Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024 menjadi tahun terakhir bagi Nadiem Makarim dalam menjabat sebagai Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Dalam upacara Hardiknas 2024, Nadiem sempat mengulas Kembali perjalanan Gerakan Merdeka Belajar yang diusungnya.
Tak lupa sosok yang akrab dipanggil Mas Menteri ini mengucapkan terima kasih kepada para pemangku kepentingan yang mendukung Gerakan Merdeka Belajar. Ia juga menitipkan agar Merdeka Belajar bisa dilanjutkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan penuh ketulusan, saya ucapkan terima kasih banyak atas perjuangan yang Ibu dan Bapak lakukan. Dengan penuh harapan, saya titipkan Merdeka Belajar kepada Anda semua, para penggerak perubahan yang tidak mengenal kata menyerah untuk membawa Indonesia melompat ke masa depan," tuturnya Kamis (2/5/2024).
Kepemimpinan Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek tak selalu mulus. Sejumlah kebijakannya kerap menuai kontroversi dan kritikan tajam.
Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) berikan 5 catatan evaluasi kritis dan harapan untuk kualitas Pendidikan nasional di masa depan.
5 Catatan P2G di Akhir Masa Kepemimpinan Nadiem Makarim
1. Evaluasi Merdeka Belajar
P2G menilai lima tahun masa jabatan Nadiem Makarim belum menghasilkan banyak perubahan perbaikan fundamental bagi Pendidikan dan guru. Untuk itu, mereka mendesak agar DPR RI dan DPD RI mengevaluasi program Merdeka Belajar yang sudah menghasilkan 26 Episode.
Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri memberikan contoh mengapa Merdeka Belajar perlu dievaluasi. Hal ini terlihat dari hasil PISA yang dinilai memiliki skor terendah selama sepuluh tahun terakhir.
Sehingga diperlukan evaluasi total terhadap kebijakan Pendidikan di era Nadiem Makarim. Tidak hanya oleh pemerintah pusat tetapi juga Lembaga independen termasuk organisasi profesi guru.
"Agar kelangsungan atau dihentikannya kebijakan ini benar-benar dilakukan secara objektif, berorientasi perbaikan, jujur, dan berbasis data," ungkapnya dikutip dari keterangan tertulis yang diterima detikEdu, Jumat (3/5/2024).
Secara mendalam, berbagai program yang perlu diperhatikan dalam Merdeka Belajar menurut P2G, seperti:
- Program Guru Penggerak (PGP) yang memiliki anggaran fantastis mencapai Rp 3 triliun diberhentikan. PGP dinilai bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bersifat diskriminatif, eksklusif, tidak berkeadilan dan tidak mengedepankan prinsip kesetaraan peluang karena tidak semua guru berhak ikut pelatihan PGP.
- Guru dikotak-kotakan dengan beragam label seperti Guru Penggerak, Guru Konten Kreator, Guru Fasilitator, Guru Komite Pembelajaran, dan lainnya. Hal ini dapat membuat kastanisasi antar guru.
- Platform Merdeka Belajar diminta untuk tidak diwajibkan untuk diisi atau diikuti secara bertahap oleh guru karena dapat mengganggu proses pembelajaran siswa.
- Dari kacamata P2G, Nadiem dinilai sebagai Mendikbudristek yang suka menghasilkan istilah-istilah baru. Sayangnya, istilah ini secara esensial disebut masih sebatas jargon atau slogan belaka untuk kepentingan 'branding' program-program miliknya.
Meski banyak catatan terkait Merdeka Belajar, P2G juga mengapresiasi kebijakan Nadiem untuk efisiensi teknis e-kinerja SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) yang terintegrasi PMM. Bagi guru ASN ini memberi kemudahan karena lebih simpel meski perlu dilakukan evaluasi antara Pemda dan pemerintah pusat
Kurikulum Merdeka perlu dilanjutkan dengan perbaikan atau revisi yang perlu disentuh. Seperti pelatihan untuk guru.
2. Tata Kelola Pendidikan Pasca Nadiem Lengser
Koordinator Nasional P2G, Satriawan Salim berharap tata Kelola Pendidikan pasca Nadiem lengser dari jabatannya lebih baik. Ia berharap agar Mendikbud nantinya telah menyiapkan "Peta Jalan Pendidikan Nasional".
Peta jalan ini harus berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya, bangsa dan ciri khas kenusantaraan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jangan sampai hanya bergantung pada persiapan perangkat teknologi dan menghasilkan jurang ketimpangan digital.
"P2G berharap, teknologi digital yang dikembangkan ke depan adalah teknologi yang inklusif, bukan teknologi yang menambah kesenjangan. Dan dibarengi dengan mengakselerasi akses infrastruktur (digital), sembari fokus pada kualitas pendidikan dasar di dalamnya," ungkap Satriwan.
3. Kriteria Mendikbud Baru
Menurut P2G Mendikbudristek yang baru harus paham persoalan laten dan fundamental dari Pendidikan. Ia juga harus sosok yang mendukung rencana upah minimum guru non-ASN, memiliki kompetensi, berintegritas, humanis dan pernal mengelola Lembaga Pendidikan lebih baik.
"Kami berharap Mendikbudristek baru adalah figur yang patut diteladani, memahami nilai-nilai Pancasila, mengerti dan menghargai budaya bangsa, tidak mengesampingkan ciri kenusantaraan, memahami sejarah masa lalu dan inovatif menyiapkan masa depan, serta responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," kata Satriwan.
4. Guru PPPK jadi Ancaman
Anggota Dewan Pakar P2G, Apar Rustam menjelaskan kehadiran guru PPPK baru justru mengancam guru honorer di sekolah negeri. Berdasarkan laporan P2G ada beberapa daerah telah melakukan pemecatan guru honorer seperti: Jawa Barat, Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Banten, Jakarta, Jawa Tengah, dan Bali.
P2G juga menawarkan berbagai solusi persoalan guru honorer di sekolah negeri, seperti:
- Pemerintah Pusat hendaknya merancang kembali skema Guru Bantu atau DPK yaitu guru ASN yang diperbantukan di sekolah swasta.
- Guru PPPK kategori P1 yang lulus dari sekolah swasta hendaknya dikembalikan mengajar di sekolah swasta asal dengan status DPK.
- Pemda harus dipastikan melakukan proses analisis jabatan yang jelas, berbasis data, dan objektif.
- Mendesak komitmen secara tertulis dari Kepala Kepala Daerah atau Kemenpan RB atau Kemdikbudristek RI untuk tidak memberhentikan para guru honorer dengan masuknya guru PPPK.
5. Menagih Janji Prabowo-Gibran
Terakhir, P2G mengingatkan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto untuk memenuhi janji kampanye bidang Pendidikan dan guru. Sebelumnya, pasangan Prabowo-Gibran menjanjikan adanya tunjangan dan tambahan penghasilan kepada seluruh guru Indonesia sebesar Rp 2 juta/bulan.
Selain itu, Prabowo-Gibran berjanji akan menetapkan Upah Minimum Nasional bagi Guru Non-ASN. Yaitu guru swasta dan guru honorer (negeri dan swasta). Ini tentu sangat didukung oleh para guru honorer.
"Menurut kami, selain rencana makan siang, susu gratis, ada juga yang lebih fundamental digratiskan, yaitu jaminan pendidikan gratis 12 tahun, buku paket, dan seragam gratis. Kami berharap pemerintahan baru nanti merealisasikannya dengan segera," pungkas Satriwan.
(det/pal)