Marianne Cullen, murid kelas 1 SD di Amerika Serikat, berusia 6 tahun. Kendati masih kecil, ia semangat menggalang dana riset untuk ilmuwan favoritnya dari Harvard University, Jessica Whited, yang dana hibah penelitian laboratoriumnya dihentikan pemerintahan Donald Trump.
Dengan presentasi PowerPoint tentang axolotl, amfibi yang terancam punah, pesta penggalangan dana Marianne berhasil mengumpulkan USD 1.408 atau sekitar Rp 23,3 juta. Angka ini melebihi target awalnya, USD 500 (Rp 8,2 juta).
Sebanyak USD 1.000 (Rp 16,5 juta) disumbangkan Marianne ke laboratorium Whited's Lab untuk konservasi dan penelitian axolotl. Sedangkan sisanya didonasikan kepada kelompok konservasi di Meksiko dan World Wildlife Fund (WWF).
Menyukai Amfibi Unik Axolotl
Marianne semula menonton Whited dari video daring tentang axolotl. Professor Madya Sel Punca dan Biologi Generatif Harvard University tersebut bercerita tentang penelitian di laboratoriumnya yang mencari tahu soal regenerasi anggota tubuh axolotl.
Ia sangat kagum pada kemampuan unik amfibi unik dengan julukan salamander naga air tersebut. Axolotl bisa menumbuhkan anggota tubuhnya lagi yang putus, baik kaki, ekor, maupun organ seperti jantung, hati, bagian otak, dan sumsum tulang belakang.
Namun, berdasarkan Daftar Merah Spesies Terancam International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), axolotl masuk daftar hewan sangat terancam punah. Habitat alaminya, yang kini menjadi Mexico City, Meksiko, berubah karena urbanisasi sehingga mengalami pencemaran air.
Axolotl juga rentan dimakan spesies invasif seperti ikan nila dan ikan mas dan ditangkap karena bentuknya yang unik.
Penelitian dan Simbol Harapan
Laboratorium Whited meneliti regenerasi anggota tubuh pada axolotl. Harapannya, pemahaman akan regenerasi tersebut memungkinkan peneliti untuk memicu regenerasi serupa pada manusia.
Axolotl juga menjadi harapan bagi Marianne terhadap sains dan kesehatan. Adik Marianne, Emmaline, tengah berjuang dengan masalah kesehatan yang belum terdiagnosis kendati sudah berkonsultasi dengan puluhan spesies di RS di Boston, AS.
Pengalaman keluarganya, menurut orang tua Marianne, membuat si putri sulung sangat berminat pada dunia kedokteran dan axolotl.
"Saya melihat seorang laki-laki di Shriners, dan dia kehilangan kakinya," jelas Marianne, melansir Harvard Gazette.
"Itu membuat saya merasa perlu menggalang dana, karena mungkin suatu hari nanti seseorang bisa menumbuhkan kembali kaki, lengan, atau apa pun," imbuhnya.
Ibu Marianne, Kat Demetrion, mengatakan upaya penggalangan dana riset bantu sang anak sulung mengatasi rasa takut dan cemas akan kesehatan adiknya.
"Saya suka bagaimana dia mengambil sesuatu yang sangat sulit dipahami, bahkan oleh orang dewasa, dan mengubahnya menjadi sesuatu yang sangat positif dan sesuatu yang benar-benar dapat membantu orang lain di masa depan. Saya sangat bangga padanya," Kat.
(pal/pal)