Mendikdasmen Mu'ti Pernah Kritik Keras Program Merdeka Belajar, Seperti Apa?

Pasti Liberti Mappapa - detikEdu
Jumat, 25 Okt 2024 18:00 WIB
Mendikdasmen Abdul Mu'ti Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Begitu dilantik menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti secara terbuka menyatakan akan mengkaji sejumlah kebijakan dalam program Merdeka Belajar yang diinisiasi Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Beberapa kebijakan yang disebut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu seperti ujian nasional, kebijakan zonasi, dan Kurikulum Merdeka.

"Jadi soal ujian nasional, soal zonasi, kurikulum merdeka, apalagi yang sekarang masih menjadi perdebatan. Nanti kita lihat semuanya secara sangat seksama dan kami akan sangat berhati-hati," ujar Mu'ti usai serah terima jabatan, Senin (21/10/2024) lalu.

Seperti diketahui, selama 5 tahun menjabat Nadiem meluncurkan 26 episode Merdeka Belajar. Episode pertama dimulai Desember 2019 dengan penyesuaian kebijakan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Nadiem mengganti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dengan dengan ujian atau asesmen yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ia juga meniadakan Ujian Nasional (UN) yang digantikan dengan Asesmen Nasional mulai 2021.

Meski berbagai kritik atas Merdeka Belajar menerpa, Nadiem tak mundur. Salah satu sosok yang memberikan kritik keras adalah Abdul Mu'ti yang sekarang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto mengurus kebijakan pendidikan dasar dan menengah.

Di lingkungan kementerian, Mu'ti pernah menjabat sebagai Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah 2011-2017, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada 2019. Hanya saja BSNP dibubarkan Nadiem pada 2021.

Seperti apa kritik Abdul Mu'ti?

Dalam acara Perspektif Baru yang disiarkan Perspektif Wimar TV pada September 2022 lalu, Mu'ti menyatakan kebijakan yang dibuat oleh Nadiem Makarim dengan jargon Merdeka Belajar tidak menimbulkan dampak yang serius terhadap perubahan kualitas pendidikan.

"Bahkan kemudian menimbulkan berbagai persoalan baru. Kebijakan ini menurut pandangan saya tidak memiliki konstruksi filosofis dan tidak memiliki konstruksi kultural yang kuat," ujarnya

Sebenarnya menurut Mu'ti, secara filosofis dalam konteks dunia pendidikan, Merdeka Belajar itu bukan konsep yang baru.

Bapak Pendidikan Indonesia yang juga Menteri Pengajaran pertama Ki Hajar Dewantara sudah meletakkan dasar-dasar Merdeka Belajar lewat pendidikan Taman Siswa.

"Tetapi konsep Merdeka Belajar Ki Hajar Dewantoro ini sepertinya tidak ditangkap secara utuh oleh timnya Mas Nadiem," ujar guru besar bidang Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu.

Mu'ti mengungkapkan Merdeka Belajar dalam konteks konsep Ki Hajar memiliki makna bahwa pendidikan merupakan sarana untuk memerdekakan manusia menjadi manusia merdeka. Esensi dari pendidikan terletak pada makna tersebut.

Karena itu, menurut Mu'ti, melakukan upaya-upaya liberasi merupakan pembeda antara seorang berilmu dengan seorang tidak berilmu.

"Liberasi bukan liberalisasi. Nah yang sekarang ini terjadi nampaknya liberasi itu berubah menjadi liberalisasi yang itu secara filosofis dan dalam konteks pendidikan sangat jauh berbeda," katanya.

Kemudian, ujar Mu'ti dalam konteks pembelajaran Merdeka Belajar itu bukan sesuatu yang baru. Dalam teori pendidikan humanistik sejak 1960-an, psikolog Carl Rogers telah mengenalkan freedom to learn.

"Dengan psikologi humanistik itu ya memang orang itu merdeka belajar, bisa belajar apa saja dan kemudian bisa memilih apa yang ingin dia pelajari," ujarnya.

Ia melanjutkan,"Dia juga tidak boleh belajar dalam suasana yang tertekan sehingga dia harus harus enjoy. Belajar pun harus dalam suasana yang menyenangkan."

Mu'ti juga menilai ada gejala di mana kebijakan Merdeka Belajar sangat terpengaruh oleh aliran di mana pendidikan itu dikendalikan oleh pasar.

"Pendidikan ini sepertinya sangat didominasi oleh orientasi pekerjaan," katanya.

Saat itu, Mu'ti berpendapat Merdeka Belajar harus dibangun dulu konstruksi filosofisnya dan jangan sampai liberasi mengarah kepada liberalisasi.

"Dan itu harus, harus sudah sama satu visi secara nasional di tingkat guru dan para pengambil kebijakan pendidikan," katanya.



Simak Video "Video Mendikdasmen Soroti Generasi Nokturnal: Tidur Lambat-Bangun Terlambat"

(pal/nwk)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork