Aturan Terbaru Penanganan Kekerasan Seksual di Madrasah hingga Pesantren

ADVERTISEMENT

Aturan Terbaru Penanganan Kekerasan Seksual di Madrasah hingga Pesantren

Trisna Wulandari - detikEdu
Senin, 17 Okt 2022 10:00 WIB
Poster anti pelecehan seksual pemerkosaan
dikhy sasra/ilustrasi/detikfoto
Poster anti kekerasan seksual di Aceh. Berikut Peraturan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun 2022 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan di bawah Kemenag. Foto: dikhy sasra
Jakarta -

Satuan pendidikan wajib melakukan penanganan kekerasan seksual, mencakup pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun 2022. Aturan ini berlaku untuk sekolah di bawah Kemenag, yakni penyelenggara pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal di setiap jenjang dan jenis pendidikan di Kemenag, meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.

Kementerian Agama (Kemenag) memberlakukan aturan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama mulai 6 Oktober 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut aturan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan yang berada di bawah Kemenang berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun 2022.

Aturan Pelaporan Kekerasan Seksual di Madrasah & Pesantren

  • Pelapor menyampaikan laporan terjadinya kekerasan seksual kepada pimpinan secara lisan atau tertulis, langsung atau tidak langsung.
  • Dalam hal kekerasan seksual dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan, pelapor dapat menyampaikan laporan terjadinya kekerasan seksual kepada:
    - penyelenggara satuan pendidikan
    - Dewan Masyayikh
    - Kepala Kantor Kemenag
    - Kepala Kantor Wilayah Kemenag
    - Kepala Pusa Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu
    - Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Bimbingan Masyarakat (Bimas) Kristen, Bimas Katolik, Bimas Hindu, atau Bimas Buddha sesuai dengan kewenangan masing-masing.
  • Laporan kekerasan seksual paling sedikit memuat keterangan mengenai:
    - Identitas pelapor
    - Identitas korban
    - Identitas terduga pelaku
    - Jenis kekerasan seksual yang terjadi
    - Waktu dan tempat kejadian.
  • Pelapor penyandang disabilitas wajib didampingi oleh pendamping.
  • Pimpinan satuan pendidikan atau pihak yang menerima laporan melakukan klarifikasi terhadap laporan terjadinya kekerasan seksual dalam jangka waktu 1 x 24 jam, terhitung sejak pelaporan diterima.
  • Klarifikasi terhadap laporan terjadinya kekerasan seksual dilakukan terhadap:
    - Pelapor
    - Saksi
    - Korban
    - Terlapor
    - Pihak lain yang terkait.
  • Dalam hal hasil klarifikasi menunjukkan terjadinya kekerasan seksual, pimpinan satuan pendidikan atau yang menerima laporan lalu melaporkan terjadinya kekerasan seksual pada aparat penegak hukum.

Aturan Pelindungan dalam Penanganan Kekerasan Seksual di Madrasah & Pesantren

  • Pimpinan satuan pendidikan memberikan pelindungan terhadap:
    - Korban
    - Saksi
    - Pelapor
    - Anak berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku.
  • Pelindungan diberikan sepanjang pihak terlindung berasal dari satuan pendidikan yang bersangkutan
  • Pelindungan diberikan dalam bentuk:
    - Pelindungan atas kerahasiaan identitas
    - Penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan
    - Penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan pelindungan
    - Jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi peserta didik
    - Jaminan keberlanjutan pekerjaan sebagai pendidik dan/atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan, dan atau
    pelindungan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  • Pelindungan anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku meliputi:
    - Pelindungan atas kerahasiaan identitas
    - Jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi peserta didik
    - Perlakuan secara manusiawi.

Aturan Pendampingan dalam Penanganan Kekerasan Seksual di Madrasah & Pesantren

  • Pimpinan satuan pendidikan melakukan pendampingan oleh pendamping terhadap saksi, korban, dan anak Pelaku Kekerasan Seksual.
  • Pendampingan meliputi konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, dan layanan rehabilitasi.
  • Bila satuan pendidikan tidak dapat menyediakan pendamping, pimpinannya berkoordinasi dan bekerja sama dengan:
  • - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
    - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
    - Perguruan tinggi
    - Unit teknis pemerintah daerah yang menangani pelindungan anak
    - Dinas kesehatan
    - Dinas sosial
    - Organisasi profesi
    - Lembaga bantuan hukum
    - Lembaga penyedia layanan pelindungan anak berbasis masyarakat
    - Organisasi kemasyarakatan keagamaan
    - Lembaga keagamaan
    - Unsur lain.
  • Bila saksi atau korban merupakan penyandang disabilitas, pendampingan dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas.

Aturan Penindakan Kekerasan Seksual di Madrasah & Pesantren

  • Pimpinan satuan pendidikan melakukan penindakan terhadap terlapor kekerasan seksual yang dilakukan oleh pendidik, tenaga Kependidikan, dan peserta didik yang berusia lebih dari 18 tahun.
  • Penindakan dilakukan dalam bentuk:
    - Pembebasan sementara dari tugas dan/atau jabatannya
    - Pembebasan sementara dari layanan pendidikan terlapor.
  • Sanksi Pelaku Kekerasan Seksual di Sekolah di Madrasah & Pesantren
  • Pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dikenakan sanksi pidana dan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan.
  • Pengenaan sanksi administratif bagi pelaku kekerasan seksual yang berstatus sebagai PNS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang undangan mengenai disiplin PNS.
  • Pengenaan sanksi administratif bagi pelaku kekerasan seksual yang tidak berstatus sebagai PNS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan.

Aturan Pemulihan Korban Kekerasan Seksual di Madrasah & Pesantren

  • Pimpinan satuan pendidikan melakukan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual, dilaksanakan oleh pendamping
  • Pemulihan dilakukan terhadap aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial korban
  • Bila satuan pendidikan tidak dapat menyediakan pendamping, pimpinannya berkoordinasi dan bekerja sama dengan:
    - Perguruan tinggi
    - Dinas kesehatan
    - Organisasi kemasyarakatan keagamaan
    - Lembaga keagamaan
    - Organisasi profesi
    - Dinas sosial
    - Unit teknis pemerintah daerah yang menangani pelindungan anak
    - Lembaga penyedia layanan pelindungan anak berbasis masyarakat
  • Bila korban adalah penyandang disabilitas, pemulihan dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas.

Pimpinan satuan pendidikan juga wajib melaporkan pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual minimal 1 kali setahun.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Direktur Jenderal, Kepala Pusat, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Kemenag, dan penyelenggara satuan pendidikan wajib mengevaluasi dan memantau pencegahan dan penanganan kekerasan seksual minimal 1 kali setahun.

Peraturan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun 2022 selengkapnya bisa dilihat DI SINI.




(twu/erd)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads