Tak Dapat MBG, Sekolah Ini Sudah Terapkan Makan Bergizi 'Mandiri' Lebih Dulu

Cicin Yulianti - detikEdu
Minggu, 12 Okt 2025 15:00 WIB
Kepala TK Merak, Ponorogo, Jawa Timur, Maria Kurniawaty. Foto: Cicin Yulianti/detikcom
Jakarta -

Di tengah maraknya pemberitaan soal program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan kasus keracunan di sejumlah daerah, ada satu sekolah yang rupanya lebih dulu menerapkan kebijakan makan bergizi tanpa bantuan pemerintah. Sekolah itu adalah Taman Kanak-Kanak (TK) Merak, Ponorogo, Jawa Timur.

Di bawah kepemimpinan Kepala TK Maria Kurniawaty, TK ini sudah menjadi contoh nyata bahwa kesadaran gizi bisa tumbuh dari inisiatif sekolah dan kolaborasi orang tua.

"Tidak disediakan oleh sekolah atau pihak pemerintah. Tapi mengajak orang tua untuk memasak sendiri," ujar Maria saat ditemui usai menerima Penghargaan Dewi Sartika dalam acara Temu Pendidikan Nusantara (TPN) 2025 di Sekolah Cikal, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu (12/10/2025).

Awal Ide Makan Bergizi dari Maria

Awalnya, ide Maria muncul dari kekhawatirannya melihat murid-murid yang sering bergantian sakit. Setelah melakukan survei sederhana, ia menemukan penyebabnya yakni karena mereka jarang makan sayur.

Maria kemudian menelusuri lebih lanjut fenomena tersebut. Kemudian, ia mendapati ternyata orang tua murid pun tidak menyukai sayur. Hal ini 'turun' kepada anaknya.

"Kalau kita pahami dan melihat itu anak-anak, bukan anak-anak aja ya, kita orang dewasa pun nggak suka makan sayur," ujar Maria.

Ortu Masak, Siswa Bawa Bekal dari Rumah

Melalui diskusi dengan para wali murid, lahirlah kesepakatan sederhana. Setiap anak membawa bekal dari rumah dengan lauk dan sayur dimasak oleh para orang tua.

"Terus ketika ada forum orang tua, aku rundingin nih sama orang tua. Kalau sekolah punya program ini, tanggapannya orang tua gimana? Akhirnya setelah perbincangan, perundingan, disetujui dan disepakati bahwa orang tua akan memasak nih," kata Maria.

Menu bergizi yang disajikan pun beragam, mulai dari sayur bayam, tahu, tempe, dan lainnya. Sekolah tidak menetapkan menu wajib, tetapi memberi panduan agar makanan berganti setiap minggu dan tidak diulang terlalu sering.

"Jadi di tahun ini itu ada sayur, ada protein. Terus aku tawarkan lagi nih ke orang tua, gimana ini kalau nambah protein, apakah nanti memberatkan atau tidak. Nah dari hasil itu ternyata mereka lebih memilih untuk menambah protein," ujarnya.

Aturan Ketat: Tak Boleh Bawa Snack dan Permen

TK Merak juga menerapkan aturan ketat soal makanan yang boleh dibawa ke sekolah. Semua bentuk jajanan kemasan, minuman berpemanis, hingga roti pabrikan dilarang.

"Kami tidak izinkan anak-anak bawa makanan kemasan, permen, atau biskuit. Kalau susu, harus susu segar atau kedelai buatan sendiri," tegas Maria.

Menurutnya, pendekatan ini terbukti efektif. Anak-anak jadi lebih terbiasa makan makanan alami, dan ketika mereka lulus ke SD, kebiasaan sehat itu terbawa.

"Banyak orang tua bilang, anaknya sekarang nggak suka jajan di sekolah. Kalaupun jajan, cukup Rp2.000-Rp3.000 aja," ujarnya.

Dampak program ini menurut Maria sangat terasa jelas. Anak-anak lebih jarang sakit, lebih fokus belajar, dan punya kesadaran baru tentang makanan sehat.

"Ada anak yang dulu nggak mau makan sayur, sekarang malah minta tambah," kata Maria.

Ia juga menggandeng rumah sakit di sekitar sekolah untuk memberi saran gizi dan memastikan menu anak-anak seimbang antara sayur dan protein.

Soal MBG: Harus Libatkan yang Paham Lapangan

Terkait fenomena keracunan dalam pelaksanaan MBG, Maria menilai perlu ada perbaikan sistem. Ia menyayangkan jika menu MBG membuat korban-korban malah sakit.

"Saya kasihan sama anak-anak yang trauma. Kalau mau memberdayakan UMKM, pilih yang memang sudah biasa masak dan teruji kebersihannya," sarannya.

Ia menambahkan, pemerintah sebaiknya melakukan survei ke tiap daerah sebelum menentukan menu MBG. Menu tersebut juga perlu disesuaikan dengan bahan pangan lokal.

"Jangan semua daerah disamakan. Kalau di Ponorogo, banyak sayur dan tempe. Di tempat lain mungkin beda. Cintai makanan lokal, jangan malah burger dan spaghetti," ujarnya sambil tertawa.

Meski belum pernah menerima bantuan MBG, Maria bersyukur inovasinya mendapat apresiasi melalui penghargaan Dewi Sartika 2025. Namun bagi dia, penghargaan terbesar justru datang dari perubahan kecil di kelasnya.

Langkah kecil TK Merak membuktikan, makan bergizi tak harus menunggu program pemerintah. Dengan kolaborasi sekolah, guru, dan orang tua, budaya sehat bisa tumbuh dari kesadaran dan cinta, bukan sekadar bantuan.



Simak Video "Video: Momen Wali Murid Sekolah Elite di Serang Banten Tolak MBG"

(cyu/twu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork