Kebutuhan Kurikulum Prototipe Mendesak, Bagaimana Persiapan Guru?

ADVERTISEMENT

Kebutuhan Kurikulum Prototipe Mendesak, Bagaimana Persiapan Guru?

Novia Aisyah - detikEdu
Senin, 10 Jan 2022 09:00 WIB
Sekolah di Jakarta menggelar tatap muka terbatas hari ini. Kapasitas ruang kelas bisa terisi 100 persen dengan durasi belajar 6 jam.
Suasana belajar/Bagaimana persiapan guru menghadapi kurikulum prototipe? Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Jakarta - Kurikulum prototipe akan menjadi kurikulum skala nasional pada 2024. Pengamat pendidikan Bukik Setiawan bahkan menilai secara subjektif kurikulum ini sudah 'sangat-sangat mendesak'.

"Sejak 2013, saya sudah mengkritik kurikulum 2013 yang dibuat sangat terburu-buru. Bahkan ketika bergabung di kantor transisi Jokowi - JK tahun 2014, salah satu rekomendasi saya adalah perubahan kurikulum 2013," jelas Bukik dalam tanggapannya pada wartawan, Minggu (09/01/2022).

Selama 20 tahun terakhir, menurutnya Indonesia berada dalam krisis pembelajaran di mana banyak murid sekolah, tapi hanya mengalami sedikit pembelajaran. Bukik menyebutkan, ada beberapa penelitian contohnya seperti yang dilakukan Pritchett & Beatty (2014) yang menganjurkan pengurangan beban kurikulum untuk meningkatkan capaian peserta didik.

Dirinya menuturkan, hal tersebut senada dengan hasil riset Puslitjak dan INOVASI (2021) yang menunjukkan bahwa pemangkasan kurikulum justru dapat meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi siswa.

Apa yang harus dipersiapkan guru dan sekolah?

"Konsolidasi visi pendidikan pada orangtua, guru dan satuan pendidikan. Perubahan tentang apa yang dimaksud keberhasilan dalam pendidikan. Dari capaian nilai angka, menjadi penguasaan kompetensi yang diperagakan murid dalam bentuk perilaku dan karya," papar Bukik.

Ketua Yayasan Guru Belajar itu menyampaikan, tanpa adanya kesamaan visi, maka akan sangat sulit untuk mempersiapkan peralihan menuju kurikulum prototipe.

Kemudian, menurutnya perlu ada konsolidasi sumber dan kesempatan belajar dalam ekosistem pendidikan. "Kompetensi guru dan sekolah kita tidaklah rendah, tapi beragam. Karena itu penting sekali membangun kolaborasi yang mendorong guru dan sekolah saling belajar dalam melakukan perubahan kurikulum," imbuhnya.

Pengamat pendidikan tersebut menegaskan, demi menghadapi kurikulum prototipe ini sudah waktunya untuk berhenti berkompetisi, melainkan berkolaborasi. "Sekolah bisa memfasilitasi gurunya melakukan proses belajar bekerjasama dengan komunitas, lembaga dan yayasan yang menyediakan kesempatan belajar bagi guru," pungkasnya.


(nah/row)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads