Program Wajib Baca Bakal Masuk Lagi ke Sekolah, Apakah Sama dengan Zaman Anies?

ADVERTISEMENT

Program Wajib Baca Bakal Masuk Lagi ke Sekolah, Apakah Sama dengan Zaman Anies?

Nikita Rosa - detikEdu
Senin, 20 Mei 2024 20:30 WIB
Perpustakaan Sekolah Alam Tunas Mulia, Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, mendapat bantuan ratusan buku pelajaran. Perpustakaan ini banyak dikunjungi oleh anak-anak pemulung.
Program Wajib Baca Bakal Kembali ke Sekolah. (Foto: Agung Pambudhy)
Jakarta - Program wajib baca bakal masuk lagi ke sekolah. Bertajuk "Sastra Masuk Kurikulum", apakah sistem akan sama dengan zaman Menteri Pendidikan Anies Baswedan?

Kemendikbudristek akan segera meluncurkan Sastra Masuk Kurikulum pada tahun ajaran mendatang di sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka. Program ini berupaya untuk memasukkan karya sastra dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah.

Budaya serupa juga pernah diterapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2014-2016, Anies Rasyid Baswedan. Lantas, apa bedanya program Sastra Masuk Kurikulum dengan wajib baca yang diusung oleh Menteri Anies?

Program Wajib Baca Menteri Anies

Melansir dari arsip detik.com, program yang diusung oleh Menteri Pendidikan kala itu berupa wajib baca. Siswa diwajibkan membaca buku 15 menit sebelum pelajaran dimulai.

"Membaca itu harus dilakukan sebagai sesuatu yang rutin. Karena itu, mulai tahun ajaran baru ini, mengharuskan setiap pagi, sebelum pelajaran dimulai, anak-anak harus membaca, 15 menit," kata Anies pada 2015 silam.

Materi bacaan pun dibebaskan kepada siswa. Para siswa diperbolehkan membaca buku yang bersifat mendidik. Baik dipinjam dari perpustakaan maupun dibawa dari rumah.

Ketika anak sudah terbiasa membaca, maka aktivitas itu akan menjadi sebuah kebiasaan. Dengan begitu kebiasaan nantinya menjadi sebuah kebudayaan.

"Jadi kebudayaan membaca itu dibangunnya lewat pembiasaan," ujarnya.

Tentang Sastra Masuk Kurikulum

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo, mengatakan jika program membaca ini akan berbeda dengan wajib baca yang pernah dicetuskan oleh Menteri Pendidikan sebelumnya.

Jika sebelumnya program dirinci oleh pemerintah pusat, kini sekolah diharuskan untuk melakukan kontekstualisasi kurikulum.

"Kalau sebelumnya kurikulum itu diserahkan, peraturan dari pusat itu sedemikian detail, sehingga praktis semua sekolah itu seharusnya punya kurikulum yang sama atau mirip ke dalam sekolah," jelas Anindito dalam Media Briefing di Kompleks Kemendikbudristek, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024).

"Bagaimana pencapaiannya, bahan apa yang digunakan, buku mana yang dipilih, itu tidak diwajibkan dari pemerintah pusat," imbuhnya.

Setiap sekolah dibebaskan untuk memilih karya sastra sesuai dengan kebutuhan dan kondisi tiap sekolah. Ia menekankan jika kesiapan belajar murid di setiap kelas akan berbeda-beda.

Dalam program ini, Kemendikbud akan menyediakan alat bantu berupa daftar karya sastra yang telah dikurasi oleh tim kurator dengan beragam latar belakang. Kemendikbud juga mengimbau agar sekolah melakukan asesmen untuk melihat profil siswa yang terkait dengan kesiapan belajar serta minat.

"Kalau murid-muridnya banyak yang suka sepak bola. Cari karya ya tentang sepak bola. Mungkin akan jauh lebih membuat anak-anak semangat belajar," jelasnya.

"Daripada kita tentukan semua sekolah wajib menggunakan buku ini, kelas ini. Karena kita tahu kebutuhan spesifik tiap-tiap sekolah. Jadi implementasinya mulai tahun ini, Agustus, Juli," tutupnya.


(nir/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads