Umumnya katak dikenal sebagai makhluk hidup yang berkembang biak dengan cara bertelur. Namun genus Nectophrynoides yang termasuk dalam famili Bufonidae bisa digolongkan bukan katak biasa.
Kelompok yang dikenal sebagai "katak pohon" ini memiliki ciri reproduksi yang sangat tidak lazim. Mereka berkembang biak secara vivipar, atau melahirkan anak hidup. Sebuah fenomena yang sangat jarang terjadi di dunia katak.
Genus Nectophrynoides selama ini diketahui memiliki 13 spesies endemik yang hidup di hutan lembap dan padang rumput Tanzania. Hampir seluruh spesies Nectophrynoides ditemukan di kawasan Pegunungan Eastern Arc. Satu-satunya pengecualian adalah Nectophrynoides viviparus yang juga ditemukan di Dataran Tinggi Selatan Tanzania.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim peneliti yang dipimpin ilmuwan dari University of Copenhagen, Denmark berhasil mengidentifikasi dan mendeskripsikan 3 spesies baru katak pohon dari genus Nectophrynoides yang hidup di kawasan Pegunungan Eastern Arc, Tanzania.
"Tiga spesies baru ini berasal dari kelompok katak Afrika yang sangat unik dalam genus Nectophrynoides," ujar Dr Christian Thrane dari University of Copenhagen bersama para koleganya dikutip dari Sci News.
Alih-alih bertelur dan menetas menjadi kecebong, kata Thrane, betina Nectophrynoides justru membawa perkembangannya di dalam tubuh hingga melahirkan anak katak berukuran sangat kecil namun sudah berbentuk sempurna.
"Mekanisme ini menjadikan mereka satu dari sedikit amfibi di dunia yang mampu melakukan fertilisasi internal dan benar-benar melahirkan anak hidup," jelasnya.
Temuan ini telah dipublikasikan dengan judul Museomics and integrative taxonomy reveal three new species of glandular viviparous tree toads (Nectophrynoides) in Tanzania's Eastern Arc Mountains (Anura: Bufonidae) di jurnal Vertebrate Zoology.
Fenomena ini pun menantang pemahaman umum tentang metamorfosis.
"Sebagian besar dari kita tumbuh dengan kisah klasik bahwa katak berasal dari kecebong. Namun dari hampir 8.000 spesies katak, ada begitu banyak variasi cara berkembang biak yang tidak mengikuti pola tersebut," kata Dr Mark D. Scherz dari Natural History Museum Denmark.
Menurutnya, hanya segelintir spesies katak di Amerika Selatan dan Asia Tenggara yang memiliki strategi serupa, sehingga apa yang terjadi pada Nectophrynoides menjadi sangat langka dalam dunia hewan.
Dr H. Christoph Liedtke dari Spanish National Research Council menambahkan, "Kemampuan melahirkan anak hidup adalah sesuatu yang sangat jarang di antara katak dan kodok-kurang dari 1% spesies-menjadikan penemuan ini sangat menarik."
Dalam penelitian terbaru, tim ilmuwan memeriksa 257 spesimen dari kelompok Nectophrynoides viviparus. Dari analisis itu, mereka menetapkan keberadaan tiga spesies baru yaitu Nectophrynoides luhomeroensis, Nectophrynoides uhehe, dan Nectophrynoides saliensis.
"Penambahan tiga spesies baru ini membuat jumlah anura vivipar yang diketahui meningkat menjadi 20 spesies di seluruh dunia, dan 16 di antaranya berasal dari genus Nectophrynoides," tulis para peneliti dalam laporan mereka.
Para ilmuwan memperingatkan keunikan reproduksi dan karakter biologis kelompok bufonid ini menjadikan mereka memiliki nilai ekologis tinggi. "Jika spesies-spesies ini punah, maka kita berisiko kehilangan fungsi penting dalam keanekaragaman amfibi," tegas mereka.
Mereka menambahkan perlindungan habitat menjadi semakin mendesak, mengingat pengetahuan tentang perilaku dan ekologi katak vivipar arboreal ini masih terbatas. "Lebih banyak survei lapangan dibutuhkan untuk memahami secara menyeluruh kehidupan mereka yang luar biasa."
(pal/pal)











































