Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kerap menuai kritik baik dari kalangan pendidik maupun pelajar. Salah satunya datang dari Ikatan Guru Indonesia (IGI).
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI yang dilaksanakan secara hybrid, IGI menyampaikan 10 poin penting mengenai RUU Sidiknas ini.
Baca juga: 8 Poin Krusial RUU Sisdiknas |
"IGI telah menelaah naskah akademik dan RUU Sisdiknas. Terdapat beberapa masukan dari IGI agar RUU sisdiknas ini layak dijadikan landasan hukum untuk pemenuhan hak dan kewajiban guru di Indonesia," tutur Danang Hidayatullah selaku Ketua UMUM IGI dalam RDPU Komisi X DPR RI via Youtube Komisi X DPR RI, Senin (5/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oleh karena itu, IGI menyatakan secara objektif dengan memberikan tanggapan masukan terhadap RUU Sisdiknas sebagaimana terlampir," sambungnya.
Berikut 11 usulan IGI terhadap RUU Sisdiknas.
11 Usulan IGI Terhadap RUU Sisdiknas
1. Tujuan Pendidikan Nasional
IGI memaparkan bahwa terdapat pengurangan atau reduksi dari tujuan pendidikan nasional dalam RUU Sisdiknas.
Sekretaris Jenderal IGI, Hibatun Wafiroh, menyampaikan bahwa dalam UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 3 disebutkan secara detail tentang tujuan pendidikan nasional.
"Tetapi di Ruu Sisdiknas terdapat beberapa reduksi di beberapa kata yang menurut kami sudah cukup bagus," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa RUU Sisdiknas menghilangkan kata sehat dalam tujuan pendidikan. Lanjutnya, kata sehat ini adalah modal utama dalam melaksanakan pendidikan.
"Jika di sini sudah ada kata mandiri bukan berarti harus meninggalkan kata sehat, karena sehat merupakan syarat melakukan aktivitas secara maksimal," tuturnya.
2. Batasan Usia Pelajar
Poin penting yang kembali digarisbawahi oleh IGI adalah batas usia pendidikan. Dalam RUU Sisdiknas pasal 12, disebutkan bahwa pendidikan dasar diikuti oleh pelajar berusia 6-15 tahun, sedangkan pelajar berusia 16-17 tahun wajib mengikuti pendidikan menengah.
"Dengan melihat pasal 12 ini, seakan-akan pelajar dari jenjang pendidikan dasar harus naik kelas terus," jelas Hibatun.
Sekretaris Jenderal IGI itu kembali menjelaskan, bahwa kecepatan dan kemampuan belajar setiap anak berbeda.
"Maka kami usulkan batasan usia ditinjau kembali. Batasan usia yang ditulis seperti ini dan sangat mengikat," pungkasnya.
3. Tugas dan Kewajiban Pemerintah
IGI membandingkan tugas dan kewajiban pemerintah dalam pendidikan dengan UU Guru dan Dosen tahun 2005 pasal 24. Dalam UU tersebut, tertulis jelas wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Namun tidak ada dalam RUU Sisdiknas terbaru.
"Maka Wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang tidak ada di RUU Pusat ini kami usulkan dimasukkan kembali di bab 3 tersebut yang bunyinya sesuai dengan pasal 24 UU Guru dan Dosen tahun 2005," tuturnya.
4. Definisi dalam Ketentuan Umum
IGI menerangkan definisi guru atau pendidik dalam RUU Sisdiknas kurang dijelaskan.
"Di sini, di pasal 1 ayat 67 pada ketentuan umum dituliskan dalam sangat sederhana sekali. Ini seperti terputus di sini dan baru dilanjutkan pada pasal 107," papar Hibatun.
Menurut IGI, penjelasan guru dan pendidik kurang lengkap jika dibandingkan dengan UU Sisdiknas tahun 2003. Serta pembahasan guru dan dosen dalam RUU Sisdiknas dinilai tidak urut dan runut.
"Kami juga mengusulkan definisi pesantren dan defini organisasi profesi juga dicantumkan dalam ketentuan ini," lanjut Hibatun.
5. Syarat Guru atau Pendidik
Dalam RUU Sisdiknas, calon guru atau pendidik wajib mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Menurut IGI, ini adalah hal yang positif. Sebagai pelengkap, IGI juga menyarankan keterlibatan organisasi profesi dalam pelaksanaannya.
"Kami menyarankan keterlibatan organisasi profesi. PPG ditetapkan pemerintah pusat dan bekerja sama dengan organisasi profesi," jelasnya.
6. Hak Guru atau Pendidik
Sempat ramai, Tunjangan Profesi Guru (TPG) kembali menjadi salah satu poin kritik IGI terhadap RUU Sisdiknas. Menurut IGI, RUU Sisdiknas perlu mengatur secara rinci tentang tunjangan.
"Perlu ada pengaturan khusus mengenai tunjangan, karena yang tertera di naskah akademik halaman 239 itu dijelaskan bahwa ada pemisahan pengaturan antara sertifikasi dan penghasilan guru, sehingga menurut kami ini perlu diamati," jelas Hibatun.
Menurutnya, poin ini juga perlu dibahas dalam batang tubuh RUU Sisdiknas serta menyesuaikan dengan UU Guru dan Dosen pasal 20 tahun 2005.
7. Karier Guru atau Pendidik
Berkaitan dengan karir guru dan pendidik, IGI menyarankan untuk mengaitkan poin ini dengan UU Pemerintah Daerah. Sebab, jenjang karier guru atau pendidik berkaitan dengan ketentuan pada setiap daerah.
"Perlu dipertimbangkan keterkaitan dengan UU Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan Kepala Dinas Pendidikan," ujarnya.
8. Jenjang, Jalur, dan Jenis Pendidikan
Pada poin ini, IGI menggarisbawahi tentang jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut mereka meskipun PAUD sudah masuk dalam jenjang pendidikan, RUU Sisdiknas kurang memperjelas batasan usia antara PAUD Formal dan PAUD non Formal.
"Tidak jelas batas usia pada jenjang pendidikan PAUD Formal dan PAUD Non Formal," tutur Hibatun.
9. Organisasi Profesi
IGI mengusulkan untuk ditambahkannya ketentuan mengenai organisasi profesi guru. IGI menyarankan untuk menambahkan kebebasan guru dalam memilih organisasi profesi.
"Bisa ditambahkan guru wajib mengikuti organisasi profesi guru sesuai pilihannya secara independen," ujarnya.
10. Kurikulum Pendidikan
Berkaitan dengan kurikulum pendidikan, IGI menyarankan agar ada penambahan empat mata pelajaran yang dijadikan mata pelajaran wajib. Hal ini dikarenakan kualitas numerasi Indonesia masih rendah.
"Karena kita kualitas numerasinya masih rendah, maka ada tambahan Pendidikan Agama, Pancasila, bahasa Indonesia, dan Matematika menjadi mapel wajib, " tutup Hibatun.
11. Kode Etik Guru atau Pendidik
Terakhir, IGI menyarankan agar kode etik guru disatukan menjadi satu kode etik saja yaitu kode etik nasional. Dalam RUU Sisdiknas, kode etik ini dibagi menjadi kode etik nasional dan kode etik organisasi profesi.
"Kami mengusulkan kode etik guru profesi disusun oleh organisasi profesi guru di bawah kementerian," tutup Hibatun.
(nir/nwy)