Kehidupan yang diwarnai naik pitam, berkelahi, membawa senjata, dan tak jarang kematian yang sia-sia kerap terjadi pada sejumlah masyarakat adat di Pulau Buru. Ditambah lagi perseteruan tambang emas antarwarga dan jual beli tanah yang ruwet mendorong gesekan antarwarga.
Ada banyak alasan kompleks saat membicarakan latar belakang gesekan warga di sana. Menurut Boymaira Suat Pasai, pemuda yang tumbuh besar di Kabupaten Buru Selatan, salah satunya adalah karena rendahnya pendidikan dan pengetahuan di kampung halamannya.
Namun, hal ini juga yang mendorong laki-laki dengan sapaan Boy itu untuk serius terhadap mimpinya mengakses pendidikan tinggi. Tak cukup lulus SMA dan sarjana, Boy melanjutkan pendidikan sampai jenjang master.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akar Struktural Pendidikan Rendah
Leluhur Boy berasal dari Kepulauan Kei, Maluku. Orang tuanya kemudian pindah ke Pulau Buru untuk mencari penghidupan. Orang tua Boy pun menjadi petani dengan menanam pohon cengkeh, pala, dan kopra.
Kehidupan ekonomi penduduk Pulau Buru bergantung pada hasil laut serta pertanian darat. Dikutip dari unggahan laman LPDP Kemenkeu tulisan Tony Firman, sebagai gambaran komoditas kopra per kilo dihargai hanya Rp 3 ribu. Sekali panen biasanya terjual hingga satu ton, sehingga pendapatannya sebesar Rp 3 juta dan selama setahun ada dua kali panen.
Maka, diasumsikan penghasilan panen selama satu tahun hanya Rp 6 juta. Penghasilan sebanyak ini tentunya tidak cukup untuk menghidupi keluarga dengan rata-rata tiga hingga lima anak di rumah. Dengan adanya kondisi ini, tentunya tak heran jika rata-rata pendidikan masyarakat di sana hanya tamatan SMP atau SMA.
"Mungkin psikologi mereka ketika mereka melanjutkan sampai tingkat kuliah itu menjadi penghambat di ekonomi (keluarga) mereka," ungkap Boy.
Akar struktural itulah yang membuat pendidikan bukan menjadi prioritas di sana. Keengganan sekolah tinggi bahkan juga dimiliki mereka yang punya cukup kekayaan seperti para pemilik kebun. Mereka berpikir lulus sekolah belum tentu memperoleh pekerjaan yang layak.
Maka, jadi suatu keberuntungan saat keluarga Boy memiliki kesadaran tinggi dengan menginginkan anak-anaknya dapat menempuh pendidikan tinggi. Dari lima bersaudara, ada tiga orang yang sudah tamat sarjana, termasuk Boy.
Boy menyelesaikan jenjang SMA hingga sarjana di Ambon, meski untuk menuju ke sana perjalanannya tidak mudah. Hanya membutuhkan waktu 3 tahun 8 bulan untuk Boy memperoleh gelar sarjana Ilmu Hukum di Universitas Pattimura.
Dukungan keluarga hingga rekan pun memotivasinya untuk kemudian bisa lanjut studi S2. Dia menjatuhkan pilihan ke magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Dia tertarik kuliah di UGM karena dosen-dosen hukum yang menurutnya kompeten dan mempunyai kualitas bagus.
"Oleh karena itu saya memutuskan untuk memilih UGM sebagai kampus utama. Dan keinginan untuk mendapatkan ilmu lebih banyak lagi seputaran ilmu hukum pidana," ujarnya.
Ingin Dirikan LBH
Hingga akhirnya dia mencoba seleksi beasiswa LPDP Daerah Afirmasi pada 2023 lalu. Boy lolos dalam sekali percobaan, surat diterima sebagai mahasiswa S2 Ilmu Hukum UGM pun sudah di tangan.
Meski baru akan memulai jenjang magister pada pertengahan tahun nanti, Boy sudah berkeinginan untuk bisa kembali ke kampung halaman dan menyalurkan ilmunya untuk memberikan bantuan hukum pro bono.
Sebagai anak hukum yang melihat bagaimana kondisi di daerahnya, Boy berkeinginan mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) setelah nanti menyelesaikan studi S2.
"Kehidupan masyarakat di sana itu mereka tidak memahami ketika ada permasalahan. Mereka berpikir ketika ke pengacara maka membutuhkan biaya yang yang begitu banyak. Agar mereka sadar ternyata LBH itu membantu mereka dalam segala bentuk masalah," terangnya.
Menurutnya, pencapaian hingga kuliah S2 ini juga dapat memantik generasi muda di Pulau Buru dan sekitarnya untuk terus mengejar pendidikan tinggi. Terlebih, negara sedang hadir memberikan kesempatan S2 dan S3 di dalam maupun luar negeri.
"Karena dengan adanya pendidikan maka saya yakin wilayah saya akan maju," ungkapnya.
Boy yakin, daerahnya akan semakin bersinar dengan SDM yang terus bergerak maju melalui pendidikan.
(nah/nah)