Musim Liburan Sekolah, Bolehkah Jama' Shalat Saat Rekreasi?

Kolom Hikmah

Musim Liburan Sekolah, Bolehkah Jama' Shalat Saat Rekreasi?

KH. Abdul Muiz Ali - detikHikmah
Rabu, 13 Des 2023 09:30 WIB
Abdul Muiz Ali
Penulis adalah Petugas PPIH Arab Saudi 
Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI
Foto: Dokumentasi Abdul Muiz Ali
Jakarta -

Akhir Desember 2023 adalah momentum libur panjang. Biasanya pada saat liburan sekolah masyarakat banyak memanfaatkan silaturrahim dengan keluarga di kampung halaman, dan banyak juga yang mengisinya dengan berlibur dan berwisata ke luar kota, serta mendatangi tempat-tempat hiburan bersama keluarga atau teman dekatnya.

Penting diingatkan ulang, masyarakat yang hendak melakukan perjalanan jauh agar tetap memperhatikan kewajiban shalatnya. Dalam syariat Islam seseorang yang sedang dalam perjalanan jauh dengan jarak tempuh mencapai 82 kilometer, dan bukan perjalanan yang maksiat (dilarang), maka ia mendapatkan kemurahan dan kemudahan (rukhshoh) dalam mengerjakan shalatnya.

Kemurahan dan kemudahan dalam mengerjakan shalat dimaksud adalah dapat menggabung dua shalat dalam satu waktu; shalat dzuhur digabung dengan ashar atau maghrib digabung dengan isya. Untuk shalat shubuh tidak bisa digabung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bisa juga dengan cara meringkas sekaligus menggabung dengan shalat yang lain; shalat dzuhur, ashar, isya' masing-masing menjadi 2 rakaat. Untuk maghrib dan shubuh tidak bisa diringkas.

Pada saat meringkas (qashar) shalat boleh juga sekaligus menggabung dengan sholat yang lain (jamak-qasar); dzuhur digabung dengan ashar masing-masing menjadi 2 rakaat, baik dilakukan di waktu sholat dzuhur (jamak takdim) atau diwaktunya shalat ashar (jama' takhir). Untuk penggabungan shalat maghrib dengan isya caranya shalat maghribnya tiga rakaat isya'nya boleh empat rakaat atau juga boleh isya'nya diringkas menjadi dua rakaat.

ADVERTISEMENT

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

وَاِذَا ضَرَبْتُمْ فِى الْاَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلٰوةِ ۖ

"Apabila kamu bepergian di bumi, maka tidak dosa bagimu untuk mengqasar shalat" (An-Nisa'/4:101).

Dalil hadits yang menjelaskan kebolehan jama' dan qoshor shalat disebutkan antara lain:

عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ.

Artinya: "Diriwayatkan dari Ya'la Ibn Umayyah, ia berkata: Saya bertanya kepada 'Umar Ibnul Khaththab tentang (firman Allah): "Laisa 'alaikum junahun an taqshuru minashalah in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru". Padahal sesungguhnya orang-orang dalam keadaan aman. Kemudian Umar berkata: Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-Nya." (HR. Muslim).

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ بِالْمَدِينَةِ أَرْبَعًا وَصَلَّى الْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ.

Artinya: "Diriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah saw shalat dhuhur di Madinah empat raka'at dan shalat ashar di Dzul Hulaifah dua raka'at." (HR. Muslim).

عَنْ مُعَاذٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا.

Artinya: "Diriwayatkan dari Mu'adz ra ia berkata: Kami pergi bersama Nabi saw dalam perang Tabuk, beliau melaksanakan shalat dhuhur dan ashar secara jama', demikian juga antara maghrib dan 'isya dilakukan secara jama'. (HR. Muslim).

Rekreasi dalam Islam

Dalam istilah arab melakukan perjalanan (safar) dari satu tempat ke tempat yang lain disebut dengan as-siyāhah (parawisata). Melakukan perjalanan adakalanya bertujuan rekreasi (tanazzuh), menikmati pemandangan (taladzudz), dan menghayati keindahan ciptaan Allah.

Pengertian rekreasi (tanazzuh) sebagaimana disebutkan dalam kitab Hasyiyah Jamal 'Alaa al-Minhaj, juz 1, halaman 596, adalah melakukan perjalan bertujuan menyegarkan jiwa untuk menghilangkan kepenatan urusan dunia.

Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan:

أَنَّ التَّنَزُّهَ غَرَضٌ صَحِيحٌ يُقْصَدُ فِي الْعَادَةِ لِلتَّدَاوِي وَنَحْوِهِ كَإِزَالَةِ الْعُفُونَاتِ النَّفْسِيَّةِ وَاعْتِدَالِ الْمِزَاجِ وَغَيْرِ ذَلِكَ

"Sesungguhnya rekreasi adalah tujuan yang sah dan dibolehkan secara lumrahnya untuk pengobatan diri, seperti menghilangkan kesumpekan, meningkatkan semangat dan lain sebagainya." ( Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, juz 1, halaman 326-327).

Menyukai tempat-tempat yang indah termasuk kebutuhan yang biasa dimiliki oleh semua orang. Hukum asal rekreasi (tanazzuh) adalah boleh. Bahkan bisa menjadi kegiatan terpuji dan menuai pahala jika diniatkan untuk ibadah.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ بَدَاَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللّٰهُ يُنْشِئُ النَّشْاَةَ الْاٰخِرَةَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌۚ

Artinya: "Katakanlah, "Berjalanlah di (muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan (semua makhluk). Kemudian, Allah membuat kejadian yang akhir (setelah mati di akhirat kelak). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu". (QS. Al-'Ankabut/4:20).

Dalam mazhab Syafiiyah perjalanan yang bertujuan rekreasi ke suatu daerah sudah memenuhi unsur untuk melaksanakan shalat jama' dan qoshor. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam al-Fatāwā al-Kubrā, juz 1 halaman 326-327 dan `I'ānah ath-Thālibīn, juz 2 halaman 101.

Sedangkan bepergian dengan tujuan hanya melihat satu daerah para ulama memiliki perbedaan pendapat. Menurut qaul al-Ashoh tujuan tersebut tidak memenuhi syarat untuk melaksanakan shalat jama' dan qashar sebagaimana yang ada didalam dua kitab diatas.

Sedangkan menurut Imam Ibrohim al-Bajuri dalam Hāsyiyah al-Bājūrī-nya, perjalanan yang bertujuan untuk bertamasya (rekreasi) dan sekedar melihat satu kawasan, maka dua tujuan terebut tidak termasuk perjalanan yang memperbolehkan shalat jamak dan qasar. Penjelasan tersebut dapat dirujuk pada kitab Hāsyiyah al-Bājūrī, juz 1 halaman 210.

Dalam madzhab Hanbali sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Mughnī oleh Imam Ibnu Qudamah juga terjadi perbedaan pendapat

فَصْلٌ : وَفِي سَفَرِ التَّنَزُّهِ وَالتَّفَرُّجِ رِوَايَتَانِ : إحْدَاهُمَا ، تُبِيحُ التَّرَخُّصَ وَهَذَا ظَاهِرُ كَلَامِ الْخِرَقِيِّ لِأَنَّهُ سَفَرٌ مُبَاحٌ ، فَدَخَلَ فِي عُمُومِ النُّصُوصِ الْمَذْكُورَةِ ، وَقِيَاسًا عَلَى سَفَرِ التِّجَارَةِ وَالثَّانِيَةُ : لَا يَتَرَخَّصُ فِيهِ

"Pasal. Tentang pembahasan perjalanan dengan tujuan tamasya dan plesir terdapat dua pendapat. Pertama, mendapatkan keringanan (boleh menjama'/meringkas sholat). Pendapat ini diambil dari pernyataan lahiriyah Imam al-Khiraqy, karena tujuan tamasya dan plesir termasuk perjalanan yang diperbolehkan, maka tercakup dalam dalil keumuman nash dan dianalogikan dengan perjalanan niaga. Kedua, tidak mendapatkan keringanan (tidak boleh menjama'/meringkas sholat. ( Al-Mughni li Ibn Qudamah, juz 3 halaman 117).

Walhasil, dalam rangka ihtiyat (hati-hati), meski perjalanan rekreasi atau pariwisata boleh hukumnya menggabung (jama') dan meringkas (qoshor) shalat hendaknya dapat dipastikan perjalanan itu bukan perjalanan yang maksiat (dilarang), niatkan acara rekreasi untuk ibadah; menghayati ciptaan Allah, menguatkan silaturrahim dengan saudara atau kerabat dan niat baik lainnya. Wallāhu `A'lam bish shawāb.

KH. Abdul Muiz Ali
Penulis adalah Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat dan Pengurus Lembaga Dakwah PBNU




(erd/erd)

Hide Ads