Ramai Protes Rektor UIN Dipilih Langsung oleh Menag, Kemenag Sampaikan Ini

ADVERTISEMENT

Ramai Protes Rektor UIN Dipilih Langsung oleh Menag, Kemenag Sampaikan Ini

Nikita Rosa - detikEdu
Selasa, 15 Nov 2022 16:00 WIB
Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Galeri detikEdu: Kampus UIN Jakarta. (Foto: AR Mutajalli)
Jakarta -

Pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menuai kontroversi. Beberapa pihak menilai, pemilihan rektor UIN Jakarta yang dipilih oleh Menteri Agama (Menag) tidak transparan.

Salah satu protes dilayangkan oleh Saiful Mujani, salah satu pengajar di kampus tersebut. Lewat cuitan media sosialnya pada Jumat (14/11/2022) dan dibagikan kepada wartawan, Saiful Mujani memprotes prosedur pemilihan UIN yang dipilih oleh Menag.

"Prosedur pemilihan rektor di UIN atau di bawah Depag pada intinya tidak ditentukan oleh pihak UIN sendiri seperti oleh senat, melainkan oleh Menteri Agama seorang diri. Mau-maunya menteri aja mau milih siapa. UIN dan senat universitas tidak punya suara," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kampus UIN, kata Saiful, hanya melakukan administrasi di awal pemilihan rektor. Nama-nama itu kemudian diserahkan ke Kementerian Agama (Kemenag), lalu diputuskan oleh menteri.

"Pihak senat UIN hanya mencatat siapa yang daftar dan memenuhi syarat. Hasil inventaris senat diserahkan oleh rektor ke Depag untuk diseleksi oleh tim. Tim ini kemudian memilih beberapa nama untuk diajukan ke menteri. Lalu menteri sendiri yang milih," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Saiful Mujani mengaku, ia sudah pernah memprotes cara pemilihan rektor hanya lewat keputusan menteri agama tersebut. Namun, protes itu tidak didengar dan pemilihan rektor hanya lewat menteri tetap berlanjut.

"Transparansi tidak nampak. Kasak-kusuk lobi alternatifnya. Sebagai guru di kampus ini, malu rasanya. Saya pernah bersuara agar pemilihan rektor dengan cara jahiliah ini diboikot saja. Tapi tidak ada yang dengar," ucapnya.

Protes dari Komisi VIII DPR RI

Protes serupa juga dilayangkan oleh Komisi VIII DPR RI. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Fraksi Golkar, Ace Hasan Syadzily, menolak cara pemilihan rektor UIN Jakarta ditunjuk langsung oleh Menag.

Ia menganggap rektor bukan jabatan politis yang harus dipilih oleh pejabat politik. Ace mengaku, ia pernah mengajukan revisi pada aturan tersebut.

"Soal sistem pemilihan Rektor untuk Perguruan Tinggi di bawah lingkungan Kementerian Agama RI, yaitu UIN, IAIN dan STAIN yang menggunakan Peraturan Menteri Agama Nomor 68 pernah kami pertanyakan dalam Rapat Kerja dengan Menteri Agama di era Pak Lukman Hakim Saifudin. Saya pernah menyampaikan agar aturan itu direvisi karena terkesan pemilihan itu sangat politis," kata Ace dikutip dari detikNews, Selasa (14/11/2022).

Dirjen Pendis Kemenag Nilai Aturan Masih Relevan

Ramainya protes yang dilayangkan pada mekanisme pemilihan rektor UIN tersebut, Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhani pun membuka suara.

Menurut Kang Dhani, panggilan akrabnya, aturan mengenai pemilihan Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan (PTK) tetap merujuk pada Peraturan Menteri Agama No 68 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada PTK yang Diselenggarakan Pemerintah. Sebab, aturan ini dinilai masih berlaku dan relevan.

"Saat ini, antara lain sedang berjalan pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Prosesnya sudah memasuki fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi Seleksi (Komsel). Sejauh ini, Kemenag menilai PMA No 68 Tahun 2015 masih relevan sehingga proses pemilihan tetap merujuk pada regulasi yang ada," terang M Ali Ramdhani dalam keterangan resminya.

PMA 68 Tahun 2015 mengatur bahwa pemilihan Rektor PTK dilakukan melalui tiga tahap utama, yakni:

1. Penilaian Administrasi dan Kualitatif

Tahap ini dilaksanakan oleh senat PTK. Hasil dari proses yang berlangsung di senat, kemudian dikirim ke Kemenag

2. Fit and Proper Test

Tahap kedua adalah fit and proper test. Tahap ini dilakukan Komsel untuk menetapkan para calon yang sebelumnya diseleksi senat PTK.

Calon kemudian diseleksi menjadi tiga besar. Hasil fit and proper test dari Komsel ini selanjutnya disampaikan ke Menag

3. Menag Memilih Rektor PTK

Terakhir, Menag memilih satu dari tiga nama yang diusulkan Komsel.

Aturan PMA Dapat Meminimalisir Politisasi

Menurut Dhani, mekanisme seperti ini diharapkan dapat meminimalisasi potensi politisasi dalam proses pemilihan rektor. Dalam beberapa tahun terakhir, seringkali terjadi proses politisasi dalam pemilihan rektor.

Tak jarang hal itu memunculkan perpecahan. Padahal, kampus adalah lembaga akademik, bukan lembaga politik.

"Saya melihat PMA 68/2015 dalam semangat mengembalikan kampus sebagai civitas akademika, bukan civitas politika," tegasnya.

Ingatkan Kritik Disampaikan Secara Akademik

Dhani menyampaikan pihaknya mengapresiasi masukan yang diberikan terkait PMA 68/2015. Dia berharap masukan pada pemilihan rektor ini dapat disampaikan secara akademik, berbasis data dan kajian, serta jauh dari prasangka.

"Beragam masukan kita terima. Sebagai regulasi, PMA 68/2015 terbuka untuk dikaji. Tapi mohon hal tersebut dilakukan secara akademik," pungkasnya.




(nir/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads