Nilai toleransi antaragama menjadi salah satu karakter penting yang perlu ditanamkan kepada peserta didik. Hal inilah yang turut diwujudkan oleh Apriyanti Br Marpaung, seorang guru yang mengajarkannya melalui keteladanan sehari-hari.
Apriyanti, yang beragama Kristen, saat ini mengajar di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Tapanuli Utara. Tahun ini, ia resmi bergabung sebagai aparatur sipil negara setelah lulus seleksi CPNS di Kementerian Agama.
Ditanya Murid "Kok Guru Kristen Ngajar di Madrasah?"
Pada hari pertamanya bertugas sebagai guru matematika, Apriyanti merasakan ada tantangan baru yang menantinya. Begitu memasuki kelas, ia dapat menangkap rasa ingin tahu para siswa terhadap kehadirannya yang terlihat berbeda dengan guru lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kok guru Kristen ngajar di madrasah?" kenangnya, dikutip dari laman Kemenag, Rabu (19/11/2025).
Meski demikian, Apriyanti tidak merasa terganggu. Sebaliknya, ia memandang hal itu sebagai kesempatan untuk menanamkan nilai moderasi beragama kepada siswa, sembari menjalankan tugasnya mengajar matematika.
Walau Berbeda, Apriyanti Merasa Diterima
Perempuan kelahiran Rantau Perap tersebut memang berasal dari keluarga Kristen. Lulusan Universitas Negeri Medan itu tak menyangka akan menemukan banyak pengalaman baru ketika mulai mengajar di madrasah.
Di lingkungan barunya, ia melihat langsung bagaimana para siswa dan rekan sejawat begitu kuat menghidupkan nilai-nilai keislaman, beda dengan sekolah umum. Ia juga menjadi paham budaya dan kegiatan keagamaan Islam.
Apriyanti menyampaikan bahwa ia kini merasa disambut hangat oleh para siswa dan guru di madrasah tersebut. Baginya, perbedaan keyakinan bukan lagi menjadi dinding pembatas, melainkan jembatan untuk saling memahami, mendengar, dan memberi kekuatan satu sama lain.
"Yang membuat hati saya terharu, mereka pun menerima saya apa adanya mereka menghargai keyakinan saya, cara saya beribadah, dan setiap langkah yang saya ambil sebagai seorang pendidik," ungkapnya.
Bahkan, Apriyanti kini merasa bangga bisa mengajar di madrasah. Ia berpesan kepada guru yang memiliki tugas yang sama dengannya untuk tidak takut terhadap perbedaan.
"Karena pada akhirnya, damai itu lahir ketika kita berani menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan ancaman," tuturnya.
Menurut Apriyanti perbedaan ini justru dapat membuat masyarakat bisa saling terbuka. Perbedaan mengajarinya rasa menghargai dan dihargai.
"Dan saya menemukan kedamaian itu di tempat yang mungkin tidak semua orang sangka, sebuah madrasah yang menjadi rumah bagi harmoni di tengah keberagaman," katanya.
(cyu/pal)











































