×
Ad

Toxic Classroom: Ketika Sekolah Jadi Zona Bahaya, Bukan Zona Aman

Cicin Yulianti - detikEdu
Rabu, 19 Nov 2025 12:30 WIB
Ilustrasi bullying. Foto: istockphoto/AlexLinch
Jakarta -

Fenomena perudungan siswa di sekolah saat ini tengah disorot berbagai kalangan. Sejumlah kasus yang disorot antara lain bullying di SMPN 19 Tangerang Selatan (Tangsel) dan ledakan di SMAN 72 Jakarta.

Diketahui, korban bullying di SMPN 19 Tangsel, MH (13) meninggal setelah menerima kekerasan fisik dari temannya di sekolah. Sementara korban bullying di SMAN 72 Jakarta membuat ledakan di sekolahnya yang melukai puluhan siswa lain.

Pada kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta, sang anak mengaku sering dirundung dan telah melaporkannya ke sekolah. Namun, ia mengatakan, sekolah tak menggubris hal itu.

Sekolah Malah Jadi Toxic Classroom

Menurut Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, perilaku ini merupakan sebuah kelalaian dari sekolah. Ia menekankan, seharusnya, sekolah menjadi zona aman, tetapi malah menjadi zona "toxic classroom".

"Dari seluruh peristiwa yang dialami anak korban selama berbulan-bulan, sekolah mengabaikan dan telah lalai memberikan perlindungan terhadap anak korban," ujar Retno dalam keterangan tertulis, Rabu (19/11/2025).

Ditambahkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI, Fahriza Marta Tanjung, kejadian-kejadian tersebut menunjukkan bahwa pihak sekolah belum menjalankan amanat Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

Mana Fungsi Tim Satgas Setempat?

Fahriza kemudian menyorot fungsi Tim Pencegah Penanganan Kekerasan (PPK) dalam kasus perundungan di SMPN 19 Tangsel dan SMAN 72 Jakarta. Menurutnya, peran dari Tim Satgas PPK Tangsel dan Jakarta menjadi dipertanyakan.

"Seharusnya Kepala SMAN 72 Jakarta diperiksa oleh Tim Satgas PPK Provinsi DKI Jakarta. Karena Kepala Sekolah adalah pihak yang paling bertanggungjawab melindungi warga sekolah selama berada di sekolah. Sekolah harusnya menjadi tempat yang aman bagi peserta didik, pendidik dan tendik", tegas Fahriza.

Fahriza juga mempertanyakan apa saja upaya-upaya yang dilakukan tim satgas dalam pencegahan. Ia sangat menyayangkan Tim Satgas Tangsel dan Jakarta yang dinilai belum berfungsi maksimal.

Sekolah Perlu Bangun Sistem Pencegahan Kekerasan

FSGI memberikan beberapa saran untuk langkah penanganan kedua kasus tersebut beserta pencegahan kasus serupa ke depan. Federasi ini menekankan kekerasan di dua sekolah tersebut harus menjadi tamparan dan pelajaran. Berikut rekomendasi FSGI:

Pemkot Tangsel dan Pemrov DKI Jakarta wajib memastikan Tim Satgas Daerah yang sudah terbentukmenjalankan fungsinya sesuai Permendikbudristek 46/2023

Disdik Tangsel dan DKI Jakarta agar memastikan seluruh sekolah mempunyai kanal pengaduan online, lengkap dengan kontak aktif Disdik, KPAI/KPAD, Dinas PPA, dan lainnya.

Disdik Tangsel dan DKI Jakarta agar mewajibkan semua sekolah mengikuti pelatihan penguatan tim PPK dan kepala sekolah agar sama-sama memahami penanganan kasus secara menyeluruh.
Sembunyikan kutipan teks

Tim PPK SMPN 19 Tangsel dan SMAN 72 Jakarta harus membuat program pencegahan dan sosiliasi anti perundungan ke siswa. Jika perlu, sekolah bisa menggelar pelatihan deteksi siswa yang mengalami bullying



Simak Video "Video: Alasan Seseorang Jadi Pelaku Bullying dari Kacamata Psikolog"

(cyu/twu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork