Doa Indah Berhias Cinta

Kolom Hikmah

Doa Indah Berhias Cinta

Abdurachman - detikHikmah
Rabu, 12 Jun 2024 04:52 WIB
Abdurachman  Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
Foto: Dokumentasi pribadi Abdurachman
Jakarta - Seorang pria paruh baya yang populer dipanggil Togog. Padahal nama aslinya sangat mulia, Slamet. Nama jawa yang diplesetkan dari bahasa Arab yang makna asalnya adalah selamat. Karena nama adalah doa, maka pemilik nama itu semestinya selalu didoakan agar selamat selamanya, dunia-akhirat.

Sayangnya Togog orangnya tidak mau shalat. Walau pun rumahnya bersebelahan dengan masjid. Jangankan shalat fardlu, shalat Jumat saja Togog tidak mau.

Karena di sebelah masjid, pasti adzan sulit dihindarkan mengalun agung di telinganya. Namun, walau istri Togog berulangkali mengingatkannya, minimal shalat Jumat, ia masih terus enggan. Bukan hanya tidak shalat, Togog juga hobi main, minum dan pekerjaan lain di sekitar itu.

Suatu hari di genap 50 tahun usianya, Togog menderita sakit cukup berat. Sakit yang membuatnya hampir satu tahun belum bisa beraktifitas sebagaimana biasanya. Di perjalanan sakitnya, entah karena rumah dekat masjid, atau kesadaran datang akan kemungkinan segera datangnya ajal, Togog mulai rajin pegang tasbih sambil berdzikir.

Setelah sekian lama Togog sakit, akhirnya ia sembuh. Satu keajaiban menarik yang kali ini dilakukan Togog. Ia mulai shalat berjemaah di masjid. Mungkin karena sungkan atau perasaan kurang pantas, Togog memilih tempat di pojok belakang area jemaah shalat.

Semakin hari Togog terlihat semakin istiqamah. Sehingga ketika hampir satu tahun terbiasa shalat berjemaah di masjid, lokasi shalat Togog sudah berselisih satu shaf dari posisi imam.

Tepat di Kamis malam Jumat. Di tengah-tengah shalat berjemaah maghrib, sampai rakaat kedua, Togog dipanggil Tuhan untuk menghadap. Innaa lillaah.

Gempar seluruh jemaah tempat Togog tinggal. Mereka saling penasaran. Bahkan ada yang berujar, "kok enak jadi Togog. Perilaku becik (baiknya) sangat minim dibandingkan kelirunya. Tapi, enaknya dia bisa meninggal sewaktu shalat berjemaah, di dalam masjid, bahkan pada malam Jumat".

Banyak komentar serupa itu pun seolah mengambarkan rasa 'iri' pada nasib seorang Togog.
Demi penasaran yang tinggi, rasa kepo yang tak terbendung, para tetangga Togog mencari musabab ia bisa husnul khaatimah.

Sampai juga mereka pada kesepakatan bukti, bahwa selama ini, walaupun Togog belum rajin shalat ditambah mengerjakan yang belum sesuai ia sangat senang dan ringan tangan membantu para saudaranya. Membantu para tetangga atau kawan yang membutuhkan pertolongannya. Tanpa kecuali, tanpa syarat, tanpa banyak pertanyaan, bahkan disertai suasana senang dan riang gembira dalam membantu itu.

Seluruh kawan dan para tetangga sepakat, bahwa itulah satu-satunya kelebihan Togog. Slamet yang populer dengan panggilan Togog ini beralamat di Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.

Di lain sisi, pernah seorang 'aabid, ahli shalat malam yang sangat ingin menjadi wali, pernah protes kepada malaikat dalam mimpinya. Mengapa namanya belum tercantum di daftar nama para wali, padahal dirinya berupaya keras menjaga diri, bahkan shalat malam tidak pernah absen.

Malaikat yang ditanya malah santai menjawab,"Itu shalat kan untuk dirimu. Sedangkan tetanggamu yang suatu ketika membutuhkan pertolonganmu malah kamu abaikan. Di mana letak manfaat shalatmu itu secara sosial?"

Mungkin banyak di antara kita merasa agung kalau sudah melakukan ibadah maghdah dengan baik. Boleh jadi lupa bahwa hakikat ibadah harus berdampak rahmat. Ialah rahmat bagi semesta. Rahmat itu antara lain berupa keceriaan hati dalam membantu orang lain,menundukkan egoisme.

Mungkin banyak orang yang shalatnya sulit dihitung jumlahnya, tetapi jika shalat itu tak menimbulkan dampak pertolongan, tak mampu menindih egoisme nya, selamat tinggal agama. Ia distempel sebagai pendusta agama (al Ma'uun 107:7).

Mengapa demikian?

Bukankah sangat tidak rasional. Jelas di dalam surat alFatihah yang menjadi satu bacaan wajib dalam shalat, dirinya berujar, "Hanya kepada Engkau kami menghamba (mengabdi) dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan" (alFatihah 1:5).

Sedangkan Nabi bersabda, "wa Allahu fii 'aunil 'abdi maa kaanal 'abdu fii 'auni akhihi", dan Allah akan menolong hambaNya sebagaimana hamba itu menolong saudaranya.

Dari dua rangkai informasi agama ini, rupanya kita diminta sadar untuk segera gemar menolong orang lain tanpa pamrih. Maksud tampa pamrih adalah hanya mengharap ridloNya. Ridlo Allah antara lain berwujud pertolongan dariNya.

Jadi agak sulit dipahami jika doa (dalam alFatihah ayat 5) ini hanya bersifat pasif, sedangkan syarat dikabulkannya doa atau permohonan pertolonganNya adalah melalui menolong saudara kita.

Di susunan ayat 5 surat alFatihah itu, awal kalimat berbunyi "hanya kepada Engkau kami menghamba".
Salah satu makna hamba adalah cinta. Jadi kalimat itu bisa dipahami dengan makna, hanya kepada Engkau kami mencinta.
Bagaimana kita bisa mencintaiNya sedangkan Dia tidak membutuhkan kita. Cintailah hambaNya, itulah wujud cinta kepadaNya.

Sebagai penutup. Rupanya ayat 5 surat alFatihah itu bisa genap menyimpulkan arti utuh jika menggabung dua rangkai isyarat makna. Bahwa di dalam melakukan pertolongan, kita pun berjanji kepadaNya untuk melakukannya itu dengan senang, dengan rasa suka, rasa cinta.


Itulah rupanya yang dilakukan Slamet, sehingga ia mampu tampil bahagia insyaAllah di surgaNya, setelah pernah tampak keliru di mata para tetangga.

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.
Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.


(erd/erd)

Hide Ads