Potensi Meningkatnya Beban Fiskal
Studi LPEM FEB UI ini menunjukkan, kebijakan biodiesel berpotensi meningkatkan beban fiskal akibat peningkatan permintaan minyak sawit untuk biodiesel. Pengembangan biodiesel saat ini masih tergantung pada insentif yang diberikan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) untuk industri biodiesel.
"Jika anggaran BPDPKS tidak mencukupi untuk memenuhi insentif FAME, maka pengadaannya berpotensi membebani fiskal negara" tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekspansi Lahan Sawit untuk Memenuhi Kebutuhan Minyak Biodiesel
Berdasarkan proyeksi dari studi yang dilakukan, kebutuhan untuk implementasi skenario B50 berpotensi menyebabkan terjadinya pembukaan lahan sawit baru seluas 9,29 juta hektar secara akumulasi hingga tahun 2025. Angka ini setara dengan 70% dari luas lahan sawit produktif tahun 2019. Semakin tinggi bauran FAME dalam biodiesel, maka semakin tinggi pula permintaan akan minyak sawit untuk biodiesel.
"Kebutuhan minyak sawit untuk biodiesel dikhawatirkan akan mendorong ekspansi lahan ke kawasan dengan nilai karbon yang tinggi atau high conservation value area (HCVA). Ini tentunya perlu dicegah melalui aturan yang kuat. Sebetulnya sudah ada sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), tetapi perlu dilihat lagi penerapannya seperti apa, belum lagi moratorium sawit yang belum ada kepastian akan diperpanjang atau tidak," kata Alin.
Alternatif yang ditawarkan dalam kebijakan biodiesel ini dapat menggunakan minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) sebagai bahan baku biodiesel. Pemanfaatan UCO juga berpeluang mencegah adanya pembukaan lahan seluas 939 ribu hingga 1,48 juta hektare yang sekaligus memberikan kontribusi bagi perekonomian dan kesehatan masyarakat.
Baca juga: Luncurkan B30, Jokowi Ingin B50 pada 2021 |
(kri/pal)