Psikolog sekaligus Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Rahmat Hidayat tanggapi perkataan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji. Wihaji mengatakan sekitar 20 persen anak Indonesia kehilangan figur ayah dalam keluarga alias fatherless.
"Ayah hanya hadir ketika bayar SPP, bayar uang saku, uang kos, di luar itu tidak ada," kata Wihaji saat acara detikSore, di Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025), demikian dikutip dari detikHealth.
Menurut Wihaji, kondisi ini sangat tidak ideal untuk tumbuh kembang anak. Pasalnya, akan ada dampak-dampak negatif yang nantinya dimiliki anak jika mendapatkan kasih sayang kurang lengkap dari orang tua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Satu dampaknya tentang karakter, kalau nggak hati-hati bisa menjadi strawberry generation. Kedua berpengaruh pada leadership," kata Wihaji.
Fakta ini memang sangat disayangkan, karena menurut Rahmat figur ayah dalam kehidupan anak sangatlah penting. Rahmat memaklumi bila seorang ayah tidak selalu bisa hadir dalam bentuk fisik. Karena ayah bertanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga yang terkadang mengharuskan mereka bekerja di luar kota bahkan luar negeri.
Tetapi kehadiran figur ayah masa kini bisa dipenuhi lewat cara lain. Cara tersebut adalah menjalin komunikasi intens lewat gawai dengan anak.
"Sebenarnya dalam lingkungan kehidupan sekarang di mana teknologi sudah sangat membantu ini, banyak memudahkan orang tua untuk tetap hadir di dalam kehidupan anak-anaknya," tutur Rahmat dikutip dari laman UGM, Jumat (16/5/2025).
Beri Pesan untuk Generasi Ayah Muda
Rahmat meyakini generasi ayah muda masa kini bisa membangun kualitas pengasuhan dan kedekatan emosional bersama anak dengan baik. Untuk itu, ia berpesan agar orang tua harus bisa menanamkan keyakinan bila anak adalah karunia tak terhingga dari Tuhan.
Kebutuhan anak semasa hidupnya tidak sekedar berkaitan dengan hal-hal yang bersifat fisik dan material. Interaksi yang sehat, aspek psikologi, mental, dan emosional juga harus dipenuhi oleh orang tua.
Interaksi dan kedekatan emosional yang baik antara ayah dan anak bisa memberikan dampak positif. Terutama berkaitan dengan kesehatan mental mereka.
Kehadiran orang tua terutama ayah di momen penting anak juga harus diperhatikan. Rahmat mencontohkan momen ujian dan kelulusan sekolah.
Bercengkrama dengan anak menjelang ujian bisa mengatasi kecemasan anak. Proses ini juga bisa menjadi suatu momen kebersamaan yang sangat penting dalam seluruh perjalanan hidup anak dan ayah.
"Ketika kita sharing dengan anak-anak kita, ketika berada dengan anak-anak kita menghadapi situasi seperti itu, ini menjadi satu momen kebersamaan dalam seluruh perjalanan hidup kita yang sangat penting," ujarnya.
Sedangkan kehadiran orang tua dalam perayaan kelulusan anak akan menjadi momen yang tidak terlupakan baginya. Mengingat kelulusan bisa jadi perayaan sekali seumur hidup.
Penyebab Ketidakhadiran Figur Ayah
Rahmat membeberkan kedua penyebab ketidakhadiran figur ayah dalam keluarga. Pertama tentu berkaitan dengan fisik yang jauh dari rumah dalam waktu lama. Kedua berkaitan dengan tantangan kehidupan ekonomi akibat beban finansial. Hal ini mengharuskan orang tua yang bekerja hingga larut malam.
Ketika pulang, orang tua yang masih merintis dan tidak punya kendaraan pribadi kembali dihadapkan dengan ketidakefisienan transportasi umum yang ada di perkotaan. Faktor ini membuat kehadiran ayah tidak begitu intens dengan anak-anaknya.
Kedua hal itu jadi tantangan tersendiri bagi orang tua. Meski begitu, orang tua masa kini menurut Rahmat sudah harus berubah pola pikirnya. Di mana pengasuhan tidak hanya dilakukan oleh ibu tetapi ayah juga perlu hadir pada kehidupan anak.
"Saya kira ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua untuk mengubah mindset-nya dan juga barangkali bagi ibu untuk juga mengubah mindset bahwa orang tua atau ayah tetap perlu hadir dalam kehidupan anak-anak," tandas Rahmat.
(det/nwk)