Perasaan bangga merupakan sesuatu yang menyenangkan, orang bangga karena ia berhasil meraih sesuatu yang diinginkan. Rasa banggamu dengan menepuk dada dan berkata, "Saya telah berupaya maksimal hingga berhasil." Engkau telah lalai, bahwa suksesmu itu diberi oleh Tuhan-Mu. Upayamu akan sia-sia jika keinginanmu tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Kebanggan terhadap diri karena merasa sukses, terhadap keluarga yang harmonis dan anak-anak yang berprestasi serta harta kekayaan. Ingatlah semua itu akan membawa ke sia-siaan karena engkau akan "merasa diri lebih tinggi" dari yang lain. Tanpa disadari engkau menjadi sombong dan kadang merendahkan orang lain.
Perintah untuk tidak hidup bermegah-megahan dan berbangga diri ( ujub ) sebagaimana firman-Nya dalam surah at-takatsur ayat 1 yang terjemahannya, "Berbangga-bangga dalam memperbanyak (dunia) telah melalaikanmu."
Makna ayat di atas: Allah SWT. mengungkapkan bahwa manusia sibuk bermegah-megahan dengan harta, teman, dan pengikut yang banyak, sehingga melalaikannya dari kegiatan beramal. Mereka asyik dengan berbicara saja, teperdaya oleh keturunan mereka dan teman sejawat tanpa memikirkan amal perbuatan yang bermanfaat untuk diri dan keluarga mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diriwayatkan oleh Muṭarrif dari ayahnya, ia berkata: Saya menghadap Nabi SAW. ketika beliau sedang membaca ayat pertama surah at-Takatsur beliau bersabda, "Anak Adam berkata, 'Inilah harta saya, inilah harta saya.' Nabi bersabda, "Wahai anak Adam! Engkau tidak memiliki dari hartamu kecuali apa yang engkau makan dan telah engkau habiskan, atau pakaian yang engkau pakai hingga lapuk, atau yang telah kamu sedekahkan sampai habis." (Riwayat Muslim).
Diriwayatkan oleh Anas, Bukhari, Muslim dan Tirmizi, Nabi SAW. bersabda, "Seandainya anak Adam memiliki satu lembah harta, sungguh ia ingin memiliki dua lembah harta, dan seandainya ia memiliki dua lembah harta, sungguh ia ingin memiliki tiga lembah harta dan tidak memenuhi perut manusia (tidak merasa puas) kecuali perutnya diisi dengan tanah dan Allah akan menerima tobat (memberi ampunan) kepada orang yang bertobat."
Ayat di atas dan kedua hadis ini mempertegas bahwa seseorang itu ada kecenderungan dikuasai nafsu sehingga ia menjadi tamak. Adapun rasa kepemilikan bukan apa-apa yang ia miliki, namun Junjungan kita telah memberikan batasannya yaitu apa yang dimakan dan dihabiskan, pakaian yang dipakai hingga lapuk dan harta yang disedekahkan sampai habis.
Keadaan ini relevan dengan firman-Nya surah al-Hadid ayat 20 yang terjemahannya, "Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya."
Kita lanjutkan dengan ayat kedua surah at-Takatsur yang terjemahannya, "sampai kamu masuk ke dalam kubur." Maksud ayat ini adalah: Kamu tidak akan berhenti bermegah-megahan seperti itu sampai kamu mati dan masuk ke dalam kubur. Kemewahan dunia yang engkau nikmati berakhir saat ajalmu datang, dan tidak ada waktu untuk bertaubat.
Ayat selanjutnya dengan terjemahan, "Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)." Maksudnya adalah: Tidak patut bagimu untuk lalai karena bermegah-megahan. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui dan menyadari bahwa akhirat itu lebih baik bagimu. Maka janganlah kemewahan menjadi tujuan karena itu adalah fana dan akhirat yang kekal nan abadi jadikanlah tujuan hidup.
Ketahuilah bahwa apapun perbuatan kita di dunia akan dipertanggung jawabkan, sesuai dengan firman-Nya surah at-Takatsur ayat 8 ( terakhir ) yang terjemahannya, "Kemudian, kamu pasti benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)."
Allah SWT. lebih memperkuat lagi celaan-Nya terhadap mereka dengan mengatakan bahwa sesungguhnya mereka akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan-kenikmatan yang mereka megah-megahkan di dunia, apa yang mereka perbuat dengan nikmat-nikmat itu. Apakah mereka telah menunaikan hak Allah SWT? atau apakah mereka menjaga batas-batas hukum-Nya yang telah ditentukan dalam bersenang-senang dengan nikmat tersebut. Jika mereka tidak melakukannya, ketahuilah bahwa nikmat-nikmat itu adalah puncak kecelakaan di hari akhirat.
Kenikmatan-kenikmatan semua itu pada hakikatnya adalah cobaan. Jika diperoleh secara halal dan digunakan dengan benar, semua itu akan menguntungkan pemiliknya, baik di dunia maupun akhirat. Bila tidak, semua itu akan menjadikan hidup pemilik-nya tidak berkah dan menjerumuskannya ke dalam siksaan-Nya di akhirat nanti.
Ya Allah, berikanlah tuntunan agar kami semua selalu mengingat-Mu, selalu menjalankan Perintah dan menjauhi larangan-Mu, teguhkanlah jiwa kami untuk tidak bermegah-megahan serta berlomba dengan menumpuk kekayaan.
Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(hnh/hnh)
Komentar Terbanyak
BPJPH: Ayam Goreng Widuran Terbukti Mengandung Unsur Babi
OKI Gelar Sesi Darurat Permintaan Iran soal Serangan Israel
Profil Reza Pahlavi, Keturunan Dinasti Terakhir Iran yang Siap Ganti Khamenei