Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengungkap tingkat literasi siswa di Indonesia yang masih rendah. Selain itu, ia juga mengungkap penyebab-penyebabnya.
Ia menuturkan setidaknya ada lima alasan tingkat literasi siswa di Indonesia rendah. Pertama, siswa tidak memahami tulisan yang mereka baca.
"Masalah literasi itu lah tidak sekedar orang bisa membaca aksara, tapi problem kita itu kan bukan mereka tidak bisa membaca aksara tetapi memahami aksara yang sering disebut dengan functional reading," katanya dalam acara "Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia" di Gedung A Kemendikdasmen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, kedua adalah kurangnya pemahaman siswa dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Menurutnya, bahasa menjadi kunci dalam menyampaikan berbagai gagasan hingga ekspresi.
"Selain masalah kemampuan membaca yang rendah functional reading yang rendah itu kita juga ada masalah tentang bagaimana kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi yang efektif ini," kata Mu'ti.
Penguasaan bahasa sebagai alat komunikasi tersebut berhubungan dengan kemampuan membaca dan berpikir. Jika siswa memegang kemampuan ini, maka menurut Mu'ti mereka bisa menyampaikan argumen mereka secara logis.
"Bagaimana dia mengusung argumen-argumen yang logis dan runtut itu bisa kita lihat dari bagaimana dia berbahasa baik lisan atau tulisan," tambahnya.
Selanjutnya, masalah ketiga yang membuat literasi rendah adalah keadaban berbahasa. Mu'ti melihat masih banyak masyarakat yang kurang memakai empatinya saat berbahasa untuk mengomentari orang lain di media sosial.
"Microsoft dalam risetnya itu adalah problem keadaban kita di dalam berbahasa yang kaitannya dengan keadaban digital. Karena tidak ada kesantunan di situ dan kemudian yang kedua juga tidak ada rasa empati kepada orang lain dari bahasa yang digunakan itu," ungkapnya.
Kurangnya siswa yang meyakini bahasa sebagai kedaulatan bangsa menjadi alasan keempat. Padahal, fungsi bahasa satu ini telah diwujudkan langsung dalam Kongres Bahasa pada tahun 1938 lalu.
"Secara historis kita mencoba melihat bagaimana perjuangan para tokoh bangsa dalam mereka menggunakan bahasa Indonesia itu kita bisa paham dengan mana ini bagaimana mereka itu mengangkat bahasa Indonesia itu sebagai bahasa persatuan bahasa yang mampu mengatasi sekat-sekat primordial," beber Mendikdasmen.
Terakhir, penyebab tingkat literasi di Indonesia yang masih rendah adalah bahasa kurang diyakini sebagai pembangun peradaban. Padahal, saat ini bahasa Indonesia telah resmi menjadi salah satu bahasa yang digunakan dalam Konferensi Umum UNESCO.
"Problem kita yang kelima adalah bagaimana kita menjadikan bahasa Indonesia ini sebagai bagian dari membangun kejayaan bangsa dan berbagai macam capek-capek di dunia. Alhamdulillah perjuangan dan juga usaha keras dari penduduk-penduduk saya bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa rapat-rapat di UNESCO," katanya.
(cyu/nah)