Angka Putus Sekolah (APS) menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi pendidikan di Indonesia saat ini. APS merupakan persentase siswa yang berhenti sekolah sebelum menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Tatang Muttaqin menjelaskan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 4 juta anak usia sekolah termasuk dalam persentase APS. Data tersebut menjabarkan SMK menjadi jenjang pendidikan yang paling tinggi dalam menyumbang APS.
"Kalau kita lihat data dari BPS lebih dari 4 juta anak usia sekolah yang tidak bisa bersekolah dan proporsi terbesar di usia 15-18 tahun atau jenjang pendidikan menengah," katanya dalam acara peluncuran program Gerakan 1.000 Anak Putus Sekolah (APS) SMK Berdaya Lewat PKK dan PKW di Gedung A lantai 3, Komplek Kemendikbudristek, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari data tersebut sebanyak 9.391 atau setara 0,19 persen merupakan peserta didik SMK secara nasional dan ini merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya," sambung Tatang.
Gerakan 1.000 APS SMK Berdaya Lewat PKK dan PKW
Tatang menyebut bila melihat persentase, memang APS siswa SMK sangat kecil. Bahkan tidak mencapai angka satu persen.
"Jadi angkanya 0,19%, memang kalau persentasenya kecil tapi dari magnitudonya besar. Karena 9.000 (siswa) ini yang diharapkan tadinya mengisi ruang-ruang kebekerjaan. Sayangnya mereka putus (sekolah) bahkan yang kelas 12," jelas Tatang.
Untuk menghadapi tingginya APS, Kemendikdasmen meluncurkan program gerakan 1.000 APS SMK berdaya lewat Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW).
Pada dasarnya, program ini bukanlah hal yang baru dan sudah berjalan sejak 2020 hingga saat ini. Tujuan utamanya untuk mengurangi APS sehingga siswa yang putus sekolah diharapkan terus berdaya.
"Siswa SMK mendapatkan pendidikan keterampilan dan pendidikan kewirausahaan. Dengan pendidikan dan pelatihan ini, mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya," urai Tatang.
Kemendikdasmen berperan aktif dalam memenuhi target 1.000 APS agar bisa berdaya. Tatang mengaku pihaknya langsung turun ke lapangan untuk menemui para siswa APS.
"Kita mencari anak-anak SMK yang putus sekolah yang 9.000 ini. Kita kejar, memang tidak mudah karena mereka juga sudah bekerja serabutan dan lain-lain. Tapi kita targetkan untuk 1.000 (anak) bisa mendapatkan pendidikan keterampilan dan pendidikan khusus wirausaha," kata dia lagi.
Setelah menyelesaikan pelatihan keterampilan atau wirausaha, peserta program akan mendapatkan sertifikasi kompetensi. Sertifikasi ini bisa digunakan untuk melamar pekerjaan atau membuka usaha.
APS Tertinggi di Dalam Pulau Jawa
Plt. Direktur Kursus dan Pelatihan Saryadi menyatakan program ini menggandeng berbagai lembaga. Untuk pelatihan, Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) di seluruh Indonesia ikut ambil peran.
Sedangkan untuk mengidentifikasi lokasi APS, Kemendikdasmen berkoordinasi dengan dinas pendidikan setempat. Sehingga, proses pelatihan PKK dan PKW dilakukan dekat dengan tempat tinggal APS.
Saryadi menyatakan target seribu APS pada dasarnya tersebar di seluruh Indonesia. Namun, di tahap awal Kemendikdasmen akan fokus ke daerah yang memiliki APS paling tinggi.
"Tentunya sesuai dengan konsentrasi SMK. (APS tertinggi) adanya di dalam (di daerah) Pulau Jawa. Tapi yang luar Jawa kami juga memberikan (pelatihan)," tutur Saryadi.
Terkait bidang pelatihan yang banyak diminati, Saryadi menyebut Tata Boga paling jadi incaran peserta PKK dan PKW. Ia optimis bila target pemberdayaan 1.000 APS bisa tercapai di 2025, bahkan lebih.
Hal itu terlihat dari data yang menunjukkan hingga saat ini sudah ada 825 APS yang mendaftar program dan selebihnya akan terus diproses.
(det/nah)