Universitas Gadjah Mada (UGM) mewisuda 34 lulusan yang berasal dari daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan terlua) Rabu, (26/2/2025) lalu. Salah duanya adalah Meriel Tosca dan Meidelyne Ayomi.
Meriel dan Meidelyne merupakan dua putri kebanggaan asal tanah Papua yang siap mencapai cita-cita usai menyelesaikan studi di UGM. Keduanya lulus melalui bantuan Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik).
Ingin Membangun Tanah Papua
Meriel Tosca bercerita bila dirinya sangat senang dan bersyukur menerima beasiswa ADik dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) atau yang dulu masih tergabung dalam Kemendikbudristek. Berkat beasiswa itu, ia bisa menempuh studi di Fakultas Psikologi UGM dan siap membangun tanah Papua pasca lulus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya berterima kasih kepada Kemendikti dan UGM yang telah membantu perkuliahan saya sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi dan nantinya bisa untuk membangun tanah Papua," kata Meriel dikutip dari laman UGM, Jumat (28/2/2025).
Merantau jauh dari rumah tentu bukan hal yang mudah baginya. Kota Sorong Papua Barat Daya yang menjadi tempat kelahirannya tentu memiliki budaya yang berbeda dengan Yogyakarta lokasi kampus UGM.
Perbedaan yang sangat terasa dari dua budaya ini adalah cara bertutur kata. Meriel sangat berusaha untuk beradaptasi dengan kultur kota Yogyakarta.
Caranya dengan mengubah nada bicaranya saat bercakap. Tidak lagi menggebu-gebu, kini ia mampu mengatur nada bicaranya menjadi lebih halus dan tenang.
"Akhirnya saya mengubah karakter saya menjadi lebih halus dan tenang dalam menyampaikan sesuatu," imbuh Meriel.
Beri Pesan untuk Mahasiswa Asal Daerah 3T
Lulus bersama Meriel, Meidelyne Ayomi juga menyelesaikan studi dengan bantuan Beasiswa ADik tahun 2020. Mengenang perjuangan kuliahnya membuat Meidelyne kembali ke bangku SMA.
Kala itu ia mendapat informasi Beasiswa ADik dari sekolah asalnya, yaitu SMA Negeri 3 Jayapura. Sejak saat itu, ia berusaha keras untuk mengamankan kursi di UGM.
Dan benar saja, ia diterima menjadi mahasiswa Fakultas Teknik UGM. Tempo kuliah yang cepat dan penuh praktik lapangan menjadi tantangan tersendiri bagi Meidelyne.
Ia juga merasakan perbedaan kualitas pendidikan yang ada di tanah Papua dan Jawa. Hal ini menuntut Meidelyne belajar lebih giat selama berkuliah di UGM.
"Untuk menghadapi tantangan tersebut, saya terus bertanya kepada rekan-rekannya dan aktif mengikuti tutorial," ceritanya.
Perjuangan itu kini terbayar lunas dengan gelar S1 yang telah ia sandang. Ke depan, ia berharap bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan mendalami bidang urban planning.
Meidelyne juga memberikan pesan kepada seluruh mahasiswa asal daerah 3T sepertinya. Untuk tetap semangat dan tidak segan meminta bantuan orang lain jika menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan studi.
"Tetap semangat, apabila terdapat kesulitan jangan lupa untuk bertanya kepada orang lain," tutup Meidelyne.
(det/nwy)