Pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) disebut melanggar Perpres No 123 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun Anggaran 2021. Eks Mendikdbudristek Nadiem Anwar Makarim beri klarifikasi.
Ia mengakui pengadaan 1,1 juta laptop Chromebook tidak hanya menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kemendikbudristek, tetapi juga Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dari daerah.
Meski menggunakan dua sumber anggaran, ia menegaskan pengadaan laptop tepat pada regulasi. Untuk mengurangi potensi konflik kepentingan, ia menyatakan pengadaan didampingi oleh berbagai instansi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Instansi yang dimaksud seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ia menyatakan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) juga dilibatkan.
"Ketepatan terhadap regulasi itu menjadi prinsip dasar dalam proses pengadaan ini. Pengadaan ini menggunakan jalur yang paling mengurangi potensi konflik kepentingan dengan adanya pendampingan dari berbagai instansi," tutur Nadiem dalam acara Konferensi Pers Mendikbudristek Periode 2019-2024 di The Dharmawangsa Jakarta, Jalan Brawijaya Raya No 26 Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).
"Kemendikbduristek tidak punya kewenangan untuk menentukan harga maupun mengkurasi daftar penyedia produk. Inilah asas transparansi dan meminimalisir konflik kepentingan menjadi prioritas utama kita di proses pengadaan ini," kata dia lagi.
Nadiem: Pengadaan Diawasi Kejaksaan Sejak Awal
Dalam pengadaan laptop Chromebook tersebut, menurut Nadiem, BPKP bertugas untuk melakukan audit. Sedangkan kejaksaan diundang sejak awal pengadaan dilakukan.
"Kami (Kemendikbudristek) mengundang Jamdatun, mengundang kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini agar proses terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi," bebernya.
Ia mengatakan Kemendikbudristek juga berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memastikan tidak ada unsur monopoli dalam proses pengadaan laptop Chromebook.
"Jadi sudah berbagai macam jalur yang ditempuh untuk memastikan bahwa pengadaan sebesar ini, yang memang selalu kami mengetahui dari awal pasti ada resikonya, (sehingga) dikawal berbagai instansi," jelas Nadiem.
Kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea menegaskan ada bukti bahwa pengadaan laptop Chromebook didampingi Kejaksaan Agung, dalam hal ini Jamdatun, sejak awal. Hal ini dibuktikan dengan surat Jamdatun tertanggal 24 Juni 2020 yang menyebutkan pendampingan hukum benar-benar dilakukan.
"Keluarlah surat dari Jamdatun tanggal 24 Juni 2020, yang isinya jelas-jelas menyebutkan untuk Jamdatun memberikan pendampingan hukum selama proses pengadaan laptop tersebut. Kemudian juga KPPU, dilibatkan dan kemudian diperiksa oleh BPKP. Semuanya tidak ada pelanggaran," tandas Hotman.
Dugaan pelanggaran Perpres 123/2020 disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina. Menurutnya, penggunaan anggaran yang salah satunya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik menyalahi Perpres No. 123 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik TA 2021.
"Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah (bottom-up), bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian. Pencairan DAK juga harus melampirkan daftar sekolah penerima bantuan, sedangkan saat itu tak jelas bagaimana dan kepada sekolah mana laptop akan didistribusikan," ujar Almas dikutip dari detiknews.
(det/twu)