Bangunan SMP Negeri di Kupang Mirip Gubuk, Guru-Siswa Sering Kehujanan

ADVERTISEMENT

Bangunan SMP Negeri di Kupang Mirip Gubuk, Guru-Siswa Sering Kehujanan

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikEdu
Jumat, 17 Feb 2023 09:30 WIB
Kondisi bangunan SMP Negeri 5 Amabi Oefeto yang berdinding pelepah tanaman gewang dengan atap daun lontar di Desa Fatuteta, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Foto: Kondisi bangunan SMP Negeri 5 Amabi Oefeto yang berdinding pelepah tanaman gewang dengan atap daun lontar di Desa Fatuteta, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Istimewa)
Kupang -

Bangunan SMP Negeri di Kupang mirip gubuk. Para guru dan siswa sering kehujanan dan kebanjiran.

Gedung SMP Negeri 5 Amabi Oefeto yang terletak di Desa Fatuteta Kabupaten Kupang tampak berdinding pelepah tanaman gewang dengan atap dari daun lontar yang tampak sudah lusuh. Lantainya beralas tanah liat, tak ada keramik.

Di sekeliling bangunan, rumput liar tumbuh rimbun tinggi-tinggi. Dengan kondisi bangunan dan lingkungan seperti ini, saat hujan deras, para siswa dan guru sering kehujanan dan kebanjiran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya, kalau hujan kami dan anak-anak sering kena hujan bahkan banjir," kata Kepala SMP Negeri 5 Satu Atap Amabi Oefeto, Sepriana Saefatu saat dikonfirmasi detikBali, Kamis (16/2/2023).

SMPN 5 Amabi Oefeto punya 36 orang siswa. Rinciannya 13 siswa kelas 7, 5 siswa kelas 8, 18 siswa kelas 9. Mereka diampu oleh 12 guru yang terdiri dari 3 guru PNS, 8 guru honorer dan 1 guru kontrak.

ADVERTISEMENT

"Jadi pendidik itu ada 12 orang dan peserta didik itu 36 orang yang setiap hari beraktivitas di ini sekolah," jelas Sepriana.

Gedung SMPN 5 Amabi Oefeto sendiri dibangun swadaya oleh warga setempat pada 2017. Di tengah keterbatasan, warga tak surut keinginan untuk memiliki gedung sekolah agar putra-putri mereka bisa mengakses pendidikan lebih dekat.

Alhasil, membangun gedung SMPN ini plus kantor para guru pun juga dari material sekitar yang mudah didapat seperti pelepah dan daun gewang, daun lontar, dan kayu untuk tiang penyangganya.

"Masyarakat yang bangun secara swadaya makanya bahan bangunan seadanya saja," ungkapnya.

Sepriana mengatakan sekolah tersebut memiliki tiga ruang kelas untuk proses belajar mengajar. Satu lagi bangunan dijadikan kantor untuk para guru.

Ia mengakui kondisi sekolah tidak representatif untuk kegiatan belajar mengajar. "Seperti ini terus, siapa saja yang mendidik anak-anak tentu merasa tidak nyaman," tuturnya.




(nwk/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads