Qada adalah ketetapan Allah SWT sejak zaman sebelum diciptakan alam semesta sesuai dengan kehendak-Nya tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan makhluk-Nya. Sementara qadar yaitu perwujudan dari qada atau ketetapan Allah SWT dalam kadar tertentu sesuai dengan kehendak-Nya. Apa bedanya dengan ketetapan yang dibuat manusia? Jawabannya tentu berbeda. Pada hari Senin tgl 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan terbaru mengenai syarat pendaftaran capres dan cawapres yang harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Ini ketetapan yang dibuat manusia yaitu melalui lembaga MK. Ketetapan ini tentu sifatnya tidak kekal, artinya pada periode tertentu dengan orang-orang yang sama atau berbeda (anggota MK) ketetapan itu bisa berlainan. Ingatlah bahwa ketetapan yang diputuskan Senin itu juga berbeda dengan sebelumnya.
Adapun ketentuan atau ketetapan yang telah dibuat Sang Kuasa tidak akan berubah seperti, kelahiran, kematian, bencana, benda-benda alam seperti matahari, bulan dan bintang beredar sesuai ketetapan-Nya dan hari kiamat. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah ali-Imran ayat 26 yang artinya, "Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki."
Jelas bahwa ayat ini menunjukkan kekuasaan-Nya yang tidak akan disamai oleh kekuasaan seorang hamba atau makhluk ciptaan-Nya. Apapun jabatan hamba tersebut, seperti penguasa negara besar dan berkuasa penuh pun tidak akan bisa menentukan nasib seseorang maupun membuat benda-benda alam seperti matahari. Seseorang yang berkedudukan pun boleh merencanakan sesuatu dengan strategi yang paling top, namun ingatlah engkau hanyalah seorang hamba yang diciptakan dan lemah, maka berserah dirilah pada-Nya. Karena apa pun yang menjadi keputusan-Nya itu terbaik dan kita bersikap ridha. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berujar bahwa, "Jika Allah SWT. mengabulkan permohonanku maka aku senang, karena pilihanku dikabulkan. Jika Allah SWT. tidak mengabulkan permohonanku, maka aku lebih senang. Yakinlah bahwa pilihan-Nya pasti lebih baik dari
Pilihanku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mari kita telaah tentang ketetapan-Nya. Takdir sendiri terbagi dua. Yaitu, Mubram dan Muallaq. Keduanya sama-sama merupakan ketentuan dari Allah SWT. Hanya saja, keduanya dibedakan berdasarkan pada pengaruh usaha atau ikhtiar manusia terhadapnya.
1. Takdir Mubram, adalah ketentuan mutlak dari Allah SWT. yang pasti berlaku. Macam takdir mubram ini membuat manusia tidak diberi peran untuk mewujudkannya.
Macam takdir ini contohnya adalah tentang kelahiran dan kematian manusia. Tentunya keberadaan macam takdir mubram membuat manusia tidak ada yang tahu kapan akan dilahirkan dan kapan akan mati. Semua menjadi rahasia Allah SWT, dan terjadi sesuai dengan ketetapan-Nya ( sebagaimana firman-Nya dalam surah luqman ayat 34 ).
2. Takdir Muallaq, adalah ketentuan Allah SWT. yang mengikut sertakan peran manusia. Macam takdir muallaq ini berkaitan dengan usaha atau ikhtiar manusia, contohnya adalah keberhasilan murid di sekolah dalam meraih prestasi. Murid yang berprestasi itu bukanlah murid yang diam saja tidak belajar dan hanya menunggu takdir. Tetapi dicontohkan macam takdir muallaq adalah ia yang selalu berusaha dan belajar setiap hari untuk meraih cita-cita yang diharapkannya.
Bila begitu, apa yang diraihnya selain ditentukan oleh macam takdir Allah SWT, juga ditopang oleh usaha dan doa yang dia lakukan. Jadi, berusaha itu harus, tetapi berdoa dan rela menerima segala macam takdir yang sudah ditentukan oleh Allah SWT jangan dilalaikan juga.
Sebagaimana dalam firman-Nya surah ar-Rad ayat 11 yang artinya, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
Jadi upaya manusia untuk menjemput takdir-Nya adalah sah seperti firman-Nya dalam surah ar-Rad ayat 11 di atas. Namun hendaknya sadar bahwa domain keputusan ada di tangan Allah SWT bukan di tangan orang yang berkedudukan tinggi. Berkepentingan terhadap kader Partai maupun idolanya agar bisa memimpin negeri merupakan hal yang normal. Keinginan tersebut hendaknya jauh dari nafsu karena ia akan menjerumuskan kita untuk memenuhi nafsunya dengan segala cara dihalalkan. Ingatlah bahwa nafsu akan membawa kita pada keburukan.
Siapapun dia, berkedudukan tinggi atau tidak hendaknya berserah diri dan tidak ikut mengatur ( tadbir ). Tadbir dimaknai sebagai mengatur tindakan untuk sebuah tujuan yang direncanakan dengan akhir berserah diri pada-Nya. Ingatlah bahwa kekuasaan itu ada di tangan-Nya, sebagaimana firman-Nya surah al-Qashash ayat 68 yang artinya, "Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka ( manusia ) tidak ada pilihan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan."
Disambung dengan surah an-Najm ayat 24-25 yang artinya," Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? ( Tidak !) Maka milik Allah-lah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia."
Sebagai orang beriman ( berkedudukan tinggi atau pun tidak ) tentu akan patuh dan ridha atas ketetapan-Nya. Semoga Allah SWT. selalu memberikan hidayah-Nya agar para yang berkedudukan tinggi menjadi tahu diri dan tidak ikut mengatur.
Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana