Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pembelian fiktif biji kakao senilai Rp 7,4 M. Dosen UGM berinisial HU tersebut menjabat sebagai Direktur Pengembangan Usaha (PU) UGM.
Pada Rabu (13/8/2025), dosen UGM tersebut ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Nomor 03/ M.3/ Fd.2/ 01/ 2025 tanggal 4 Februari 2025 jo Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-6617/M.3/Fd.2/08/2025 tanggal 13 Agustus 2025. Ia ditahan selama 20 hari di LP Kelas I Semarang.
Di samping HU, tersangka lainnya yakni mantan Direktur Utama PT Pagilaran inisial RG dan Kasubdit Inkubasi Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM inisial HY.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
HU sendiri dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Juru bicara UGM Dr I Made Andi Arsana menyatakan UGM menghormati proses penegakan hukum dan pihak kampus mengedepankan asas praduga tak bersalah.
"Kita menghormati proses hukum yang sekarang berjalan" kata I Made Andi Arsana di kampus UGM, Yogyakarta, dikutip dari laman kampus, Kamis (14/8/2025).
Andi menyatakan pihak kampus bersedia untuk bekerja sama dengan pihak Kejaksaan untuk menuntaskan masalah hukum yang merugikan keuangan negara tersebut.
Ditambahkan Andi, pihak kampus juga akan terus melakukan proses perbaikan tata kelola, khususnya dalam pengembangan industri teh dan cokelat. Ia menyatakan program ini sedianya bertujuan untuk melakukan hilirisasi pengembangan industri coklat di Indonesia.
Ia mengatakan UGM juga berkomitmen meningkatkan pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas untuk memperbaiki tata kelola perusahaan holding dan investasinya yang bergerak di berbagai sektor usaha.
"Belajar dari kasus ini kita akan terus melakukan perbaikan secara berkelanjutan, dan melakukan evaluasi secara kontinyu agar tata kelola anggaran bisa lebih akuntabel dan transparan," kata Andi.
Duduk Perkara Dugaan Korupsi Kakao Fiktif Rp 7,4 M
Kasus ini melibatkan Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM dan PT Pagilaran untuk Cocoa Teaching dan Learning Industry (CTLI) tahun 2019.
Dikutip dari laman Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Pemerintah awalnya memberikan hak usaha kepada UGM atas Perkebunan Teh Pagilaran di daerah Pekalongan seluas 1.311 ha selama 25 tahun dengan surat keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No. SK II/6/Ka/64 pada 8 Februari 1964.
Produk unggulnya yakni kakao dan teh. Kebunnya dibuat sebagai penghasil biji, kemudian juga sebagai sumber bunga (tetua) untuk dapat disilangkan secara buatan dan alami guna pengembangan klon-klon baru. Seiring waktu, PT Pagilaran bergerak di bidang perkebunan, industri, perdagangan, dan konsultasi.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng Lukas Alexander menjelaskan, kasus dugaan korupsi kakao fiktif Rp 7,4 miliar bermula dari proses pengadaan bahan baku kakao untuk program Cacao Teaching and Learning Industries (CLTI) di Batang, Jawa Tengah pada 2019.
Pada proses tersebut, PT Pagilaran mengajukan pencairan atas kontrak pengadaan biji kakao ke PUI CLTI UGM. Namun, pencairan kontrak dilakukan dengan dokumen yang tidak benar. Biji kakao yang dimaksud juga tidak dikirimkan ke CLTI UGM.
"Selanjutnya tersangka HU selaku Direktur PUI UGM tanpa melakukan pengecekan dokumen biji kakao menyetujui dan memproses Surat Perintah Pembayaran tanggal 23 Desember 2019 terhadap pengajuan pembayaran sejumlah Rp 7,4 miliar atas kontrak pengadaan biji kakao dari PT Pagilaran tersebut," kata Lukas di kantor Kejati Jateng, Jalan Pahlawan, Semarang, dilansir detikJogja.
Berdasarkan laman Direktorat Pengembangan Usaha UGM, Direktur PU UGM saat ini yakni Dr Hargo Utomo MBA.
"Dia dosen," kata Lukas.
(twu/nwk)