah Prof Nasaruddin Umar.
Lebih lanjut Prof Nasaruddin Umar menjelaskan, kisah para nabi bisa menjadi teladan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Dahulu, ketika para nabi menyebarkan ajaran Islam, mereka tidak lepas dari fitnah dan tuduhan yang tidak benar. Mereka disebut tukang sihir dan dihujani berbagai hinaan, tetapi mereka tetap teguh dalam perjuangan mereka.
Hal ini menunjukkan bahwa selama kita berada di jalan yang benar, kita tidak perlu terlalu memedulikan omongan orang lain. Jika terlalu banyak mendengar komentar negatif tanpa sikap yang bijak, kita bisa terjebak dalam kebimbangan dan tidak melakukan perubahan apa pun dalam hidup.
Di bulan Ramadan yang penuh berkah ini, Prof Nasaruddin Umar mengajak menjadikan momentum untuk memperkuat keteguhan hati dan kedewasaan dalam menghadapi kehidupan. Semoga Ramadan kali ini membawa kematangan bagi kita semua dalam menjalani kehidupan dengan lebih baik dan lebih bermakna. Aamiin.
Jangan lewatkan detikKultum bersama Prof Nasaruddin Umar setiap hari jam 20.30 WIB selama bulan Ramadan hanya di detikcom!
(inf/kri)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa