Cahaya yang dilupakan

Kolom Hikmah

Cahaya yang dilupakan

Aunur Rofiq - detikHikmah
Jumat, 28 Okt 2022 07:34 WIB
Aunur Rofiq
Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Cahaya, tentu semua orang mengetahui maknanya. Menjadi penerang merupakan tujuan Muhammad Saw. yang diutus Allah Swt. Kehadirannya merupakan rahmat bagi seluruh alam ( rahmatan lil alamin ). Adapun wahyu yang diterima pertama adalah perintah untuk membaca. Perintah ini merupakan proses menuju tingkat penguasaan dan kematangan ilmu pengetahuan. Adapun proses yang dimaksud adalah berpikir dengan menggunakan akal yang merupakan karunia-Nya. Ingatlah bahwa dalam ayat-ayat Al-Qur'an sering disebutkan, " Afala tatafakkarun ( apakah kamu tidak berpikir )."

Seluruh wahyu yang sudah dikumpulkan dalam kitab Al-Qur'an merupakan petunjuk untuk menjalani kehidupan bagi seluruh umat manusia, yaitu manusia yang menggunakan akalnya untuk berpikir. Adapun berpikir itu sejatinya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dengan mengedepankan akhlak sebagaimana sesuai tujuan dihadirkan manusia di bumi. Dengan membaca seseorang akan memperoleh tambahan pengetahuan, maka membaca merupakan jendela membuka cakrawala dunia.

Perintah membaca menjadikan orang-orang muslim akan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mencapai hal itu diperlukan dorongan keinginan yang kuat dan tersedianya bacaan-bacaan tersebut. Pada tahun 750-850 M saat Bani Abbasiyah memimpin, telah dilakukan upaya menyediakan bahan bacaan ilmu pengetahuan dengan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan sastra ke dalam bahasa Arab. Adapun buku-buku yang diterjemahkan sebelumnya dalam bahasa Persia, India, Syriaic, Aramaic dan Yunani. Pada saat itu kota Bagdad, disusul Cordova dan Kairo menjadi pusat penyebayaran kebudayaan, ilmu pengetahuan ke seluruh dunia. Cahaya Islam telah menjadi penerang menuju peradaban baru yang sampai saat ini kita merasakannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Philip K. Hitti dalam bukunya " Islam and the West" menggambarkan bagimana jauh jarak tingkat kebudayaan dan peradaban yang dicapai oleh kaum muslimin dan orang-orang Barat. Lihatlah ketika Charlemagne raja Franka baru belajar membuat tanda tangan, sedangkan Harun al-Rasyid ( khalifah Abbasiyah ) sudah mengkaji filsafat. Saat tabib-tabib Muslim sudah mengobati pasien secara medis, dokter-dokter Barat masih berpendapat bahwa penyakit si pasien karena kemasukan roh jahat.

Para ilmuwan Muslim yang berhasil memadukan beberapa bagian keilmuannya dengan prinsip-prinsip dasar di dalam Al-Qur'an, yang pada akhirnya mereka berhasil memperoleh kemajuan keilmuan yang begitu dahsyat. Beberapa ilmuwan Muslim yang memiliki jasa besar dalam kemajuan ilmu pengetahuan dunia seolah terlupakan karena terhijab tirai klaim Barat. Salah satu ilmuwan itu adalah Abu Yusuf bin Ishaq al-Kindi, pencetus teori relativitas. Adapun teorinya adalah : " Waktu itu ada ( eksis ) karena gerak. Gerak itu ada karena badan/tubuh yang bergerak. Jika tidak gerak, ada tubuh yang diperlukan untuk bergerak. Jika ada badan, ada gerakan yang dilakukan." Pada intinya menurut al-Kindi, ruang, waktu, gerakan dan benda itu bersifat relatif satu sama lain dan tidak dapat berlaku sendiri ( independen ) atau absolut.

ADVERTISEMENT

Teori al-Kindi ini ada kesamaan dengan teori gagasan Einstein. Jarak antara teori yang digagas al-Kindi pada abad ke 8 dan Einsten pada abad ke 19, maka teori rekativitas ini sudah ada atau dikembangkan sejak 11 abad sebelum Einstein. Sebenarnya teori relativitas bukanlah hal yang baru bagi umat Islam karena sudah terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Dalam surah al-Hajj ayat 47 yang berbunyi, " Sesungguhnya sehari di sisi Allah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu." Dilanjutkan dalam surah as-Sajdah ayat 5 berbunyi, " Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian ( urusan ) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya ( lamanya ) adalah seribu tahun perhitunganmu."

Di sini penulis berharap para generasi muda Muslim tidak pesimis dalam memberikan warna peradaban, karena para tokoh sebelum kita bisa mencerahkan peradaban dunia meski akhirnya dilupakan ( ada kesengajaan dengan langkah-langkah ). Maka mulailah wahai para pemimpin Muslim ( Bupati, Wali Kota, Gubernur dan para Meneteri ) untuk berani berbuat dalam menyediakan bacaan-bacaan berkualitas yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Lihatlah Israel, China yang mulai cepat memberikan kontribusi peradaban dengan keunggulan ipteknya, ini semua karena mereka dengan cepat menyerap ilmu-ilmu tersebut yang diterjemahkan ke dalam bahasanya. Kepada para akademisi Muslim segeralah berlari dan berinovasilah, berilah inspirasi agar para generasi muda ikut berlomba dalam inovasi.

Semoga Allah Swt. memberikan bimbingan dengan membuka hijab kita semua untuk berlomba dalam berkontribusi memajukan peradaban.

Aunur Rofiq

Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)




(erd/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads