Wakil menteri (Wamen) di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah menjadi sorotan terkait rangkap jabatan. Tercatat, ada 30 Wamen yang merangkap jabatan di kementerian dan menjadi komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Terbaru, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie diangkat sebagai komisaris PT Pertamina Hulu Energi (PHE) pada 8 Juli 2025 lalu. Selain itu, ada juga Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha yang menjadi Komisaris PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk.
Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang P. Wiratraman, menyebut fenomena ini sebagai standar etika berpolitik yang rendah. Kondisi yang dinormalisasi ini, dinilai berpotensi terjadi penyalahgunaan secara konstitusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya merasakan bahwa hari-hari ini standar etika berpolitiknya sangat rendah sekali, diakibatkan oleh begitu banyak konflik kepentingan yang dinormalisasi oleh kekuasaan," katanya kepada detikEdu, Kamis (17/7/2025).
"Jadi hal ini melahirkan potensi abusive secara konstitusional, secara keuangan negara, secara jabatan politik dan seterusnya," imbuhnya.
Celah untuk Korupsi
Herlambang menilai, jika kondisi ini terus menerus terjadi, akan memperlihatkan bagaimana kekuasaan yang sekarang membuka celah terhadap korupsi.
"Kita tahu bahwa kekuasaan itu cenderung korup- power tends to corrupt, dan konflik kepentingan ini adalah celah dari atau pintu masuk yang mengakselerasi adanya korupsi atau (menjadi) semakin sistematis dan semakin tidak terkontrol," ungkapnya.
Dosen hukum UGM tersebut juga khawatir, potensi manipulasi dengan mengatasnamakan kepentingan publik, bisa saja terjadi. Padahal, pertanggungjawaban pejabat harus bisa diuji di ruang publik.
"Karena tidak ada batas etik yang bisa dipertanggungjawabkan, apalagi kepentingan-kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok itu, bisa (berpotensi) memanipulasi dengan mengatasnamakan kepentingan publik, yang harusnya bisa dipertanggungjawabkan di ruang publik," lanjutnya.
Merugikan Warga Negara
Di sisi lain, ketika Wamen menjabat posisi selain kementerian, itu berarti tugas mereka bertambah. Kondisi politik yang tidak etis semacam ini dinilai justru akan merugikan warga negara.
Sebagai contoh, akses layanan publik yang berpotensi menjadi tidak merata. Dampak yang lebih parah, bahkan warga bisa tidak terlayani sama sekali.
"Nah, hal yang demikian akan merugikan warga negara, misalnya berkaitan dengan akses layanan publik yang tidak merata, atau bahkan tidak terlayani sama sekali. Karena memang orientasi politik (yang dikhawatirkan) ini berkepentingan privat, bekerja untuk kepentingan segelintir orang," ujar Herlambang, yang juga Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial di FH UGM.
"Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa praktik tanpa etika di dalam bernegara termasuk konflik kepentingan menteri menjabat sebagai komisaris semacam ini, tentu semakin tidak terurus secara sungguh-sungguh," tuturnya lagi.
(faz/pal)