Pola Migrasi Muslim ke Amerika Serikat

Mengenal Islam di AS (3)

Pola Migrasi Muslim ke Amerika Serikat

- detikHikmah
Jumat, 02 Des 2022 05:30 WIB
Poster
Pola Migrasi Muslim ke Amerika Serikat. Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Migrasi muslim pertama ke Amerika Serikat (AS) umumnya didominasi oleh orang-orang yang menginginkan kemerdekaan dari berbagai macam perbudakan. Dalam abad ke 15 pola hidup perbudakan masih terjadi di mana-mana. Di Timur Tengah dan Eropa masih marak terjadi perbudakan. Paruh pertama abad ke 15 Amerika tampil sebagai sebuah negara yang betul-betul membela dan memperjuangkan hak asasi manusia, sebagaimana dijelaskan dalam artikel terdahulu.

Kalangan peneliti AS memperkitrakan sekitar 4000 budak yang beragama Islam menyeberang ke AS. Bahkan Allan D. Austin, sudah memperkirakan populasi juslim di AS dalam tahun 1500-an sudah mencapai tiga juta orang untuk seluruh Amerika.

Pola migrasi mereka membawa keluarga menyeberang ke daratan Amerika, selanjutnya menyebar ke beberapa wilayah Amerika, terutama AS. Sebagian di antara mereka setibanya di AS berpindah agama tetapi sebagian besarnya masih tetap mempertahankan agama Islam walaupun dalam praktek dan pendalamannya tidak seperti di negeri asalnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka tidak lagi intensif mengikuti seremoni keagamaan dan mendapatkan pencerahan dari ulama atau guru-guru spiritual di negerinya. Umumnya mereka dari kelas menengah-bawah yang tidak memiliki pemahaman agama yang mendalam. Meskipun demikian, ada inisiatif mereka untuk mendatangkan tokoh-tokoh muslim dari negerinya secara bergantian untuk memberikan pembinaan terhadap generasi mudanya yang lahir di perantauan AS.

Masyarakat Afrika muslim yang kemudian menjadi cikal bakal American black muslims, warga muslim paling awal dan sudah merasa menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan AS. Mereka merasa ikut mendirikan AS dan memang betul-betul mencintai AS. Disusul kemudian etnik coklat seperti turunan Arab, Palestin, Yaman, Iran, Pakistan, India, Banglades, dan belakangan ras putih seperti China, terutama dari propinsi Xinjian, Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaisia, Pilipina, dan negara.

ADVERTISEMENT

Pola migrasi mereka selain mengharapkan kemerdekaan dari perbudakan, mereka juga ingin mendapatkan pembebasan dari negerinya yang bergejolak. Mereka mencari tempat yang aman bersama keluarganya dari berbagai konflik internal di negerinya. Sebagian mereka masuk ke AS sebagai refuge, yaitu mereka meminta suaka dan perlindungan di AS karena jiwanya dan keluarganya terancam di negerinya.

Pelarian kelompok bertikai di Iran, Palestina, dan China paling awal menggunakan pola refuge untuk bertempat tinggal di AS. Selanjutnya, konflik internal di sejumlah negara-negara muslim pasca kemerdekaan mereka banyak menyingkirkan tokoh-tokoh politik. Sebagian di antara mereka meminta perlindungan di AS.

Pola migrasi lainnya mereka mencari pola hidup yang lebih baik di AS. Lahan AS sangat subur dan sangat menjanjikan, sementara tenaga kerja dan warga AS yang mau bekerja sebagai petani masih jauh tidak berimbang dengan luas tanah dan lahan subur AS. Tidak heran, dalam tahun 1924, sekitar 700 petani dari Punjab, Pakistan, yang umumnya beragama Islam bermigrasi ke AS sebagai petani. Pasca Perang Dunia II beberapa wilayah kekuasaan Uni Sovyet memilih bermigrasi ke AS dan di antara mereka banyak yang beragama Islam.

Kebijakan lotteries AS yang memberikan kesempatan orang luar menjadi warga negara AS melalui adu nasib untung-untungan melalui undian lotterei, banyak juga dimanfaatkan oleh umat Islam dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia.

Kebijakan ini pernah sangat gencar dilakukan pemerintah AS guna mengefektifkan negerinya yang luas dengan tenaga kerja yang terbatas. Belum lagi keinginan sejumlah warga muslim memilih untuk memperbaiki pendidikan generasi barunya dengan bermigrasi ke AS. Mereka membeli properti dan kemudian hijrah menjadi warga negara AS. Semula memang sebagai pemilik green card tetapi lama kelamaan khususnya generasi yang lahir di AS sudah memperoleh kewarganegaraan (citizen).




(Prof. Nasaruddin Umar/lus)

Hide Ads