Studi: Ekskul Anak Prasekolah Tak Selalu Berdampak Positif kalau...

ADVERTISEMENT

Studi: Ekskul Anak Prasekolah Tak Selalu Berdampak Positif kalau...

twu - detikEdu
Selasa, 05 Des 2023 08:30 WIB
Asian chinese preschool teacher welcoming their student entering through front gate in the morning
Studi ungkap kegiatan ekskul anak prasekolah tidak selalu berdampak baik. Begini faktor-faktor dan kondisinya. Foto: iStock
Jakarta -

Mendorong anak belajar lebih dini untuk persiapan masuk sekolah terkadang masuk pertimbangan orang tua. Kegiatan ekstrakurikuler jadi opsi untuk mengembangkan skill.

Studi di Journal of School Psychology baru-baru ini mengungkap bahwa kegiatan ekskul belum tentu bantu meningkatkan kecakapan dan perilaku anak prasekolah. Mengapa demikian, dan apa yang perlu orang tua lakukan?

Apakah Ekskul Anak Prasekolah Penting?

Dosen Academy of Future Education, Xi'an Jiaotong-Liverpool University, Dr Lixin Ren semula terpantik melakukan studi saat melihat kecenderungan orang tua di China untuk curi start pendidikan anak. Ia mendapati, kecemasan atas pendidikan anak memicu orang tua untuk mengikutkan anak di tren ekskul usia dini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya mengamati bahwa banyak orang tua menginvestasikan sejumlah besar dana keluarga pada kegiatan ekskul anak prasekolah. Karena itu saya ingin menggunakan penelitian ilmiah untuk menelusuri peran aktivitas-aktivitas tersebut dalam perkembangan anak, dan apakah aktivitas-aktivitas tersebut benar-benar dibutuhkan untuk anak kecil," kata Ren, dikutip dari laman kampus.

Ren dan rekan-rekan lalu meneliti bagaimana kegiatan ekskul berdampak pada kemampuan matematika anak, hal yang kerap jadi fokus orang tua China. Studi dilakukan pada anak-anak usia 3-6 di 317 pendidikan anak usia dini (PAUD/preschool) di Shanghai, China.

ADVERTISEMENT

Anak Mana yang Terbantu?

Studi Ren dan rekan-rekan mendapati, manfaat kegiatan ekskul khususnya bergantung pada kemampuan anak dalam meregulasi perilaku dan pendekatannya untuk belajar.

Anak-anak dengan regulasi perilaku rendah atau pendekatan ke belajar yang kurang positif justru meningkat kemampuan matematika usia dininya saat aktif ikut macam-macam kegiatan ekskul.

"Ini bisa jadi karena anak dengan kecakapan regulasi diri lebih rendah itu butuh lingkungan belajar yang terstruktur, terorganisir, dan terkelola. Sedangkan efek kegiatan ekskul pada anak dengan regulasi perilaku baik atau punya pendekatan positif dalam belajar justru tidak signifikan," sambungnya.

Ren menjelaskan, kecakapan regulasi perilaku pada dasarnya meliputi kemampuan untuk fokus dan menjaga perhatian pada tugas-tugas, mengikuti instruksi, tidak menghiraukan hal-hal yang tidak relevan, dan tidak melakukan hal-hal yang tidak pantas.

Sedangkan pendekatan pada belajar menyorot bagaimana anak punya inisiatif, persisten, ingin tahu atau penasaran, dan punya motivasi di situasi belajar. Anak-anak dengan regulasi perilaku rendah atau pendekatan ke belajar yang kurang positif cenderung tidak memiliki atau mengikuti hal-hal di atas.

Ia menggarisbawahi, ekskul durasi panjang tidak baik untuk anak dengan regulasi perilaku rendah atau pendekatan ke belajar yang kurang positif. Perkembangan kemampuan matematikanya justru jadi terganggu.

"Bahkan untuk anak dengan kecakapan regulasi diri baik, dampak baiknya pelan-pelan jadi dampak negatif setelah ikut ekskul jangka waktu tertentu. Menurut studi kami, batasannya 9,08 jam per minggu," kata Ren.

"Bagaimanapun, batasan waktu ekskul ini tidak bisa dijadikan patokan begitu saja ya, karena butuh lebih banyak penelitian untuk mendapat batasan waktu yang mewakili populasi lebih besar," sambungnya.

Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua?

Ren berharap, orang tua dapat menghindari jadi terlalu cemas atas perkembangan anak-anaknya dan jadi sangat bergantung pada kegiatan ekskul. Ia mengatakan, hasil studi pada kegiatan ekskul ini juga berimplikasi pada kegiatan sekolah.

"Kebanyakan anak di China sekarang jadwalnya terlalu padat (overscheduled). Mungkin anak harusnya diberi waktu kosong lebih banyak ketimbang harus mengikuti kegiatan terstruktur," terangnya.

Bagi anak dengan regulasi perilaku rendah atau pendekatan ke belajar yang kurang positif, orang tua dapat mengajaknya coba kegiatan ekskul yang lebih beragam untuk menemukan minatnya.

"Anda juga bisa coba kegiatan edukatif yang lebih memungkinkan keluarga terlibat (family-inclusive), untuk meningkatkan interaksi dengan anak," tuturnya.

Bagi instruktur kegiatan ekskul, Ren menggarisbawahi bahwa keterikatan anak di kegiatan edukatif dan kesiapan akademiknya berbeda-beda sesuai regulasi diri dan pendekatannya pada belajar. Untuk itu, gunakan metode yang sesuai dengan perkembangan tiap anak, seperti membuat lingkungan interaktif dan responsif, serta memungkinkan penyesuaian kurikulum.

"Perancang kegiatan edukatif perlu mempertimbangkan karakteristik individu tiap anak untuk memastikannya dapat dampak baik dari kegiatan tersebut," tuturnya.




(twu/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads