Grandprix Thomryes Marth Kadja merupakan dosen muda Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mengukir berbagai prestasi pada usianya yang masih 32 tahun. Ia dinobatkan sebagai salah satu ilmuwan Top 2% dunia versi Elsevier dan Stanford University sejak September 2024 lalu.
Nama Grandprix di ITB telah harum sejak delapan tahun lalu. Pasalnya, ia lulus dan menyandang gelar doktor dari FMIPA ITB saat usianya masih sangat muda yakni 24 tahun.
Pria kelahiran Kupang, Nusa Tenggara Timur, tersebut berhasil meraih gelar doktor dengan topik tentang zeolite sintesis, mekanisme, dan peningkatan hierarki zeolit ZSM-5. Tak hanya sangat muda, ia pun lulus S3 dengan menyandang status predikat Cumlaude.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghargaan sebagai Ilmuwan Muda
Sebelum masuk daftar ilmuwan Top 2% dunia, Dr Grandprix lebih dulu menerima Penghargaan Achmad Bakrie ke-20 untuk kategori Ilmuwan Muda atas dedikasinya dalam penelitian material nano untuk energi berkelanjutan.
Dua penghargaan yang diraih, merupakan perjalanan riset panjang sejak ia masih di jenjang sarjana. Sejak itu, ia terus mengembangkan studinya melalui kolaborasi dengan institusi internasional seperti National Taiwan University of Science and Technology (NTUST), Kyushu University (Jepang), hingga kini dengan Harvard University (Amerika Serikat).
Berkat kegigihannya, ia juga telah menghasilkan sejumlah publikasi ilmiah internasional dan paten.
Teliti Bidang Material Nano Dua Dimensi
Dr Grandprix merupakan seorang dosen Kelompok Keahlian Kimia Anorganik dan Fisik ITB. Ia juga tercatat sebagai bagian dari Pusat Rekayasa Katalisis ITB (PRK-ITB), yang aktif meneliti berbagai aplikasi material nano sejak awal berdirinya pada tahun 2019.
Selama ini, penelitiannya berfokus pada pengembangan material nanopori dan MXene, material nano dua dimensi yang baru ditemukan secara global pada 2011.
"Lab kami adalah yang pertama mengembangkan MXene di Indonesia sejak tahun 2019," kata lulusan S1 Universitas Indonesia tersebut, dikutip dari laman resmi ITB, Jumat (22/8/2025).
Sebagai ilmuwan muda, ia menyadari adanya tantangan seperti keterbatasan bahan dan fasilitas. Namun, itu bukan sebuah halangan karena ilmuwan harus mengusahakan sesuai fasilitas yang ada.
"We make the best out of what we have. Kuncinya adalah kolaborasi dengan kolega-kolega di luar negeri. Muda itu bukan soal usia saja, tapi tentang semangat yang membara dan tidak pernah padam. Kita tidak boleh merasa kecil karena masih muda," ungkap Dr Grandprix.
Ia percaya diri, bahwa penelitiannya di bidang katalis, akan memiliki dampak signifikan dalam lima tahun ke depan.
"Mengingat lebih dari 90% proses industri kimia memerlukan katalis, inovasi yang efisien dan berkelanjutan di bidang ini akan membawa pengaruh besar terhadap sektor energi, lingkungan, dan manufaktur nasional," tutur dosen kelahiran 31 Maret 1993 itu.
(faz/nwk)