Kebanyakan Scroll Media Sosial Bisa Sebabkan Brain Rot, Apa Itu?

Kebanyakan Scroll Media Sosial Bisa Sebabkan Brain Rot, Apa Itu?

Sarah Oktaviani Alam - detikKalimantan
Minggu, 22 Jun 2025 11:00 WIB
Visual contents concept. Social networking service. Streaming video. communication network.
Ilustrasi memantau sosmed. Foto: Getty Images/iStockphoto/metamorworks
Balikpapan -

Ternyata kebiasaan terlalu lama menghabiskan waktu menjelajah media sosial, bukan sekadar mengganggu produktivitas. Tapi juga bisa berdampak serius pada kesehatan otak, menurut pandangan para ahli.

Dikutip detikHealth dari laman TODAY, ialah brain rot, istilah untuk menggambarkan kondisi ini. Dr Costantino Iadecola, Ketua Feil Family Brain and Mind Research Institute sekaligus ahli neurologi dari Weill Cornell Medicine, menjelaskan bahwa kondisi ini paling mempengaruhi anak-anak dan remaja yang masih berada dalam tahap perkembangan otak.

Secara umum, brain rot mengacu pada penurunan kemampuan kognitif atau intelektual akibat terlalu sering menyerap konten yang bersifat dangkal, tidak menantang, atau berlebihan. Terlalu lama terpaku pada layar gawai bisa memicu gejala seperti brain fog (kabut otak), kesulitan fokus, serta menurunnya kemampuan untuk mengontrol diri sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu contoh nyata disampaikan oleh Marci Cottingham, PhD, seorang profesor sosiologi di Kenyon College. Ia mengaku mengalami gejala tersebut setelah terlalu lama menghabiskan waktu menyimak berbagai video pendek di platform seperti TikTok.

"Saya mengalami perasaan ini setelah berjam-jam menonton TikTok," kata Cottingham.

Para ahli mengungkapkan bahwa hingga saat ini, hanya ada sedikit penelitian tentang brain rot atau pembusukan otak. Salah satunya dipublikasikan pada awal 2025 di Brain Sciences.

Penelitian itu mengidentifikasi tiga kemungkinan faktor yang berkontribusi terhadap brain rot, yakni waktu screen time yang berlebihan, kecanduan media sosial, dan kelebihan kognitif.

"Akibatnya, orang mungkin mengalami perubahan fungsi kognitif," tulis para peneliti.

"Secara khusus, mereka mungkin mengalami memori yang terdistorsi atau gangguan memori jangka pendek, ketidakmampuan untuk fokus, rentang perhatian yang berkurang, impulsif, dan preferensi untuk kepuasan instan," sambungnya.

Dalam beberapa hal, brain rot memiliki kemiripan dengan kelelahan mental, karena keduanya menunjukkan gejala seperti depresi dan gangguan pada fungsi otak. Bagi banyak orang, gejala dari kondisi ini cenderung bersifat sementara, bisa berubah dari waktu ke waktu, bahkan dalam hitungan jam.

Namun pada sebagian individu, tanda-tanda brain rot mungkin mengarah pada gangguan klinis tertentu, seperti ADHD. Sebagai contoh, remaja yang sudah mengalami kecemasan atau depresi berpotensi lebih mudah terjerumus dalam penggunaan media sosial yang tidak sehat.

Di sisi lain, bagi orang yang memang sudah kesulitan mempertahankan fokus, konten media sosial bisa terasa sangat menarik, namun justru memperparah gangguan konsentrasi yang mereka alami. Sayangnya, tanpa riset yang lebih mendalam tentang fenomena brain rot, sulit untuk mengetahui secara pasti dampak jangka panjang yang mungkin ditimbulkannya.

Secara keseluruhan, para ahli sepakat bahwa kebusukan otak atau brain rot adalah fenomena psikologis yang lebih kompleks daripada yang mungkin terlihat. Tetapi, hal itu tidak selalu negatif atau sepenuhnya baru.




(aau/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads